Salah satu kajian favorit bagi sebagian besar umat Islam yang saya temui, termasuk saya pribadi, adalah pembahasan tentang kiamat.

Jika sudah membahas tentang kiamat, serasa begitu meresap dan rasa takut menyelimuti sekaligus penasaran. Pembahasannya bermacam-macam, mulai dari tanda-tanda kiamat, baik kecil maupun besar, hari kiamatnya, hingga hari setelah kiamat selesai terjadi.

Salah satu yang sering menjadi pembahasan adalah Dajjal laknatullah alaih.

Pembahasan Dajjal ini menarik karena kemunculannya menjadi salah satu tanda yang paling dahsyat menjelang kiamat tiba.

Wahai sekalian manusia, sungguh tidak ada fitnah yang lebih besar dari fitnah Dajjal di muka bumi ini semenjak Allah menciptakan anak cucu Adam.
Al-hadits shahih Al-Jaami’ Ash-Shaghir

Fitnah di sini berarti ujian, bukan fitnah menuduh orang lain yang tidak benar. Fitnah Dajjal berarti ujian yang diberikan oleh Dajjal, atau ujian yang diberikan Allah Ta’ala lewat Dajjal.

Dan itu adalah ujian paling berat yang pernah ada sepanjang sejarah penciptaan manusia.

Tetapi Rasulullah saw., dalam sebuah hadits riwayat Muslim memberikan persenjataan awal sebagai ancang-ancang dalam menghadapi ujian Dajjal, yakni hafal sepuluh ayat pertama surat Al-Kahfi.

Hanya saja, pernah muncul pertanyaan menarik di benak saya, “Apakah hafal sepuluh ayat pertama surat Al-Kahfi memiliki jaminan terbebas dari fitnah Dajjal?”

Maksudnya, saya khawatir ini seperti “latihan” untuk menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir di alam kubur nanti. Padahal, yang menjawab bukanlah mulut kita, melainkan amal perbuatan kita semasa hidup atau apa yang Allah kehendaki.

Menghafal sepuluh ayat Al-Kahfi apalagi dibaca rutin setiap malam Jumat insyaAllah merupakan hal yang mulia. Namun kita akan mencoba berbicara mengenai kemungkinan orang yang hafal sepuluh ayat Al-Kahfi pun masih bisa tidak selamat dari gangguan Dajjal.

Di atas kertas, kita mengenali Dajjal buta sebelah mata, seperti dalam hadits berikut,

Dajjal itu buta sebelah matanya sedangkan Allah sama sekali tidaklah buta.
HR. Bukhari & Muslim

Apalagi tertulis “كفر(kafir) di antara kedua matanya yang memudahkan kita mengenalinya.

Tapi masalahnya, bagaimana kalau saya katakan satu hal?

Dajjal bukan monster bermata satu, hanya bermata “picek”. Dajjal juga berasal dari manusia biasa. Dan kita sering melihat orang “picek” di antara kita sedangkan mereka bukan Dajjal. Jadi bagaimana kita bisa benar-benar mengenalinya?

Inilah titik pertama pembahasan yang bagi saya penting karena bisa jadi hal ini luput dari kewaspadaan banyak orang.

Sekadar info, pengikut Dajjal kabarnya banyak yang berasal dari orang Islam juga.


1. Taklid buta

Umat Islam yang taat beribadah masih sangat banyak kita saksikan hari ini, jadi itu bisa menurunkan kekhawatirkan kita dari datangnya ujian atau fitnah Dajjal.

Namun, arah mulai bercabang saat kita mulai berbicara tentang ilmu agama.

  • Ada orang yang tidak paham ilmu agama namun merasa bisa berceramah hanya bermodal satu atau dua ayat Al-Quran atau hadits saja.
  • Banyak orang yang hanya ikut kajian apabila penceramahnya asyik, bukan lewat seberapa dalam ilmu fikih yang dibawakan. Menjadi ustadz asyik memang ada kelebihannya, tetapi seberapa dalam ilmu beliau perlu kita telaah juga.
  • Masih banyak orang yang percaya dengan karomah ulama, melihat kehebatan ulama lewat “ajian” yang dibawa. Sedangkan ulama yang mendalami ilmu tafsir Al-Quran yang mendalam hanya mendapat sedikit pengikut.

Dan Dajjal dikabarkan memiliki “karomah” juga, meski berupa istidraj (keutamaan sebagai “tabungan” kemurkaan Allah Ta’ala).

Dajjal tidak langsung mengaku nabi, tidak langsung mengaku tuhan, tidak langsung memiliki surga dan neraka versinya sendiri.

Sekali lagi, Dajjal berasal dari manusia biasa. Namun keadaan manusianya pada saat itu yang menjadikannya mudah bagi Dajjal untuk memberikan tipu daya yang begitu halus. Mulai dari beberapa keajaiban seperti dapat menyembuhkan penyakit, dan sejenisnya.

Saya sendiri waktu masih menjadi santri di pesantren, beberapa kali saya mendengar obrolan para santri yang seolah mengagung-agungkan bahwa ustadz anu dan anu memiliki ajian khusus seperti bisa membakar kertas hanya dengan memandangnya saja.

Maka dari itu tidak heran ujiannya besar untuk bisa melihat secara jernih pada saat itu.


2. Bias kebenaran

Belum lama ini, Indonesia digemparkan dengan sebuah drama dari hal yang terlihat sepele.

Tumbler. Benar, seseorang kehilangan tumbler di KRL dan menyalahkan petugas stasiun hingga membuatnya dipecat.

Saya sendiri menyayangkan kejadian gegabah sang pemilik tumbler hingga membuat seseorang kehilangan mata pencahariannya.

Tetapi ada hal menarik yang saya perhatikan di sini.

Kejadian itu membuat seluruh jagat maya “mengamuk” dan memberikan teror membabibuta bukan hanya kepada si pemilik tumbler, namun hingga suami dan orang tuanya. Bahkan si pemilik tumbler rumornya hingga dipecat dari pekerjaannya pula.

Teror dan candaan pun melebar kemana-mana, hingga berhari-hari lamanya.

Mengerikan.

Kemudian di satu sisi, saya akan memberikan satu contoh lain.

Pada tahun yang sama juga, ada supir truk ugal-ugalan hingga mengalami kecelakaan dan memakan korban jiwa. Truk tersebut menabrak mobil satu keluarga. Seorang anak kecil dari keluarga korban meninggal dunia dalam kejadian naas tersebut.

Apakah sang supir truk itu mendapatkan bully serupa dari jagat maya?

Tidak terdengar apa pun. Kasusnya menguap begitu saja. Tidak jelas pula apakah dia masih dibiarkan untuk berkeliaran di jalan-jalan besar yang membuat bahaya tetap mengintai bagi pengendara lain.

Alasan ketidakseimbangan respon masyarakat dari dua kasus ini sangat sederhana.

Si supir truk yang ugal-ugalan termasuk orang miskin yang memiliki lima orang anak. Sedangkan si pemilik tumbler tidak.

Kompas moral masyarakat sudah begitu berantakan sampai-sampai menilai kebenaran begitu relatif, hanya lewat status sosial dan ekonomi saja.

Para biang onar mendapatkan toleransi berlebih karena banyak orang menilai mereka “tidak seberuntung kita”.

Dan Dajjal akan datang dengan kondisi fisik yang tidak sempurna, mungkin akan begitu rendah diri hingga terlihat berasal dari golongan miskin.

Di sinilah ujian terberat mempertahankan kompas moral semasa Dajjal muncul sebagai manusia biasa.


3. Kekuatan mayoritas

Belum lama ini, ChatGPT memberi rentetan kata-kata di sebuah postingan saya seperti ini:

Di setiap lapisan masyarakat, mayoritas bereaksi secara emosional.
Namun perubahan selalu didorong oleh minoritas, yakni mereka yang berpikir mendalam, melihat pola, dan bertindak dengan niat.

Mayoritas kebanyakan hanya mengikuti apa yang membuat mereka aman dan nyaman.

Mayoritas juga menyukai postingan-postingan media sosial yang bagi mereka relate atau berkaitan dengan kondisi mereka pada saat itu.

Sebenarnya hal itu tidak masalah sama sekali, hanya saja, kenyamanan yang dihasilkan dari postingan-postingan seperti itu seringkali membuat mereka luput menjadi orang yang lebih baik.

Saya pun senang mengonsumsi konten yang relate dengan kondisi saya. Bahkan ayat Al-Quran bertema psikologis pun banyak yang relate jika kita kaji lebih dalam.

Tetapi justru sebagian besar orang senang dengan postingan relate sebagai validasi kehidupan mereka dan sebagai landasan untuk mengizinkan mereka komplain lebih jauh daripada jadi acuan untuk memperbaiki diri.

Dajjal “ahli” di bidang ini. Dajjal sendiri bisa berarti sebagai “Tukang Tipu”, yang mana pandai memanipulasi keadaan emosional seseorang bisa membuat Dajjal panen banyak pengikut, termasuk dari umat Islamnya itu sendiri.


4. Cari aman

Pada poin ini justru yang menjadi fokus sebagai yang merasakan ujian terbesar Dajjal itu adalah mereka yang masih peka.

Betul bahwa Dajjal memiliki tulisan “Kafir” di antara kedua matanya. Tetapi ada hadits yang justru berkata,

Akan bisa membacanya semua mukmin yang bisa menulis ataupun tidak.
HR. Muslim

Orang yang buta huruf bahkan bisa membaca tulisannya, dan yang hanya bisa membacanya adalah orang mukmin, bukan sekadar muslim atau orang Islam. Artinya bisa jadi tulisan “kafir” itu hanya simbolis, wallahu a’lam.

Menjadi mukmin itu berat karena bukan hanya harus beriman saja, melainkan juga harus beramal salih. Dan amal salih inilah titik beratnya karena kompas moral harus dijaga oleh masing-masing manusia. Amar makruf dan nahi munkar, semuanya.

Peristiwa yang cukup kita sayangkan akhir-akhir ini, berlimpahnya kemudahan justru bisa menumpulkan empati sebagian orang. Bahkan AI saja mengakui hal ini.

Rasa nyaman dari semua kemudahan itu membuat banyak orang memasang mode survival palsu sebagai tameng dari rasa nyaman yang mereka dapatkan.

Dajjal yang datang membawa surga dan neraka, memiliki ilmu yang terlihat dalam namun mengelabui, bahkan membawa segudang “mukjizat”, membuat beberapa orang yang sudah lelah batin tidak ingin mendapatkan beban lebih dan memilih ikut mayoritas yang menjadi pengikut Dajjal.

Para minoritas yang mencoba mengingatkan itulah yang mendapatkan ujian nyata karena bukan hanya harus bertarung dengan Dajjal sendirian yang sudah pasti kalah, mereka juga tidak mendapatkan keberpihakan dari para mayoritas.

Hari ini, saat ada orang yang berusaha untuk mengajak ke arah yang lebih baik atau mencoba menegur perbuatan buruk seseorang meski dengan lembut, banyak orang yang bukan hanya diam tetapi juga mendiamkannya.

Terlihat bijak, namun menjadi sebuah titik buta moral (moral blind spot).

“Sudah, yang penting kita nggak kayak gitu.”

“Biarin aja, mereka nggak seberuntung kita…”

dan sebagainya.


5. Tren

Saya menyaksikan paska pandemi Covid19 kemarin, perputaran tren sepertinya semakin cepat dan membingungkan.

Kemarin, tren bersepeda begitu menjamur. Kini, toko penjual sepeda ‘dadakan’ sudah banyak yang tutup.

Kemudian tren berlari, lalu tren padel, sebegitu cepat muncul dan memudar.

Mengikuti trennya itu sendiri tidak saya permasalahkan. InsyaAllah pada dasarnya memang boleh. Saya pun kadang pernah sekali dua kali mengikuti tren-tren tersebut.

Namun, saya hanya ingin memahami konteks atau fundamentalnya dahulu sebelum mengikuti sebuah tren.

Misalnya, tren koleksi boneka Lab*bu. Mengapa tren itu bisa muncul? Oh, karena ada salah seorang idola yang memberikan pengaruhnya pertama kali hingga terjadi efek domino.

Begitu pun dengan hal-hal yang viral, yang bahkan beberapa kenalan saya di pelosok desa ternyata sudah begitu fasih mengikuti sebagian tren tersebut. Begitu cepat, begitu menyebar luas seketika.

Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak sekalipun kalian pasti akan mengikuti mereka.
HR. Muslim

Sekali lagi, tidak masalah mengikuti tren atau kebiasaan itu, selagi kita sadar secara penuh mengapa kita mengikuti tren tersebut. Jadi bukan hanya pelarian dari kesibukan demi mendapatkan percikan dopamin instan semata.

Sekarang saja, banyak orang yang mengikuti tren secara membabi-buta tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya. Bagus kalau trennya positif, tetapi sisanya?

Dajjal datang dengan membawa segudang tunas tren.

Bisa menghidupkan orang mati, memiliki surga dan neraka, bisa membesar hingga dapat mengarungi lautan, dan lain sebagainya, adalah hal yang membuat penasaran hampir seluruh manusia pada saat itu.

Apalagi saat banyak orang yang berbondong-bondong “follow” Dajjal setelah itu. Bagaimana FOMO (Fear of Missing Out) bisa dihindari pada saat itu?

Karena dahsyatnya tipu daya yang dibawa Dajjal, hingga mengaku tuhan saja orang-orang banyak yang percaya.

Mungkin bagi kita sekarang ini akan langsung berkata “naudzubillahi min dzalik” saat mendapatkan bayangan tentang para pengikut Dajjal.

Tetapi sekali lagi, itu hanya sebatas prasangka kita. Kebiasaan kita hari inilah yang bisa menentukannya.

Saya tidak sedang menakut-nakuti karena saya sendiri saja sudah takut. Tapi mari kita bangun kewaspadaan ini sejak dini.

Jadi bukan hanya memperkenalkan generasi berikutnya dengan hafal sepuluh ayat pertama surat Al-Kahfi saja, namun juga kita beritahukan betapa dahsyatnya tipu daya Dajjal itu nanti.

Stay alert, stay safe.

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

Sssttt... Anandastoon punya journaling sebagai info di belakang layar blog ini.
Klik di mari untuk menuju halaman diarinya.
  • 0 Jejak Manis Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas