Mudik
oleh: anandastoon
Bahagianya Teuku dapat pulang kampung menuju kampung halamannya di Aceh. Momen yang membuatnya begitu berdegup sepanjang perjalanan mengingat sudah delapan tahun dia bekerja tanpa memiliki waktu untuk bertemu dengan handai tolannya. Segala sesuatunya dia siapkan dengan matang, tanpa ada sesuatu yang terlewat.
Tentu saja, bekerja tanpa pulang selama itu, membuatnya sangat rindu dan berusaha semaksimal-maksimalnya untuk memberikan kejutan terbaik yang dapat ia lakukan untuk sanak famili yang berada nun jauh di sana.
Berangkatlah Teuku ke bandara dari Jakarta dengan persiapan yang cukup dan oleh-oleh yang berlimpah hingga barang bawaannya hampir mendekati limit yang telah ditetapkan oleh pihak maskapai. Dia mulai terbang pada pagi buta. Di angkasa, Teuku mengenang masa-masanya ketika pertama kali menginjakkan kakinya di ibukota untuk mengadu nasib, dan tidak terasa, dia baru merasakan indahnya pulang ke tempat asalnya.
Sampailah Teuku di bandara Sultan Iskandar Muda, melanjutkan dengan angkutan umum ke Meulaboh yang ia tempuh selama 1 hari penuh. Pagi esok harinya, dia berjalan ke sebuah desa yang kini ia tidak mengenalinya lagi, seseorang yang ia tanya ternyata dapat mengantarnya sampai ke kediaman keluarganya.
Air matanya menetes. Setiap keluarganya memeluknya dengan haru biru. Setiap oleh-oleh yang dibawa Teuku dari Jakarta dikeluarkan semuanya tanpa terkecuali untuk mereka. Berbincang-bincang mengenai keadaan, dan Teuku pun menyesalkan kematian beberapa saudaranya karena dia tidak dapat menjemput. Namun Teuku mengalihkan ke topik pembicaraannya yang lain, yang lebih bertemakan keceriaan.
Itulah suara tawa dan canda kami, bersahutan menghibur di dalam tenda pengungsian yang didirikan akibat gempa dahsyat yang menimpa Aceh minggu lalu.