Siapa yang tidak sedih dan depresi ketika karyanya yang telah dibuat selama berbulan-bulan ternyata tidak mendapatkan apresiasi dengan baik justru yang ada hanyalah cacian dan hinaan. Di saat kita telah sepenuh hati mempersembahkan setiap upaya kita yang terbaik kepada orang-orang dan mengorbankan seluruh waktu kita di mana kita dapat mempergunakannya untuk bersenang-senang, yang kita dapat justru kehancuran yang mendalam.
Benar bahwa saya pernah menulis dua buah artikel yang membahas masalah ini, namun saya hanya ingin membahas secara lebih spesifik mengenai hal dan perihal tidak dihargainya sebuah kerja keras seseorang. Lagi, ini hanyalah tips, bukan pembahasan panjang lebar.
Maksudnya apa? Jadi, sebelum kita mempublikasikan karya kita, pastikan bahwa kita sudah merasa nyaman dengan karya yang kita buat. Dalam artian, bukan harus menjadi sempurna tanpa cacat, melainkan komposisi karya yang kita ingin tunjukkan kepada orang lain sudah kita nilai bagus dan pas.
Jangan sampai kita sendiri masih kurang sreg dengan apa yang telah kita buat, namun sudah dipaksakan untuk dipublish. Masalah kesalahan-kesalahan kecil seperti sedikit salah tulis atau tipo dan warna yang sedikit kurang terang itu menjadi cerita lain. Yang penting kita sudah bahagia terlebih dahulu dengan apa yang kita buat.
Bagaimana kita ingin mendapatkan penghargaan dari orang lain sementara kita sendiri masih tidak percaya diri dengan apa yang kita buat? Jika merasa masih ada yang perlu dipoles, lebih baik tahan dulu sebelum dipublikasikan. Penyesalan itu bahkan telah tiba sebelum adanya revisi.
Saya sering melihat dua kali desain, tulisan, atau permainan yang saya buat. Ketika saya telah berkata bagus untuk itu, maka saya klik “Publish”. Memang kadang kala saya baru menyadari ada beberapa detail kecil yang terlewat seperti tipo, salah tekstur, atau bahkan perspektif yang tidak pas setelah itu, Tapi hei, siapa juga yang mau begitu peduli akan hal itu, kita sendiri juga tidak menyadari akan hal itu sebelum dipublikasikan kan? Meskipun sudah diperiksa dua kali, tetap saja yang namanya manusia biasa, tidak dapat membantah istilah, “Tiada Gading Yang Tak Retak”.
Yang penting harapan kita adalah, semoga orang lain terkesan dengan karya kita sebagaimana kita terkesan dengan karya kita sendiri.
Atau lebih dapat disebut dengan komunitas yang pas. Tak punya komunitas pun tak apa, yang penting ada orang yang dapat memahami apa yang telah kita buat. Banyak orang yang ngambek dan tidak lagi ingin berkarya karena mereka menunjukkan karyanya kepada orang yang salah. Saya berikan ilustrasi,
Saya programmer, menunjukkan permainan yang saya buat ke tukang nasi goreng, kemudian jawab tukang nasi goreng tersebut, “Ah, permainan gituan doang. Nih yang keren jauh lebih banyak.”
Tukang nasi goreng tersebut menyajikan nasi goreng terbaiknya kepada seorang tentara. Tentara tersebut bilang, “Ini nasi goreng nggak terlalu enak, jauh lebih enak yang di ujung gang sana.”
Kemudian tentara tersebut menunjukkan aksi beladirinya kepada saya, saya katakan, “Bukankah itu kewajiban setiap tentara? Yang lebih ahli sepertinya lebih banyak.”
Paham maksud saya? Benar, jika kalian adalah seorang desainer, pergilah ke orang-orang desain untuk menilai hasil karya kalian. Mereka kemungkinan besar akan lebih berhati-hati dalam memberikan komentar karena mereka tahu bagaimana repotnya mengerjakan sebuah desain. Kita tidak bisa menyalahkan penilaian yang lain juga karena mereka tidak paham.
Kalian tidak dapat membahagiakan setiap orang. Bisa saja karya kalian dipuja-puja di sebuah komunitas, namun komunitas lain justru menjelek-jelekkan karya kalian. Tidak, mereka yang menjelek-jelekkan karya kalian belum tentu haters. Hanya… selera mereka tidak sama dengan selera kalian. Dan kalian harus terima itu karena mungkin beberapa di antara mereka terkadang mengeluarkan kata yang sangat jahat.
Kalian juga pastinya pernah tidak menyukai sesuatu ketika orang lain mengagung-agungkan sesuatu tersebut. “Apa sih bagusnya?” Kira-kira begitu apa yang kalian pikirkan. Sama, ketika kalian mulai berkarya, kemungkinan besar ada orang-orang yang tidak sesuai dengan selera kalian justru memandang karya kalian buruk.
Apa yang harus kalian lakukan? Kembali ke poin pertama. Selama kalian nyaman dengan karya kalian dan beberapa orang di komunitas kalian, tidak menutup kemungkinan banyak juga orang yang nyaman di luar sana yang kalian tidak ketahui. Cukup abaikan orang-orang seleranya bertentangan dengan kalian. Ingat, kalian pun pernah bertentangan dengan selera orang lain.
Mengapa kalian berkarya jika tidak siap adanya cemoohan? Mengapa kalian terkenal jika tidak siap adanya haters? Semakin kalian terkenal, semakin dahsyat haters yang akan meneror kalian. Haters lebih mengganggu daripada orang yang hanya sekedar tidak suka, bahkan menghasut orang lain agar sama-sama menjadi haters.
Saya membagi haters ada dua, haters karena selera, dan haters karena iri. Jika haters tersebut hanya karena masalah selera, cukup kembali ke poin sebelumnya. Namun jika ada haters karena iri, kalian justru merasa ‘beruntung’. Mereka dapat menjadi ‘marketing’ bagi kalian dengan memanfaatkan rasa penderitaan para haters tersebut dalam menikmati karya kalian. Bila perlu, kalian rangkul para haters tersebut dan jangan sekali-kali marah. Ingat, orang lain akan terus memantau bagaimana akhlak kalian.
Belajarlah menghadapi berbagai sifat manusia. Ada yang bicaranya tidak pernah dipikirkan terlebih dahulu, ada yang senang memprovokasi, ada yang sok ilmiah seakan-akan kitalah yang memang salah, dan ada yang hanya ikut-ikutan. Tak masalah, karena para Nabi dan Rasul pun memiliki ‘haters’ yang jauh lebih banyak. Petiklah hikmah dari mereka bagaimana menghadapi cara menghadapi para ‘haters’ tersebut.
Bahkan dari profesional pun tak jarang yang mengkritik dengan sangat kejam dan tidak berprikemanusiaan, hehe. Reviewnya cukup membuat mules-mules selama beberapa hari dan patah semangat. Mungkin kita dapat mengacuhkan haters, namun bagaimana menghadapi perkataan-perkataan sadis dari mereka yang memang sudah paham?
Sekali lagi, sifat manusia itu berbeda-beda. Bahkan tidak sedikit yang menguji mental kita dengan cara mengkritik dengan bahasa yang sangat kasar. Pada akhirnya, akhlak yang baik dalam menghadapinya menjadi pamungkas segala sesuatunya. Dengarkanlah mereka, karena memang obat itu pahit, namun menyembuhkan.
Jika komentar-komentarnya hanya mengatakan, “Jelek”, “Buruk”, adakalanya baik untuk bertanya dengan lembut mengenai apa yang harus diperbaiki, biasanya mereka akan sedikti terenyuh. Namun jika mereka justru semakin menghina, abaikan, ucapkan terima kasih, dan jangan pedulikan lagi. Mereka adalah haters.
What doesn’t kill you makes you stronger.
(Taylor Swift)
Saya sering mendapatkan komentar dari orang-orang bahwa saya telah menjadi lebih baik dan lebih baik dari setiap karya yang saya hasilkan. Itu karena saya juga mendengarkan setiap saran dan kritik dari mereka. Kita tidak ingin menjadi Eminem yang pada akhirnya disuruh berhenti oleh fansnya sendiri karena Eminem hanya mau mendengarkan komentar-komentar positif dari para audiensnya saja.
Hanya mendengarkan pujian saja dapat membuat kalian tertidur dan lupa jika kalian sedang berada di atas pohon. Suatu saat kalian mungkin akan terpleset karena tidak hati-hati sehingga popularitas yang telah dibangun bertahun-tahun harus kandas dalam hitungan menit.
Layanilah para fans, karena sekali lagi, kalian akan bertemu dengan berbagai macam sifat manusia. Ada yang bawel, ada yang minta yang tidak-tidak, dan seterusnya, dan seterusnya. Fans adalah customer, sedangkan customer adalah raja. Jadi layanilah mereka bak raja karena tanpa fans, kalian tidak ada apa-apanya sehebat apapun bakat yang kalian miliki.
Ucapkan terima kasih, mohon maaf jika memang kalian tidak dapat memenuhi permintaan-permintaanya, dan manjakan mereka dengan event-event yang bermanfaat. Itu saja, tidak ada yang lain.
Berbuat baiklah kepada para fans sehingga ketika kalian melakukan kesalahan fatal pun, mereka tidak akan percaya. Bahasa kasarnya seperti itu.
Pilih sukses atau gagal? Salah. Pilih sukses atau terpuruk? Itu lebih tepat. Karena gagal adalah bagian dari harmoni. Yang membedakan orang sukses dan terpuruk adalah ketika mereka menghadapi kegagalan dalam menuju kesuksesan tersebut. Orang-orang terpuruk langsung menyerah dan mengibarkan bendera putih sementara orang sukses terus menyingkirkan halangan-halangan tersebut dan tetap bangkit setelah terjatuh.
Saya sejujurnya senang main Candy Crush, yang diantara levelnya itu memang didesain sangat sulit. Jika saya gagal menyelesaikan level tersebut, maka saya terus bermain meski diselingi istirahat beberapa waktu hingga ‘semangat’ saya pulih untuk kembali melanjutkan. Akhirnya saya menemukan fitur-fitur baru yang menyenangkan pada level-level berikutnya. Coba jika pada saat itu saya berhenti, saya tidak menemukan hal-hal menyenangkan tersebut.
Bohong, jika ada orang-orang sukses tanpa ada adegan kegagalan dulu. Karena sekalipun ada, popularitas mereka tidak akan bertahan lama disebabkan mereka tidak merasakan ‘penderitaan’ sebelum mencapai mereka yang mana ini adalah suatu hal yang lazim. Mau naik kelas? Ya ujian akhir semester dulu, begitulah kira-kira. Mereka yang langsung naik kelas tanpa ada ujian apapun dikhawatirkan tidak akan menyatu dengan keadaan dan cenderung angkuh.
Kalah sebelum perang, begitu istilahnya. Hadapi dulu. Masalah itu tidak seburuk apa yang dipikirkan. Sekalipun cobaan datang, percayalah, itu beralasan. Tidak semerta-merta cobaan datang dari antah-berantah dan menghantam sang empu dengan membabi-buta. Jangan khawatir, semua itu beralasan. Mengapa saya gagal? Karena memang saya belum menemukan kuncinya. Sesimpel itu, dan memang simpel. Ego dan gengsi kitalah yang membuatnya rumit.
Justru apa yang dapat setelah kita merasa hampir putus asa adalah hal termanis yang dapat kita raih. Cobalah dapatkan momen-momen tersebut.
Tak ada yang menghargai, it’s OK. Saya tidak mengemis penghargaan dari manusia karena saya berkarya karena Allah. Jika Allah telah menghargai karya saya disaat saya dipukul telak oleh banyak orang, saya yakin suatu saat saya akan menjadi yang terbaik di saat orang lain hanya mendapatkan yang biasa-biasa saja. Ditambah lagi, selain dapat manfaat, kitapun akan mendapatkan pahala juga. It’s really relieving, isn’t it?
Memang perlu waktu, karena sabar pun turut memainkan peran di sini. Makanya terus laksanakan kewajiban-kewajibanNya agar Dia semakin dekat dengan kita. Oleh karenanya, jangan lupa untuk mengucapkan basmalah setiap kita akan memulai karya. 🙂
Udah itu ajjah.
—<(Semoga Bermanfaat)>—