Saya membuka rekening baru untuk menyimpan sebagian uang saya karena saya merasa apa yang saya lakukan akhir-akhir ini benar-benar suatu keborosan.
Travel, kuliner, beli ini dan itu baru, serta membelanjakan apa pun semenjak penghasilan saya bertambah. Dengan adanya rekening baru yang saya buat tersebut dan dibekali dengan FinTechnya, saya dapat mengatur keuangan saya di dalamnya.
Kemudian terbesit dari benak saya, bahwa yang saya lakukan dengan aplikasi tersebut adalah selalu top-up dan top-up, yakni selalu menambah saldo setiap beberapa hari sekali. Saya merasa gundah dan tidak nyaman. Apa jangan-jangan ini yang dimaksud dengan menumpuk-numpuk harta?
Setelah saya cari tahu mengenai bagaimana pandangan Islam tentang menabung, setidaknya saya sudah cukup lega dengan apa yang saya lakukan ini.
Rasulullah shallallahu’ alaihi wa sallam bersabda : “Allah akan memberikan rahmat kepada seseorang yang berusaha dari yang baik, membelanjakan uang secara sederhana dan dapat menyisihkan kelebihan untuk menjaga saat dia miskin dan membutuhkannya.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Kemudian saya temukan juga,
“Simpanlah sebagian dari harta kamu untuk kebaikan masa depan kamu, karena itu jauh lebih baik bagimu.” (HR. Bukhari)
Bahkan termaktub sebuah kisah Beliau saw.,
“…Rasulullah saw pernah membeli kurma dari Bani Nadhir dan menyimpannya untuk perbekalan setahun buat keluarga…” (HR Bukhari)
Tapi perlu diingat pula,
“Suatu hari Rasulullah saw. masuk ke dalam rumahku dalam keadaan muka pucat. Saya khawatir jangan-jangan beliau lagi sakit. Saya lalu bertanya: ya Rasulullah, mengapa wajahmu pucat begitu? Apakah Anda sakit?”
Rasulullah saw. menjawab, “Saya pucat begini bukan karena sakit, tetapi karena saya ingat uang tujuh dinar yang kita dapatkan kemarin. Sore ini uang itu masih ada di bawah kasur dan kita belum menginfakkannya.”
Lho, lho… kok ada dua hadits yang membuat perasaan saya campur aduk, jadi bagaimana sebaiknya? Kita harus menabung atau tidak?
Kalian ingin menabung. Untuk apa tujuannya? Ingin membeli rumah kah? Kendaraan pribadi kah? Naik haji kah? Atau tidak memiliki tujuan sama sekali?
Tujuan kita menabung ini penting untuk membedakan kita dari orang yang senang menimbun atau menumpuk harta yang mana perbuatan tersebut sangat dicela dalam Islam.
Para penimbun harta, kebanyakan adalah mereka memiliki gengsi untuk menjadi orang yang terpandang di daerahnya. Sedangkan penabung tidaklah memiliki sifat demikian.
Para penumpuk harta, memiliki kekhawatiran terhadap hartanya jika dibelanjakan, apalagi jika digunakan untuk bersedekah. Sedangkan penabung hanya menabung jika memang kewajiban bersedekahnya sudah ditunaikan.
Para pemupuk harta, tidak akan pernah merasa puas dan cukup. Sedangkan penabung adalah orang yang cukup jika apa yang ditabungnya sudah sesuai target.
Jadi silakan menabung, karena apa yang kalian inginkan seperti rumah, kendaraan, dan naik haji mungkin bukanlah sesuatu yang dapat kalian raih dalam uang gaji kalian dalam sebulan. Daripada memiliki harta dengan melakukan kredit berbunga yang jelas riba, lebih baik menabung dan bersabar akannya. Allah swt. Maha Tahu apa yang kalian butuhkan nanti.
Kembali lagi ke rekening bank konvensional saya yang jelas memiliki bunga positif. Suatu hal yang cukup mengagetkan saya ketika saya membuka kembali aplikasi finansial tersebut pada suatu pagi, saya melihat tabungan saya bertambah dalam jumlah yang cukup signifikan. Setelah saya lihat detail transaksinya, ternyata bank tersebut memiliki bunga tabungan yang cukup besar.
Saya menelan ludah karena saya tahu ini haram. Lho, mengapa haram? Kan ini bukan bunga hutang dan bunga ini positif? Benar, namun jika nanti bank tersebut bankrut, apakah kalian akan merelakan tabungan kalian? Kan tidak. Bahkan kalian menuntut seluruh nilai tabungan kalian yang telah bercampur dengan bunga riba itu dikembalikan tanpa ada satu pun yang kurang dan kalian tidak mau tahu apa yang terjadi apalagi terlibat. Pada posisi ini kalian benar-benar sudah menjadi rentenir bukan?
Lagipula, bunga tabungan bank itu sudah bercampur oleh penghasilan bank yang didapat dari hasil menagih hutang nasabahnya yang jelas bunga pinjamannya juga turut disertakan. Artinya, tabungan kalian sudah memiliki bagian dari ‘kekejaman’ bank konvensional yang menagih hutang nasabah beserta bunganya.
Lalu bagaimana dengan bunga yang saya dapat? Harus saya sedekahkan kah?
“Sesungguhnya Allah baik, dan tidak menerima kecuali yang baik”. (Al-Hadits)
“Sesungguhnya Allah tidak menerima sedekah dari hasil korupsi.” (HR. Muslim)
Lah, terus saya kemanakan?
Setelah saya mengkaji kembali, ternyata memang diperbolehkan mengambil bunga bank asalkan tidak boleh masuk ke kantong pribadi dan ini jelas. Bagaimana pun, bunga tabungan mungkin tadinya adalah uang nasabah yang ‘dizhalimi’ oleh bank karena dia ditagih dengan jumlah lebih dari hutangnya dikarenakan bunga.
Maka, jika memang mampu lebih baik kita cari nasabah yang bersangkutan dan kembalikan uangnya, begitu juga uang dari hasil curian atau korupsi. Jika tidak ketemu, boleh dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat dengan niat sedekah atas nama nasabah yang dizhalimi, atau diberikan begitu saja untuk kepentingan umum dengan tidak mengharapkan pujian atau pahala karena itu memang bukan harta kita. Atau kita juga dapat membiarkan ‘uang haram‘ tersebut mengendap dalam rekening kita tanpa kita sentuh sama sekali.
Saya juga selalu pantau berapa pokok harta saya di rekening saya tersebut, meski pun bisa jadi tingkat kecolongan saya tinggi.
Betul bahwa inflasi kemungkinan besar akan terus terjadi dan bahan-bahan pokok akan terus naik setiap tahunnya. Semua harga berubah mengikuti kestabilan ekonomi pada saat itu, kecuali emas.
Tak heran, karena nilai emas begitu stabil, sebagian orang mulai berbondong-bondong berinvestasi dengan emas karena nilai emas hari ini, akan selalu sama dengan nilai emas di hari-hari berikutnya. Berbeda seperti nilai barang-barang semisal rumah atau kendaraan yang mungkin akan lebih mahal dari tahun ke tahun.
Artinya, emas mengikuti harga kebutuhan. Inilah mengapa mata uang dinar adalah mata uang yang paling mengikuti arus pasar.
Tapi tunggu, jangan sampai terlewat batas. Dikhawatirkan, banyak orang yang terus memprediksi harga emas, di mana mungkin ia akan mendapatkan keuntungan jika dia menarik emas yang menjadi tabungannya ketika harga emas sedang naik sehingga dia dapat memiliki kelebihan uang tanpa pekerjaan yang berarti. Terlebih, hari-hari mereka akan disibukkan memantau harga emas secara terus-menerus di saat mereka dapat melakukan hal lain yang lebih produktif.
Tabunglah rupiah jika memang itu adalah hal terbaik yang dapat kalian lakukan. Inflasi yang terus terjadi, seharusnya kalian dapat memproyeksikannya beberapa tahun ke depan.
Lagipula, jadilah produktif dan bantulah mereka yang malas agar ikut menjadi lebih rajin dan kreatif dengan harapan pendapatan mereka menjadi stabil dan dapat menekan inflasi yang terjadi di negara ini.
Menabunglah. Kalian memiliki cita-cita yang mungkin tidak dapat dengan segera diwujudkan karena faktor biaya yang begitu mahal. Menabunglah, jika harta kalian dibiarkan begitu saja dikhawatirkan akan binasa karena nafsu belanja kalian yang tinggi.
Saya punya tips menabung, selaras dengan quotenya Warren Buffet:
Do not save what is left after spending; instead spend what is left after saving.
(Janganlah menabung apa yang tersisa setelah belanja, tapi belanjakanlah apa yang tersisa setelah menabung)
Tapi, tapi… jangan lupa sebelum menabung agar menyisihkan sebagian dahulu untuk mereka-mereka yang membutuhkan. 🙂
—<(Wallahu A’lam Bishshawaab)>—
Mohon penjelasan ttg fenomena menyimpan uang dlm bentuk emas, mini gold yg sedang marak sekarang. Saya sependapat utk tujuan² tertentu silahkan menabung dgn emas. Namun fenomena yg ada justru nilai bisnis dan jual beli emasnya yg lebih dikedepankan. Nah justru nanti takutnya masuk dlm kelompok org yg menumpuk dan menghitung hitung emas dan perak.
Bapak Salahuddin Lubis, mohon maaf jika untuk memberikan penjelasan, mungkin ilmu saya belum cukup, namun setidaknya saya hanya ingin berbagi saja.
Ada pun mengenai fenomena jual beli emas yang lebih dikedepankan, itu memang sudah menjadi bahasa marketing perusahaan karena mereka pun ingin mendulang keuntungan. Jangankan emas, bahkan kita sering melihat permainan digital di gadget anak-anak di generasi kita, yang terus-menerus merayu pemainnya agar tetap mengumpulkan poin/skor sebanyak-banyaknya padahal itu bukanlah harta, atau apa pun, melainkan hanya sifat manusia yang senang menimbun-nimbun sesuatu yang dirasa menguntungkan.
Kita yang mengerti, lebih baik ikuti jiwa nurani kita karena memang itu adalah salah satu jalan Allah Ta’ala ‘berkomunikasi’ kepada kita. Ingat firmanNya dalam surat AsySyams:
Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. al-Syams [91]: 7-10)
Kemudian perhatikan hadits Rasulullah saw. berikut:
“Wahai Wabishah, mintalah fatwa pada hatimu (3x), karena kebaikan adalah yang membuat tenang jiwa dan hatimu. Dan dosa adalah yang membuat bimbang hatimu dan goncang dadamu. Walaupun engkau meminta fatwa pada orang-orang dan mereka memberimu fatwa” (HR. Ahmad no.17545, Al Albani dalam Shahih At Targhib [1734] mengatakan: “hasan li ghairihi“)
Bapak memiliki takaran yang menjadikan apakah perbuatan Bapak termasuk ke dalam orang yang menumpuk-numpuk harta atau bukan. Atau apakah kegiatan Bapak dapat merugikan waktu Bapak atau tidak. Seperti yang saya telah tuliskan, para penabung merasa cukup jika memang target tabungannya sudah terpenuhi. 🙂
Wallahu A’lam.
Terima kasih.
Afwan kak, klo menabung emas untuk mempersiapkan perang dunia kelak, yg mana uang dolar atau rupiah pun sudah hilang, apakah diperbolehkan?? Apakah itu termasuk menimbun harta?? Mohon penjelasannya..
Jazakumullah khairan
Hai Tsam, sebenarnya tidak ada larangan kamu ingin menabung mata uang apa pun di artikel ini, termasuk emas dan perak. Namun menabung untuk persiapan perang dunia nanti sepertinya masih terlalu jauh (meski hanya Allah Ta’ala saja yang tahu kapannya) dan saya belum menemukan dalil anjuran dan tuntunan untuk itu.
Hartamu adalah untuk hari ini, timbunan emasmu jika kamu tidak pernah memakainya hingga kamu meninggal nanti akan dimintai pertanggungjawaban di alam kubur hingga ke akhirat tentang pemanfaatan dari tabungan emasmu. Siapa tahu nanti anak-cucu kita belum sempat diberitahu akan tabungan emas tersebut saat kamu meninggal? Atau tabungan tersebut tanpa sepengetahuanmu dipakai hura-hura oleh keluargamu nanti? Kita tidak tahu, karena kita hanya mencegah.
Kecuali jika kamu menabung emas untuk keperluan darurat, hal tersebut lain cerita.
Terima kasih.
Wallaahu A’lam.