Banyak yang bilang bahwa rata-rata kaum remaja di masa sekarang dapat menarik perhatian dengan suatu bantuan yang boleh dibilang keren, seperti pakaian, kendaraan dan sejenisnya. Terlebih lagi kebanyakan mereka yang katanya menjadi tumpuan bangsa saat ini lebih menyenangi untuk mengikuti sesuatu yang disebut-sebut sebagai trend masa kini, dengan menuai banyak sekali kilah seperti agar dapat menarik perhatian sang kekasih, agar dapat mencuri pandangan seseorang, atau agar dapat membuat diri serasa lebih tinggi dibandingkan remaja lainnya. Seminimal-minimalnya, mereka tidak ingin dibilang ketinggalan zaman.
Tapi sebenarnya tahukah kita bahwa yang seharusnya menjadi komitmen agar menjadikan seseorang ‘tertarik’ dengan kita adalah dengan sesuatu yang bersifat tahan lama. Tidak salah memang orang yang ingin menarik perhatian seseorang lainnya dengan bantuan sesuatu seperti pakaian, kendaraan mewah, harta berlimpah dan lain-lain, karena itu adalah hak dari setiap orang dan memang ditujukan sebagai perhiasan dunia. Namun jangan lupakan pula ada sesuatu yang memang harus didapatkan agar orang lain tertarik kepada kita dalam kurun waktu yang sangat lama atau setidaknya seumur hidup. Pernah terpikirkankah oleh kita bagaimana?
Sesuatu ada yang di dalam, yang menurut orang lain adalah inner beauty, berasal dari dalam jiwa seseorang, di mana terkandung anugrah di dalamnya. Tidak mengapa seseorang mengembangkan keindahan luar dengan menjaga keindahan di dalamnya. Akhlak adalah salah satunya, ilmu juga termasuk daripadanya.
Salah satu hal untuk mengembangkan hal-hal yang berkaitan dengan keindahan dalam tersebut adalah dengan membuat kita untuk sering berpikir. Berpikir untuk menjadi bijaksana, dan jelas bukan sekedar ikut-ikutan apa kata orang.
Lalu apa hubungannya dengan judul di atas? Berdasarkan pengamatan saya terhadap apa yang sering saya dengar dan keprihatinan dengan orang-orang muda sekarang ini-walaupun saya termasuk dari golongan mereka juga-adalah kerap kali tidak dapat membedakan huruf-huruf alfabetis yang nyata-nyata mereka sudah pelajari bahkan sebelum masuk taman kanak-kanak.
Beberapa dari mereka di mana saya eja huruf “F”, dia merasa kebingungan.
“F” apa? “Fanta” atau “Vespa”?
Atau
“F, garpu” atau “V, Victory”?
Jelas antara prihatin, kesal dan aneh saya pun berkata balik kepadanya,
“Saya katakan ‘eF’ bukan ‘Ve’. Mengapa masih belum dapat membedakan keduanya?”
Saya tidak sedang berkata dengan ejaan internasional seperti B sebagai Bravo, D sebagai Desember dan yang lainnya. Saya hanya ingin dia mengeja dengan huruf-huruf abjad sebagai mana yang dia eja sewaktu di Taman Kanak-Kanak.
Mohon bedakan antara huruf ‘eF’ dengan ‘Ve’, kamu jangan berkata bahwa abjad ke-22 itu dieja dengan ‘Vi’, bahkan beberapa di antara kamu adalah bukan ahli dalam bahasa Inggris. Aksara Indonesia memberitahukan bahwa cara mengeja huruf ‘V’ adalah ‘Ve’ dan bukan ‘Vi’. Mohon maaf, saya tidak ingin membesar-besarkan suatu masalah, namun saya hanya ingin menyampaikan suatu pendapat, bahasa kasarnya, “bagaimana bangsa ini mau maju? Mengeja abjad saja tidak bisa… kebangetan sekali. ”
Lalu apa perbedaan pelafalan di antara keduanya. Jika berbicara masalah logat Inggris dan Spanyol, maka huruf F, pengucapannya adalah seperti meniup dengan menghembuskan angin dari mulut. Sedangkan untuk huruf V, pengucapannya mirip seperti huruf F, namun dengan mulut yang lebih rapat atau seperti pengucapan huruf B dengan mulut yang tidak rapat.
Karena mempelajari hal sekecil ini sangat diperlukan untuk dijadikan ‘bahan’ ketika mereka sudah mulai berpendapat dan berargumen. Mungkin dari diri kita sendiri tidak menyadarinya, namun orang lain mungkin akan menilai secara jeli dari apa yang tersilap dan tersalip dari dalam diri kita.