Wah saya tumben bahas musik? Yah sesekali celoteh nggak jelas dong hahah.
Saya bener-bener suka lagu-lagu lawas, entah dari negeri sendiri atau entah dari negeri orang. Bahkan banyak soundtrack-soundtrack kartun atau anime zaman dulu yang saya masih dengarkan hingga sekarang. Saya juga mengoleksi lagu-lagu Disney dan game-game seperti Mega Man, begitu pun sejenisnya.
Cuma kali ini saya mau bahas yang sebenarnya masih ada kaitannya dengan postingan berikut, dan saya mau lebih menyempitkan pembahasannya ke lagunya yang berjudul Dream World saja.
Sebenarnya lagu Dream World ini tersingkir meski secara penuh perhitungan dari album ABBA yang berjudul Voules-Vouz karena ABBA memang begitu produktif sehingga karyanya selalu melebihi jumlah maksimum yang bisa ditampung dalam satu album pada masanya. Beberapa dari yang tereliminasi, alias lagu-lagu yang tidak dirilis tersebut yang menjadi favorit saya adalah Dream World, Rubber Ball Man, dan Lovelight, mereka semua terpaksa ditendang dari albumnya.
Memang ada apa sih dengan Dream World kok saya bisa sebut sebagai lagu paling kompleks? Ettt, maksud paling kompleks di sini bukan berarti paling enak ya… saya masih memilih lagu Disney Tale As Old As Time ketimbang lagu ini dari segi komposisi nada. Tapi apa maksudnya paling kompleks di sini?
Saya masih belum bosan-bosan mendengarkan lagu ABBA selama hampir satu tahun. Dan Dream World pernah saya dengarkan hampir dua minggu berturut-turut, bahkan hingga ditulisnya artikel ini. Baiklah kakak, akan bahas maksud dari kompleks di sini apaan sih?
Jujur, saya kurang suka intronya yang terlalu bertema karnaval itu. Tapi setidaknya masih diterima untuk menyeimbangkan susunan musiknya. Bagaimana pun lagu ini berjudul “Dream World” jadi intronya masih dapat ‘dimaafkan’ hehe. Mungkin masih ada beberapa orang di luar sana yang menyukai intronya.
Masalahnya, permatanya baru mulai ditemukan setelah intronya. Namun sebelumnya, harap diingat bahwa saya tidak akan membahas liriknya, saya akan bahas nadanya saja dan mungkin kalian akan tahu mengapa saya sebut lagu ini kompleks.
Lagu ini dimulai dengan konflik yang menjanjikan, dari nadanya saja sudah terdengar. Yang jadi nilai plus adalah lagu ini tidak berlama-lama berada di garis konflik, cukup satu bait empat baris, kemudian langsung menuju klimaks/reff/chorus. Dan klimaksnya memiliki modulasi yang cantik dan serviceable. Maksud saya, klimaksnya lagu ini tidak langsung nadanya tinggi dan langsung berapi-api, melainkan seperti sebuah gunung, ada fase mendakinya.
Pengenalan klimaksnya dimulai dari lirik, “Dream world, you’ve been living on a dream world.” dan terus menanjak ke atas.
Kemudian, ABBA benar-benar cerdas dalam memantik emosi pendengarnya saat berada di puncak klimaks/reffnya. Saat berada di lirik “Boy meets girl”, di sinilah saya mendapatkan earworm alias ketagihan yang sulit untuk dihindarkan. ABBA tidak langsung menjadikan fase “Boy meets girl” di awal reff, sehingga telinga saya begitu betah seakan sudah mempersiapkan diri jika lagunya sudah ingin mencapai puncak, dan itu hanya terjadi satu kali setiap reff. Inilah yang saya sebut dengan masterpiece.
Kemudian saat berada di lirik “Doesn’t mean they’re in a dream world”, musiknya sudah langsung turun dari gunung, tidak begitu lama berada di puncak. Saya menilai ini adalah suatu hal yang bagus. Turunannya pun benar-benar halus dan begitu licin sehingga tidak terdengar menggantung serta terburu-buru.
Dan kemudian saat fase antiklimaks “Here I am, there you are, we gonna make it together“, merupakan salah satu antiklimaks dengan nada yang paling menenangkan dari setiap lagu yang pernah saya dengar, ditambah lagi, ABBA mungkin paham bahwa antiklimaksnya yang mereka buat itu memiliki nada yang menyenangkan untuk didengar sehingga antiklimaksnya dibuat dua kali perulangan dengan tambahan nada yang begitu manis sebagai bridge mini di antara dua perulangan pada fase antiklimaks tersebut.
Sebenarnya lagunya selesai sampai sini, namun masih terdapat resolusi lagu di latar belakang, yaitu pada fase lirik, “When you reach out…” mengiringi akhir antiklimaks. Di sini meskipun saya merasa ini hanya sebagai bridge biasa, namun nadanya seperti mengingatkan saya akan sebuah kenangan happy ending dari sebuah kejadian di masa lalu yang bahkan saya tidak pernah mengalaminya, namun seperti dipaksa untuk merasakannya lewat imajinasi.
ABBA sadar bahwa bagian bridge itu begitu cantik sehingga mereka tidak ingin lagunya sia-sia terbuang dari album mereka, mereka benar-benar mencangkoknya di musik mereka yang lain, yang berjudul “Does Your Mother Know”.
Ini menjadi alasan mengapa saya memasang foto di bagian paling awal artikel untuk mendeskripsikan bagaimana lagu ini dan seperti apa suasananya. Benar-benar ‘Dream World’. Sempurna.
Terakhir, lagu ini kembali ditutup dengan sebuah antiklimaks yang tidak lagi diiringi dengan resolusi/bridge yang memang langsung disambung kembali dengan nada yang terdengar saat intro. Hal ini membuat saya seakan-akan sedang menyaksikan drama atau opera yang memiliki upacara pembuka dan penutup, sebelum dan sesudah drama berakhir.
Insipiring. Sebuah komposisi musik yang hari ini saya jarang mendengarkannya dari lagu-lagu modern. Tidak heran kenapa musik-musik zaman dulu lebih melekat di telinga pendengarnya dan sulit dilupakan, dari sinilah muncul istilah “legendaris”.