Pernah sedikit tercetus pertanyaan dari dalam diri saya saat ingin bersedekah ke dalam kotak amal di sebuah masjid yang megah. Saya hanya membatin, “Apakah saya harus menyumbang masjid yang memang sudah megah ini atau mulai melirik fasilitas di sekitarnya?”
Masalahnya, tidak sedikit saat saya bertandang ke sebuah wilayah yang mana kerap saya temui masjid-masjid indah nan megah namun jalanan di sekelilingnya justru seperti tidak begitu layak untuk dilintasi.
Jadi bagaimana? Apakah saya lebih memilih untuk menyumbang masjid atau ikut serta memperbaiki jalan di sekitarnya?
Sebuah hadits yang bersumber langsung dari Rasulullah saw. berbunyi,
“Barangsiapa membangun masjid karena Allah, meski seukuran lubang tempat burung qatha bertelur, maka Allah membangun untuknya rumah di surga.”
(HR Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah)
Dengan ganjaran yang seperti itu, inilah mengapa banyak orang yang termotivasi untuk berpartisipasi dalam membangun rumah-rumah Allah. Tidak mengherankan mengapa saat kita berkenala ke desa-desa, kerap ditemukan masjid-masjid indah di tengah-tengah pemukiman penduduk yang biasa-biasa saja.
Masjid dengan kubah-kubah dan menara-menara yang eksotis, begitu menjulang dan mencolok dari pemandangan apa pun di sekitarnya, membuat kita bertanya, apakah masih perlu untuk membuat masjid ini lebih bagus lagi? Atau apakah tidak lebih baik untuk menyeimbangkan dengan akses di sekitarnya?
Sebenarnya, tidak perlu khawatir dengan sumbangan yang kita berikan kepada masjid selama niatnya murni lillahi ta’ala. Sebab, dengan niat tulus tersebut artinya kita mempercayakan harta kita kepada pengurus masjid untuk dikelola dengan baik, atau setidaknya, tanggung jawab penuh telah berada di tangan bendaharawan masjid.
Masjid yang telah cantik sekali pun perlu biaya-biaya lainnya seperti yang telah kita ketahui meliputi biaya listrik dan air, perawatan, gaji marbot dan upah khatib/imam, atau bahkan untuk penyelenggaraan acara-acara masjid hingga pembagian ta’jil berbuka puasa.
Bukankah semakin indah masjid maka akan semakin menambah kenyamanan jamaah yang datang kepadanya?
Mengingat masjid memiliki peran yang sangat beragam di samping hanya sekedar tempat suci atau rumah ibadah, yakni sebagai pembentuk akhlak umat di sekelilingnya, saya pribadi sebenarnya lebih senang melihat masjid yang sangat transparan mengenai alokasi dana yang telah terkumpul dari jamaah. Mengapa?
Saya pernah menemukan masjid yang begitu rinci menuliskan beragam pengeluaran yang berasal dari pendapatan-pendapatan yang diterima oleh masjid tersebut. Hal ini membuat saya merasa bahwa apa yang saya sedekahkan begitu memiliki dampak yang bermanfaat bagi masjid tersebut.
Di samping itu, transparansi penggunaan dana dapat menumbuhkan kepercayaan bagi setiap orang kepada masjid tersebut dan bahkan jamaah dapat langsung dipersilakan untuk mengoreksi setiap poin-poin pengeluaran yang telah dilakukan oleh setiap pengurus masjid.
Jika memang masjid telah menerapkan hal seperti itu, kita tahu bahwa segenap pengurusnya telah bebas dari segala bentuk tindakan korupsi.
Lalu bagaimana dengan sedekah fasilitas umum yang nyatanya itu adalah bukan bagian dari hal yang ‘terhormat’?
Sebenarnya di samping hadits keutamaan membangun masjid, ada beberapa hadits lain yang secara tidak langsung ‘mendukung’ pembangunan fasilitas umum. Bahkan salah satu dari hadits tersebut telah sering kita dengar. Berikut Beliau saw. bersabda,
“Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.”
(H.R. Bukhari)
Kata yang disorot dalam hadits tersebut adalah “bermanfaat bagi orang lain”. Mengapa kita seperti tidak berpikir berapa banyak orang-orang yang berbahagia dengan akses fasilitas umum yang baik? Lagi, jika diniatkan karena Allah Ta’ala insyaAllah juga akan berpahala.
Bahkan bukan hanya fasilitas yang selama ini kita ketahui pada umumnya seperti jalan, jembatan, toilet umum, lampu jalan, sekolah, rumah sakit, dan sebagainya, di zaman modern ini mendermakan fasilitas internet seperti memasang jaringan wifi publik juga dapat membantu saudara-saudara kita yang memang membutuhkannya untuk hal-hal baik.
Kita tidak perlu terlalu merisaukan jika fasilitas-fasilitas tersebut akan dipakai untuk hal yang bertentangan dengan syariat, cukup pikirkan mereka yang memang ingin menggunakan fasilitas umum dengan sebaik-baiknya. Itu kembali ke individual, kecuali jika kita sedari awal memang sudah tahu jika adanya fasilitas umum di daerah tersebut justru akan membuat mereka jauh dari Allah Ta’ala.
Saya termasuk orang-orang yang memilih-milih jika akan berderma, jika ada yang lebih prioritas maka saya pilih yang itu. Contoh, daripada saya mengisi kotak amal di masjid yang sepertinya sudah sejahtera, saya lebih memilih mendermakan harta saya untuk masjid-masjid pelosok yang hampir roboh.
Tetapi, algoritmanya memang tidak semudah itu. Jika memang seseorang khawatir frekuensi sedekahnya akan turun karena terlalu mencari-cari mana yang lebih berhak untuk diberikan sedekahnya, maka sebaiknya ia bersedekah kepada apa pun yang ia temui, termasuk kepada masjid yang sudah mewah. Kita percayakan pengelolaannya kepada sang pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM).
Orang yang sudah ‘ahli’ dalam bersedekah, dirinya sudah tidak memikirkan lagi kemana hartanya akan pergi selama itu baik. Jika dia berpikir bahwa saat itu bersedekah kepada fasilitas umum jauh lebih mendesak daripada bersedekah ke kotak-kotak amal masjid, maka dia tahu apa yang harus ia lakukan.
Sebelum sampai kepada manajemen, yang lebih penting adalah perihal bagaimana memulainya.
—<(Wallahu A’lam Bishshawab)>—