Please, sebelum kalian membaca cerita lanjutan ini, saya sangat sarankan agar baca cerita sebelumnya di sini. Terima kasih. πTeman saya, Uwi, bercerita bahwa temannya bertemu dan diganggu Kuntilanak. Ia dan teman-temannya diminta untuk menemani dan berujung dengan pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan.
Uwi ingin menginap lagi di rumah temannya yang kemarin, dan memutuskan untuk pergi malam hari. Maka, ia berangkat mungkin pada sekitar jam delapan atau sembilan. Dengan penerangan yang minim dan pemukiman yang masih berjauhan, membuat orang tua melarang anak-anaknya pada zaman dulu agar pulang ke rumah sebelum jam lima sore. Dan setelah itu, hampir setiap orang tidak berani keluar setelah maghrib.
Uwi yang sepertinya tidak takut akan hal-hal yang seperti itu, keluar pada jam-jam tersebut untuk menginap di rumah temannya yang kemarin. Melewati tempat yang kemarin, Uwi mengatasi rasa bosannya dengan meraba setiap tanaman di pinggir jalan sambil berjalan. Dan kali ini dia menemukan sebuah bantal guling bersandar pada sebuah pagar. Uwi yang masih polos berpikir mungkin itu guling warga yang belum diangkat. kebetulan, akhirnya dia mengambil guling tersebut dan membopongnya.
Dia pun kembali jalan ke daerah yang dipenuhi pohon bambu yang tinggi-tinggi hingga batangnya melengkung ke jalan. Dibalik pohon-pohon bambu tersebut adalah pekuburan yang sudah tua. Uwi sama sekali tidak memiliki pencahayaan kecuali dari HP jadulnya di tangan kanannya, sedangkan di tangan kirinya masih membopong bantal guling tersebut.
Gulingnya enteng, namun keras seperti guling Jawa, dan terlihat seperti… berbentuk? Namun itu ia tidak pedulikan, Uwi hanya berjalan menuju tempat temannya. Setelah diperhatikan kembali, masih di tempat yang dipenuhi pohon bambu dan kuburan, Uwi semakin menyadari bahwa bagian ujung guling tersebut memiliki ikatan yang tidak wajar, dan semakin lama bentuknya itu seperti kepala manusia yang diikat.
Uwi semakin bergegas menuju temannya, apa yang ia pegang kini terasa lebih langsing di bagian tengahnya dan terasa tidak rata. Dia seperti sedang membopong seseorang yang sedang terbungkus. Namun dalam pikiran seorang anak kecil, ia hanya ingin bergegas sampai ke rumah temannya itu.
Setelah beberapa lama, akhirnya ia sampai juga ke rumah temannya. Dengan segera diketuk pintu rumahnya.
‘Tok tok’ “Assalamu’alaikum.” Uwi mulai mengucapkan salam.
Bantal guling tersebut tiba-tiba bergetar seperti orang menggigil. Uwi hanya berpikir ia sedang kelelahan membopong guling tersebut.
‘Tok tok’ “Assalamu’alaikum.” Uwi mulai mengucapkan salam kedua kalinya.
Guling tersebut semakin kencang bergetar, Uwi merasa tidak menentu. Apa tangannya yang bergetar dengan parahnya atau…
‘Tok tok’ “Assalamu’alaikum.” Uwi mulai mengucapkan salam ketiga kalinya.
Lampu rumah temannya dinyalakan dan pada akhirnya pintu dibuka. Bantal guling yang di bawa Uwi seperti ada yang menarik dengan sangat keras dari belakang hingga guling tersebut terpental terbang ke belakang. Uwi yang sangat kaget berbalik dan berlari mengejar guling tersebut, namun ternyata sudah menghilang entah kemana.
“Uwi, sedang apa?” Sahut temannya.
“Oh, nggak. Tadi ada yang jatuh…” Sahut Uwi. Malam itu Uwi menginap di rumah temannya.