Puncak Rantai Makanan? Maksudnya kita harus jadi penguasa rimba gituh? Bukan, tentu saja. Puncak Rantai Makanan di sini sebenarnya adalah istilah saya sendiri untuk tips kali ini, sebab saya tidak tahu ingin memberi judul apa yang kira-kira sepadan artinya dengan judul tersebut.
Lalu memang bagaimana awalnya saya bisa terpikirkan memberi judul seperti itu?
Baiklah, kita mulai dengan latar belakang dulu. Namun jangan khawatir, ini bukan tugas akhir atau skripsi jadi latar belakangnya saya jamin tidak akan njlimet.
Begini, hari ini berapa banyak orang yang mengandalkan penghasilan dari pihak ketiga? Dari mulai endorsement, hingga pemasangan iklan.
Contoh paling umumnya adalah kreator konten, yang begitu mengandalkan sponsor dan iklan sebagai ladang utama sumber pencahariannya.
Padahal mungkin, para konten kreator itu sendiri hanyalah sebagai pihak ketiga, hanya menyalurkan atau mempromosikan produk dari pihak pertama (penyedia iklan) kepada pihak kedua (konsumen atau pembaca/penonton).
Yup, seperti yang kalian lihat di situs Anandastoon ini yang bergelimang iklan. Namun jangan khawatir, saya tidak akan memasang iklan di tempat yang mengganggu artikel. Lagipula, saya tidak menjadikan situs web ini sebagai penghasilan utama saya.
Karena konten kreator hanya menjadi pihak ketiga, mereka tidak dapat berbuat banyak jika penghasilan mereka merosot dari pihak penyedia iklan.
Itu latar belakang pertama, kemudian hal lain saya seringkali menemukan banyak orang begitu berlomba-lomba memburu potongan harga atau diskon.
Misalnya, beberapa orang begitu bernafsu untuk ‘berperang’ untuk mendapatkan potongan harga dalam sebuah aplikasi pengantar makanan online, dan mereka sepertinya tidak akan memesan jika tidak sedang tidak tersedia potongan harga.
Bahkan di saat event khusus, banyak orang begitu berambisi untuk mendapatkan diskon yang kuotanya sangat terbatas dan akan menyesal dengan sangat jika tidak mendapatkan diskon tersebut.
Saya sendiri dahulu memang senang menggunakan diskon, namun alhamdulillah tidak terlalu banyak memburu hal-hal seperti itu.
Saya tidak tahu, tetapi saya sepertinya hanya agak prihatin dengan mereka yang begitu berambisi untuk berebut bonus-bonus tersebut, bahkan beberapa hingga rela menyerang satu sama lain.
Orang-orang seperti kehilangan kesadaran mereka di saat-saat singkat itu.
Sejujurnya saya hanya menggunakan potongan harga hanya jika kebetulan sedang tersedia, sebab bonus-bonus tersebut adalah hadiah dari sang produsen. Namun jika sedang tidak ada, tidak masalah jika saya harus membayar penuh.
Mungkin karena saya sudah memiliki anggaran khusus, saya tidak merasa rugi apa pun jika saya tidak mendapatkan potongan harga. Hal ini sudah saya terapkan bahkan dari sebelum saya membangun perusahaan.
Lalu apa kaitannya dengan “Puncak Rantai Makanan”?
Dear, entah mengapa, semenjak saya sudah memiliki anggaran keuangan, saya merasa tidak lagi tertarik untuk memburu materi. Bahkan alhamdulillah saya merasa materi saya cukup dan terkadang sedikit berlebih padahal mungkin pada saat itu penghasilan saya baru menyentuh UMR.
Hari ini saya justru agak miris dengan dua buah fenomena yang telah saya sebutkan di atas, yang nyatanya sedang terjadi saat ini.
Bayangkan saya berdiri di atas bukit, memperhatikan orang-orang ‘kelaparan’ yang berebut sumber makanan hingga menyerang satu sama lain, di tengah kurangnya penyedia pangan.
Di antara orang-orang yang berebut itu juga terdapat beberapa orang yang sebenarnya sudah berkecukupan, namun nyatanya mereka masih ikut merebut dan menjadi buas.
Mengapa hal ini bisa terjadi?
Saya sendiri sudah tidak aneh dengan peristiwa itu.
Jika sifat terlalu bergantung itu sudah menjadi watak seseorang, itu tidak akan dapat hilang secukup apa pun ia.
Kembali kepada konten kreator, dahulu kita sudah sering mendengar iming-iming jika seseorang menjadi Youtuber berupa penghasilan yang besar.
Judul-judul artikel mengenai Youtuber-Youtuber berpenghasilan besar tersebar hampir di seluruh media massa.
Pada akhirnya, orang-orang pun berlomba-lomba menjadi Youtuber dan memonetisasi videonya, demi meraup keuntungan besar yang selalu diberitakan.
Bahkan tidak sedikit saya mendengar kabar bahwa banyak orang-orang yang sudah mendapatkan pekerjaan yang nyaman, duduk manis di bawah naungan pendingin di sebuah lantai pada gedung bertingkat, justru beralih menjadi Youtuber.
Semua dengan ‘bar-bar’nya memburu sumber makanan yang besar itu.
Pada akhirnya sampai ke saat di mana penyedia iklan ‘kewalahan’ dengan fenomena membludaknya para Youtuber baru yang ‘kelaparan’ tersebut, yang tak lama diperparah dengan pandemi yang menyebabkan beberapa penyedia iklan sekarat.
Seakan-akan para Youtuber memburu buah-buahan dari kebun yang pohonnya sudah semakin banyak yang mati, tetapi jumlah para Youtuber justru semakin membludak.
Para blogger pun tidak lepas dari ‘bencana’ seperti ini. Berapa banyak situs web yang begitu membabibuta dalam memasang iklan di situsnya hingga para pengunjung kerepotan untuk menikmati kontennya?
Para blogger tersebut banyak yang sudah tidak peduli lagi dengan pelanggan/pengunjung mereka. Yang mereka buru hanya penghasilan dan penghasilan dari iklan.
Semoga situs Anandastoon masih memasang iklan di tempat yang wajar dan tidak mengganggu.
Saya pernah jelaskan fenomena tersebut di sini.
Fenomena memburu penghasilan ini tidak selesai sampai berlomba-lomba memasang iklan saja. Hari ini bahkan kita mendengar orang-orang mengundi nasib dengan ikut trading hingga cryptocurrency, atau yang lebih baru, NFT.
Meskipun saya adalah orang IT, namun saya tidak tertarik untuk ikut serta untuk terjun langsung ke dalam dunia trading atauΒ menambang bitcoin. Biarlah itu diikuti orang-orang yang ahli atau setidaknya memiliki ketertarikan murni saja yang menerjuni bidang itu, dan bukan orang yang hanya ikut-ikutan hanya demi mengejar duniawi secara membabibuta.
Tidak akan pernah ada habisnya lingkaran setan tersebut. Selama ini, orang-orang yang bernafsu tinggi tidak pernah merasakan akhir yang baik, bahkan cenderung menjadi parasit bagi orang lain dan lingkungan di sekitarnya.
Inilah mengapa, semakin ke sini, saya justru menjadi semakin ingin untuk menjadi salah satu penyedia iklan, atau setidaknya menjadi penyedia diskon atau giveaway.
Untuk giveaway, alhamdulillah saya sudah melakukannya sesekali atau hampir setiap bulan di Instagram khusus untuk para followers saya.
Meski jumlah giveaway yang saya berikan masih sangat sedikit, yakni hanya Rp40-50ribu untuk 3-4 pemenang, namun setidaknya saya menjadi lebih bahagia saat saya berhasil melakukan itu.
Inilah yang saya maksud dengan “puncak rantai makanan”. Seseorang akan menjadi lebih bahagia saat ia menjadi produsen daripada konsumen.
Selama pandemi pun saya tidak ingin menerima bantuan sosial (bansos) apa pun karena saya merasa saya sudah tidak lagi berada di tahap orang yang membutuhkan bantuan sosial tersebut. Saya hanya merasa, banyak orang yang lebih membutuhkan bantuan sosial daripada diri saya.
Hal itu saya sudah terapkan bahkan di saat penghasilan saya masih tidak jauh dari UMR.
Saya pun terkadang memiliki kebutuhan mendesak, namun alhamdulillah semuanya cukup bahkan tidak jarang memiliki sisa.
Saya memiliki anggaran sendiri untuk kebutuhan utama, kebutuhan sekunder, tabungan, untuk keluarga terutama orang tua, dan kebutuhan akhirat. Jika ternyata masih ada sisa, saya anggarkan untuk melakukan giveaway atau kebutuhan sosial.
Saya bahkan tidak ingat kapan terakhir kali saya berlelah-lelah memburu potongan harga.
Sedangkan untuk situs web Anandastoon itu sendiri, jika Google menawarkan saya beberapa peluang untuk mendongkrak penghasilan iklan, tidak ada salahnya saya terapkan.
Para pengunjung dan para pembaca ini menjadi sumber kebahagiaan dan insyaAllah menjadi sumber rezeki sendiri bagi Anandastoon. π€