Tips bahagia kali ini bukan “melihat jauh” yang berarti cara kita memandang sesuatu, melainkan memang kita benar-benar melihat ke tempat yang jauh.
Bagaimana melihat sesuatu yang begitu jauh bisa memperbaiki suasana hati dan menjadi lebih bahagia?
Pernah ada ungkapan “nun jauh di sana” yang terkadang digaung-gaungkan para penikmat sastra. Hal itu bukanlah sekadar frasa yang digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang jauh, melainkan kita lihat bagaimana kompleksnya “sesuatu” yang jauh itu.
Baiklah, awalnya saya malam itu sedang gabut atau begitu bosan, tetapi memang saya tidak ingin melakukan apa pun. Slow living ternyata semelelahkan itu meskipun di hari Minggu.
Akhirnya saya ingat, kalau game Nintendo Switch 2 yang baru, Mario Kart World punya fitur Free Roam. Jadilah saya menonton video di Youtube tentang orang-orang yang melakukan Free Roam alias bebas ke mana pun di dunia open world game Mario Kart yang baru itu.
Bahkan ada orang yang membuat narasi di kegiatan Free Roam itu seolah saya sedang menonton video dokumenter semacam National Geographic.
Yang membuat saya terkesan adalah, saat saya sesekali melihat tempat seperti bangunan unik atau area balap yang ternyata terlihat dari jarak yang begitu jauh.
Maklum, Switch 2 memiliki spesifikasi yang lebih mumpuni daripada pendahulunya.
Namun, coba perhatikan gambar yang saya tangkap berikut dari videonya.
Saya tidak tahu, ada rasa decak kagum saat tempat yang tadinya begitu besar, ternyata terlihat dari kejauhan secara samar dan menjadi begitu mungil.
Sama seperti orang-orang Jakarta yang berhasil melihat gunung dari kejauhan di hari yang cerah. Itu cukup untuk menggoreskan sebuah senyuman di bibir orang-orang yang sudah kelelahan di hari itu.
Atau pernah suatu malam semasa saya SMA, selepas saya shalat isya di masjid di lantai dua, saya terdiam sejenak di tangga masjid sebelum turun, melihat dari jendela ke suatu titik.
Ada sebuah gedung berbentuk unik, dengan cahaya lampunya yang temaram ada di daerah nun jauh di sana yang saya tidak tahu di mana lokasinya, berdiri sendiri tanpa ditemani bangunan lain. Begitu kecil terlihat, begitu tenang di antara atmosfer malam yang damai.
Contoh lain adalah saat para pengunjung Monas yang naik ke area pandangnya, mereka akan terkejut takjub saat berhasil melihat laut hingga kepulauan seribu beserta titik-titik perahunya yang sedang melalang-lintang antarpulau.
Mungkin hal ini pula yang dicari oleh para pendaki gunung di area puncak.
Apa gerangan yang membuat kita senang melihat kepada sesuatu yang jauh?
Ternyata ada bahasan psikologinya.
Menurut Andrew Huberman, seorang ahli saraf di Stanford, “penglihatan panorama” dikaitkan dengan ketenangan dan pengurangan stres.
– Psychology Today
Melihat sesuatu yang jauh adalah kebalikan dari melihat sesuatu secara fokus yang melelahkan dan seringkali membuat stres seperti tuntutan pekerjaan yang kita lakukan selama lima atau enam hari seminggu.
Mata yang sehat memerlukan cakrawala untuk dipandang.
Untuk kaum 90-an, dahulu saat kita bermain permainan di Nintendo, Sega, atau Playstation 1 yang grafiknya masih begitu berpiksel atau kotak-kotak, segala sesuatunya terlihat begitu imajinatif.
Dulu saya pernah membuat fan game dari game Nintendo jadul. Kami memiliki komunitas kecil dan salah satu anggota dari Norwegia memberitahu saya sesuatu yang sangat cantik. Dia bilang,
“Saya merasa hari ini orang-orang terlalu fokus pada kualitas tinggi dan realisme, dan melupakan imajinasi. Saya menganggapnya seperti buku. Buku-buku tidak memiliki gambar sama sekali namun tetap, buku-buku seakan menjadi hidup melalui imajinasi kita. Saya pikir game bisa bekerja dengan cara yang sama.”
Ia lanjutkan,
“Untuk game klasik, ketika sesuatu hanya digambarkan dengan piksel dan tidak jelas, kami menggunakan imajinasi untuk mengisi detail.”
Salah satu teknik healing adalah dengan escapism, yakni keluar dari dunia nyata dan bersantai sejenak di dunia kecil yang kita ciptakan di pikiran sendiri.
Anak-anak begitu minim rasa stres karena pikiran mereka penuh dengan imajinasi dari apa yang mereka lihat. Sayangnya seiring dewasa seseorang, kemampuan imajinasinya semakin berkurang.
Sejalan dengan psikolog yang saya pernah berbicang dengannya, bahwa manusia mencapai kematangan pertumbuhan otaknya, terutama bagian frontal lobe di akhir usia 20, membuatnya lebih terpusat kepada dunia nyata. Tidak heran mengapa transisi ke usia 30 terasa begitu menyeramkan bagi sebagian orang.
Kembali kepada teknik melihat jauh yang menjadi bahasan kali ini.
Kemampuan berfantasi atau berimajinasi sebenarnya menjadi kebutuhan tersier yang hampir tidak pernah kita sadari. Untuk kebutuhan fantasi itu sendiri pernah saya bahas di tips bahagia yang lalu-lalu.
Saat kita melihat sesuatu yang jauh, yang begitu kecil dan menyendiri di antara agungnya kaki langit, otomatis pikiran kita menjadi teralihkan kepada sesuatu yang lain.
Kita menjadi bertanya-tanya, entah “kok bisa?” atau “bagaimana kalau saya ada di sana?” beserta pertanyaan lain yang menumbuhkan kebun keingintahuan kita. Dari sanalah secara tidak langsung kita mendapatkan rangsangan untuk berimajinasi.
Apalagi sesuatu yang jauh tersebut kebanyakannya tidak memiliki bentuk yang jelas, mengundang kita untuk bertanya-tanya bahkan secara “terpaksa” menggunakan imajinasi kita untuk memperjelas sesuatu itu.
Imajinasi adalah bentuk rasa rileks, rasa santai sejenak di tengah badai masalah yang mungkin kita sedang lalui pada hari itu.
Saat kita berhasil berimajinasi di dunia kecil dalam pikiran kita, terasa seperti menemukan oase di tengah padang gurun yang menyiksa dan minim harapan.
Kemampuan berimajinasi itulah yang membuat pikiran kita menjadi lebih santai, bahkan menjadi lebih jernih. Pikiran yang lebih jernih bisa mengundang berbagai ide atau inspirasi untuk masuk.
Perasaan bisa menjadi tenang setelah berimajinasi karena badai ketidakpastian dan kecemasan telah mereda, teralihkan kepada sesuatu yang tengah sibuk kita terjun ke dalam alam bawah sadar menyenangkan yang kita ciptakan sendiri.
Belum lama ini, saya bersama tim saya pergi ke sebuah air terjun di kaki Gunung Salak di hari yang cerah, kami sempat beristirahat di tengah pendakian kecil.
Ketika tengah istirahat, kami menemukan sesuatu.
Gedung-gedung di Jakarta ternyata terlihat secara samar dari kejauhan. Begitu kecil nan berkelompok, mencuat bak jarum-jarum kecil dari permukaan bumi. Kami semua takjub dan ada rasa bahagia saat bisa berhasil menemukan pemandangan itu.
Inilah yang juga sering dilakukan oleh para pegiat seni, berpetualang ke tempat jauh untuk mendulang inspirasi.
Sesuatu yang tidak jelas di kejauhan bisa mereka olah menjadi kata-kata yang puitis dan indah, atau menjadi alunan nada yang membuat pendengarnya berimajinasi secara liar, atau menjadi gambar yang begitu anggun dan penuh misteri.
Contoh hasilnya bisa kita saksikan jelas, bagaimana seorang seniman dewasa menciptakan lagu yang berjudul, “Bintang Kecil”. Kita tahu kalau bintang sebenarnya berukuran besar, terlihat kecil karena memang faktor jarak yang sangat jauh.
Meskipun lagu tersebut ditujukan untuk anak kecil, tetapi hasil olahan dari sesuatu yang jauh itu bisa kita rasakan terutama pada bagian terakhirnya. “Aku ingin terbang dan menari, jauh tinggi ke tempat kau berada.”
Ada fase di mana otak kita beristirahat dalam menikmati karya-karya seni tersebut walaupun hanya sekilas.
Terkhusus orang-orang dewasa mengalami fase-fase yang begitu menantang di dunia nyata yang sedang mereka hadapi. Berbagai badai masalah kehidupan bisa menyebabkan overthinking, kecemasan atau anxiety, dan bahkan hingga depresi.
Melihat sesuatu yang jauh bisa sedikit meringankan penderitaan itu meski tidak bisa menghapusnya selagi sumbernya masih ada. Tetapi saat kita berpikir dengan cara berpikir anak-anak, maka itu sangat membantu dalam mengalihkan problematika yang sedang kita alami, membuat kita lebih fokus menyelesaikan tugas-tugas harian kita.
Orang-orang yang sedang dilanda masalah pelik hingga susah tidur, mengalihkan sejenak ke area fantasi bisa menenangkan pikiran yang bisa mempercepat kita terlelap.