Sebuah problematika lintas agama yang sepertinya tak pernah kunjung usai. Bolehkah seorang muslim mengucapkan selamat hari rayanya agama lain?
Berhubung saya menuliskan ini tepat sehari sebelum tanggal 25 Desember atau lebih dikenal dengan hari rayanya umat kristiani, maka pembahasan kali ini saya batasi hanya dalam lingkup natal saja.
Mendasar dari istilah toleransi, bahkan muslim pun dipaksa agar mengucapkan selamat hari raya Natal oleh kaum muslimin itu sendiri, yang mana mereka juga merasa hal tersebut adalah bagian dari rasa toleransi antar umat beragama. Jadi bagaimana jika seorang muslim mengucapkan selamat hari raya Natal? Apakah diperbolehkan syariat?
Sejarah yang telah mengonfirmasi, bahwa agama samawi memang saling memiliki kaitan. Tentu saja dalam hal ini adalah Yahudi, Nashrani, dan Islam. Mereka memiliki akar yang sama, sejarah yang sama, dan bahkan nabi-nabi mereka juga dikenal oleh satu sama lain, meski kadang berbeda bahasa, seperti Nabi Ibrahim as. menjadi Abraham, Nabi Yusuf as. menjadi Josef, Nabi Musa as. menjadi Moses, Nabi Isa as. menjadi Jesus, dan seterusnya.
Berdasarkan kronologinya, Yahudilah yang lebih dahulu muncul ke permukaan sebelum Nashrani dan Islam, yaitu sejak zaman Nabi Musa as. dikenal dengan kaum Bani Israil yang kemudian kini lebih dikenal dengan Israel.
Kemudian Nashrani dari Nabi Isa as. yang pastinya sudah mengenal Nabi Musa as. dan telah disempurnakan ajarannya dari Taurat ke Injil. Barulah Islam datang di zaman Nabi Muhammad saw. yang tentu saja mengenal Nabi Musa dan Isa as., dan telah disempurnakan ajaran Taurat serta Injil di dalam AlQuran.
Sehingga, ketiga agama tersebut memiliki Tuhan yang sama. Yaitu Allah swt., atau kaum Yahudi menyebutnya Elohim, dan Kristian menyebutnya dengan Allah (Bapa).
Kemudian apa kaitannya dengan pengucapan hari raya Natal oleh muslim?
Jika saya membahas masalah asal usul pohon natal adalah pohon cemara padahal Nabi Isa dilahirkan di Jazirah Arab dan asal usul mengapa Natal jatuh pada tanggal 25 desember padahal awal tahun Masehi jatuh pada 1 Januari, maka bahasannya akan cukup keluar dari batasan masalah.
Pada dasarnya QS. AdzDzaariyat:56 telah menyebutkan bahwa setiap manusia bahkan jin diciptakan oleh Tuhannya pasti untuk mengabdi kepadaNya. Hal ini tentu sangat masuk akal dan memang benarlah demikian.
Karena jangankan Tuhan, manusia pun ketika membuat suatu karya ‘hidup’ seperti robot, pasti ingin robot tersebut ‘tunduk’ kepada si pencipta. Nah ini Tuhan! Dan Tuhan Mampu menciptakan manusia yang begitu hebatnya hanya dari setetes air yang hina (mani).
Maka Allah swt. cukup memperkenalkan diriNya hanya dalam 4 ayat. Iya, surat pendek yang sering dibaca oleh imam di masjid saat shalat atau kalian yang sedang dikejar banyak urusan ketika shalat. Hanya 4 ayat, namun sudah senilai 1/3 alQuran.
1. Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan
4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan DiaQS. AlIkhlash
Perhatikan huruf yang dicetak tebal, “Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan“. Dan kalimat tersebut ada di dalam 4 ayat yang menjadi base setiap muslim dalam mengenal Tuhannya sendiri.
Bagaimana mengenai dalil yang lain? Berikut saya lampirkan beberapa:
Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: “(Tuhan itu) tiga”, berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara.
QS. AnNisa:171
Kemudian,
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.
QS. AlMaidah:73
Lalu,
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: “Hai ‘Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah ?”. ‘Isa menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib”.
Saya juga pernah membaca sebuah hadits, mohon maaf saya lupa bagaimana tekstualnya, namun kira-kira maksudnya adalah, di dunia ini yang paling sabar adalah Allah swt. Dia difitnah memiliki anak namun masih tetap memberikan rezeki kepada mereka (bagi pembaca yang pernah tahu tekstualnya agar menginformasikan kepada saya).
Natal, memiliki sinonim dengan birth, yaitu kelahiran. Kelahiran siapa lagi jika bukan yang kaum Kristiani sebut sebagai Yesus atau anak tuhan? Sehingga pengucapan Selamat Hari Natal dapat diartikan sebagai selamat atas hari kelahiran anak tuhan.
Inilah yang mendasari mengapa banyak ulama yang mengharamkan pengucapan selamat akan hal tersebut. Allah swt. sudah sangat tegas menyebutkan bahwa Dia tidak ingin diriNya disebut memiliki anak atau diperanakkan, nah, muslim yang katanya berakidah apa justru tega ‘menyakiti’ Tuhannya dengan mengucapkan selamat tersebut?
Islam adalah agama yang super kompleks, dan tidak bertentangan dari ajaran-ajaran agama samawi sebelumnya kecuali dalam hal-hal yang disempurnakan. Karena kitab-kitab tersebut yang sudah disebutkan sebelumnya, berasal dari Tuhan yang sama, Tuhan dari seluruh umat manusia, apapun suku dan agamanya, Tuhan yang Esa. Jadi jangan mengajari Tuhan untuk urusan toleransi.
Muslim memiliki tauladan yang baik. Rasulullah Muhammad saw. juga bersosialisasi dengan kaum Kristian dan Yahudi, termasuk di dalamnya ada kegiatan-kegiatan transaksi (bermuamalat). Bahkan Beliau senantiasa mewanti-wanti umatnya agar melindungi setiap kafir yang berstatus Dzimmi (kafir yang dilindungi dan membayar pajak) sebagaimana sabda Beliau saw.:
“Barang Siapa Menyakiti Kafir Dzimmi, Maka Aku (Rasulullah) Akan Menjadi Lawannya di Hari Kiamat” (HR. Muslim).
“Barang Siapa Membunuh Seorang Kafir Dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Cukup muslim menjaga dan menjamin suasana yang aman ketika mereka beribadah, karena hal itu sudah lebih baik dari hanya sekedar toleransi-toleransi yang digadang-gadangkan oleh orang-orang yang minim pengetahuan. Hanya saja muslim tidak perlu mengucapkan selamat atas hari raya mereka apalagi sampai ikut-ikutan.
Bayangkan jika orang yang kita kasihi difitnah namun kita justru mengucapkan selamat kepada orang yang memfitnahnya. Allah swt. pasti sangat tidak ingin dikatakan bahwa Dia memiliki anak atau diperanakkan, mengapa kita justru mengucapkan selamat atas hari lahir anak tuhan?
Saya muslim, memiliki banyak teman-teman non-muslim. Namun saya tidak mengucapkan selamat hari raya apapun kepada mereka, dan mereka alhamdulillah mengerti. Namun saya juga tidak melarang ketika mereka mengucapkan “Selamat Idul Fitri/Adha” karena hal tersebut juga tidak elok.
Jadi, membuat mereka merasa aman sudah termasuk toleransi. Mereka dapat membangun rumah ibadah dengan lancar juga termasuk toleransi. Bandingkan dengan kebanyakan negara atau daerah yang muslimnya minoritas di mana mereka mendapat tantangan yang luar biasa ketika ingin membangun masjid.
Memang benar, ada beberapa ulama yang memperbolehkan untuk mengucapkan selamat hari raya Natal seperti Syaikh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, tetapi beliau adalah seorang ulama besar yang tidak pantas untuk kita kritik atas fatwa beliau yang dapat dikatakan kontroversial. Mungkin yang namanya manusia, fatwa yang ‘salah’ kadang sesekali muncul ke permukaan, sehebat apapun ilmunya. Namun:
Dari ‘Amru bin Al-‘Aash radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila seorang hakim menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan benar, baginya dua pahala. Dan apabila ia menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan keliru, baginya satu pahala.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari 13/268 dan Muslim no. 1716)
InsyaAllah ijtihad beliau yang jika memang salah, masih mendapat satu pahala. Maka sungguh tidak beretika dan tidak memiliki sopan santun orang-orang yang menuduh sesat ulama-ulama yang dinilai kontroversial. Karena tidak boleh sembarang orang yang dapat berfatwa, cabang ilmu yang dikuasainya pun pastinya sangat tidak sedikit.
Saya pribadi mengambil fatwa yang mengharamkan. Jadi saya tidak mengucapkan selamat hari Natal kepada teman-teman saya yang Kristiani, dan mereka mau mengerti. Cukup membuat dan membiarkan mereka bahagia di hari rayanya, karena mereka juga sama-sama makhluk ciptaan Allah swt.
Saya tidak mengucapkan selamat atas hari kelahiran anak tuhan karena saya insyaAllah paham bahwa Tuhan saya sangat tidak ingin disebut bahwa Dia memiliki anak. Secara, Nashrani dan Islam memiliki sejarah yang sama. Dan lagi, jikalau hal itu baik, pastilah Rasulullah saw., yang terlebih dahulu melakukannya.
Mari bertoleransi ~
Ini, ada senyuman: 🙂
—<(Wallaahu A’lam Bishshawaab)>—