Derajat Kehidupan

Bagian sebelumnya…

Kita melihat bagaimana beberapa orang yang kita anggap sebagai orang baik mendapat ujian bertubi-tubi. Padahal mereka adalah termasuk orang yang salih, dermawan, dan peduli dengan orang lain.

Namun di saat yang sama, ada orang yang kita lihat bukanlah orang yang baik, cenderung berleha-leha dan tertawa sepanjang waktu.

Sebelum sebagian dari kita mempertanyakan keadilan Allah Ta’ala, kali ini sebagai lanjutan dari poin sebelumnya, alasan Allah Ta’ala menguji hambaNya yang salih adalah:


Penentu derajat kehidupan

Ada pertanyaan, “Kenapa orang baik selalu menderita?”

Saya tidak akan menyanggah pertanyaan tersebut, sebab memang orang yang baik kelihatannya seakan selalu menderita.

Bahkan orang yang derajatnya paling tinggi sekali pun, seperti Nabi dan Rasul, mereka ternyata jauh lebih menderita jika kita bandingkan dengan sisanya. Padahal Nabi dan Rasul adalah salah satu dari golongan orang-orang yang paling dekat dengan Allah Ta’ala.

Dan padahal, sebagai orang-orang pilihan Allah, seharusnya mereka adalah orang-orang yang paling bebas dari ujian Allah. Namun nyatanya tidak demikian.

Seperti Nabi Ayyub a.s. yang Allah uji dengan kekurangan harta dan kehilangan keluarganya, serta menderita penyakit menahun. Begitu pula dengan para nabi lainnya.

Rasulullah Muhammad saw., beliau pernah bersabda,

β€œManusia yang paling dashyat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang-orang serupa lalu orang-orang yang serupa. Seseorang itu diuji menurut ukuran agamanya. Jika agamanya kuat, maka cobaannya pun dashyat. Dan jika agamanya lemah, maka ia diuji menurut agamanya.”
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Bagaimana ujian hidup, berupa kesukaran dan duka yang mendalam menjadi pengaruh bagi derajat atau level kehidupan seseorang?


Sebuah analogi

Orang yang bermain video game, biasanya akan menemui berbagai level. Semakin tinggi level, semakin tinggi pula tantangannya, dan kita sudah tahu itu.

Menariknya, para pemain baik yang di level pertama atau pun di level tertinggi, mereka sama-sama mengeluh mengenai sulitnya level tersebut.

Namun siapa pemain yang akan lebih mendapatkan rasa kagum dari orang lain? Pemain yang berada di level tertinggi, pastinya.

Keluhan staf dengan keluhan manajer pastinya berbeda. Meski sama-sama mengeluh, umumnya para staf tetap tidak akan sanggup jika mereka mendapatkan tantangan para manajer.

Dan memang secara manusiawi, kita akan lebih hormat kepada teman kita yang jabatannya sebagai manajer daripada yang ‘hanya’ sebagai staf. Manajer pun mendapatkan penghasilan yang lebih baik daripada staf.

Para staf yang bercita-cita menjadi seorang manajer, pastinya tidak bisa semerta-merta mendapatkan posisi manajer karena taruhannya adalah jalannya perusahaan. Artinya, ia harus mendapatkan pra-tes apakah ia layak menjadi seorang manajer atau tidak.

Hanya bermodal pengetahuan saja tidak cukup karena keadaan lapangan seringkali jauh berbeda daripada sekadar teori.

Ujian hidup kurang lebih seperti itu, dan Allah Ta’ala sendiri yang berfirman langsung dalam AlQuran,

…Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain…
(QS. Muhammad: 4)

Waktu itu, Allah Ta’ala bisa saja memenangkan umat Islam tanpa harus lewat peperangan, namun ternyata syariat perang tetap harus ditegakkan.

Hal ini kembali kepada sunnatullah yang telah saya singgung di bagian pertama.

Dengan adanya ujian, yang jika insyaAllah kita berhasil melaluinya, kita sendiri yang akan mendapatkan hikmahnya. Seperti ibadah yang semakin rajin, hati yang lebih peka dan lembut, serta pikiran yang lebih cerdas dan terbuka.

Saat kita menjadi lebih bijak, orang lain akan lebih segan kepada kita, yang mana dengan itu insyaAllah menjadi suatu tanda bahwa derajat kehidupan kita telah Allah Ta’ala angkat beberapa level.

Sedangkan orang-orang yang kita anggap bukanlah orang baik dan selalu tertawa-tawa, lambat laun mereka akan mendapatkan imbalannya berupa teguran keras dari Allah Ta’ala, yang mungkin akan jauh lebih pedih dan menyakitkan. Di saat yang sama, insyaAllah kita selamat dari itu dengan penghidupan di dunia yang lebih baik lagi.

Saya sendiri telah merasakan, bahwa zikir dari orang yang pernah mendapatkan ujian biasanya akan lebih khusyuk/khidmat daripada orang yang belum pernah mendapatkan ujian, dalam konteks bacaan zikir yang sama.

Kita mungkin pernah meminta atau berharap kepada Allah Ta’ala tentang penghidupan yang lebih baik lagi. Entah berupa kelebihan harta, jabatan, atau sekadar lirikan perhatian dari orang lain.

Maka dari itulah mungkin ujian dari Allah Ta’ala menjadi sebuah jawaban dari keinginan kita tersebut. Bisa jadi setelah kita mendapatkan ujian, kita lebih siap dalam menerima apa yang selama ini kita idam-idamkan, insyaAllah.

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
πŸ€— Selesai! πŸ€—
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Kenapa Manusia Diuji (1/5): Sebagai Pembuktian

    Berikutnya
    Kenapa Manusia Diuji (3/5): Cinta Allah


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. πŸ˜‰

    Kembali
    Ke Atas