Saya pernah melihat sebuah postingan kata bijak di Facebook yang bertuliskan, “Jangan sampai engkau menyesal karena engkau hanya membanggakan anakmu dengan prestasi duniawi dan mengabaikan ilmu-ilmu akhirat.“
Itu merupakan sebuah kata bijak yang bagus tentu saja, namun saya menjadi teringat beberapa kali saya pernah ‘berdebat’ dengan orang-orang yang menganggap ilmu dunia tidak penting. Bahkan banyak sekali orang yang begitu meremehkan ilmu dunia dan mengagung-agungkan ilmu akhirat, padahal pengetahuan fikih dasarnya saja masih terbata-bata.
Ditambah, ada hadits dari Nabi saw. yang berbunyi,
“Sesungguhnya Allah Ta’ala membenci orang yang pandai dalam urusan dunia namun bodoh dalam perkara akhirat”. (HR. Al-Hakim, disahihkan oleh al-Albani)
Jadi maskudnya bagaimana? Perlukah kita menuntut ilmu dunia? Perlukah kita menuntut ilmu matematika, fisika, ekonomi, komputer, hingga bahasa?
Di sini saya ingin merangkum lima alasan mengapa menuntut ilmu dunia itu penting, meskipun tidak sepenting ilmu akhirat.
Beberapa ulama menegaskan bahwa ada cabang-cabang ilmu dunia yang sifatnya bahkan sudah mencapai Fardhu Kifayah, atau wajib pada suatu wilayah. Seperti ilmu kimia dan biologi (kedokteran), yang tentunya sang ahli akan menebarkan banyak manfaat bagi umat.
Bukankah ada hadits Rasulullah yang bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain.” (HR ath-Thabari)?
Hampir setiap cabang ilmu dunia memiliki tujuan dan lingkup manfaatnya sendiri jika dipelajari. Bukankah manfaat dari barang elektronik sangat terasa untuk menjadikan aktivitas sehari-hari kita menjadi lebih mudah dan efisien? Itu semua termasuk lingkup ilmu dunia atau sains.
Meskipun rezeki Allah Ta’ala yang mengatur, namun sesuai sunnahNya pula kita akan diganjar sesuai dengan apa yang kita usahakan. Seorang sarjana akan berpeluang mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tidak sekolah sama sekali.
Atau mereka yang menguasai cabang ilmu dunia tertentu sungguh memiliki kesempatan untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi di perusahaan dan tentunya itu adalah salah satu karunia dari karunia-karunia Allah Ta’ala.
Berapa banyak kita temukan orang-orang yang hanya nongkrong di pinggir-pinggir jalan, mereka tidak membahas apa pun kecuali ghibah. Bahkan di antara mereka ada yang disibukkan dengan mendengarkan dan terhanyut oleh musik-musik atau hiburan yang menjerumuskan hingga lupa kewajiban mereka atau bahkan mematikan hati mereka.
Namun jangan dapatkan saya salah sebelumnya, saya menyenangi mendengarkan musik yang hanya menjadi moodbooster saya agar pekerjaan duniawi saya selesai dengan lebih cepat dan baik. Tentu saja, menuntut ilmu dunia akan berpeluang memanfaatkan kekosongan waktu seefisien mungkin.
Semoga kesibukan positif yang didapat dari hasil menuntut ilmu dunia dapat mencegah dari perbuatan-perbuatan yang dilarang syariat, yang biasanya terjadi di saat orang-orang hanya berpangku tangan, melamun.
Sekali lagi tetap, kesibukan duniawi seharusnya tidak membuat seorang mukmin lalai dari kewajiban utamanya atas Tuhannya.
Miris rasanya jika negara-negara yang mayoritas muslim seakan banyak yang terbelakang dan sarat perang saudara. Yang diperangi bahkan masih satu agama, sedangkan negara-negara kafir/non-muslim tentu saja tidak ingin tahu apa duduk perkaranya.
Bahkan seringkali saya mendengar laporan dari non-muslim bahwa pekerja muslim banyak yang hanya menjadi staf terendah dan seringkali mencuri-curi waktu kerja dengan alasan shalat yang sebenarnya hanya terjadi saat waktu makan siang (zuhur) dan waktu coffeebreak (ashar) saja.
Dengan mendalami ilmu dunia setidaknya kita dapat menunjukkan bahwa muslim pun dapat bersaing atau bersinergi dengan para non-muslim seperti apa yang dilakukan oleh ilmuwan-ilmuwan muslim zaman dulu yang mana ilmu dan dasar teorinya masih dipakai hingga sekarang.
Bukankan ilmu dunia dapat digunakan menjadi ‘senjata’ para muslim untuk mengubah pandangan non-muslim ke arah yang lebih baik?
Dan yang terakhir, dengan mempelajari ilmu geografi dan astronomi, kita lebih memahami bahwa ciptaan Allah itu sangat luas dan tidak bertentangan dengan yang Ia firmankan dalam Al-Quran.
Kita belajar biologi dan fisika, hingga yang paling terkecil yaitu teori seputar warna dan cahaya, membuat kita merasa lebih jauh berkenalan dengan ciptaan-ciptaan Allah yang selama ini kita tidak sadari. Jadi bukan sekedar kagum dengan ukiran lafal Allah di alam yang kemungkinan hanya cocoklogi atau editan perangkat lunak semata.
Menuntut ilmu dunia bisa jadi bernilai ibadah di sisi Allah Ta’ala dan mendapat pahala dariNya jika diniatkan untuk ibadah dan menebar kebaikan kepada umat. Tidak perlu seluruh ilmu dunia kita pelajari, cukup kita pelajari sesuai hobi saja karena satu cabang ilmu dunia tidak akan habis dipelajari dalam waktu singkat.
Selebihnya, kita bisa fokus mempelajari ilmu fikih.
—<(Wallaahu A’lam Bishshawaab)>—