Menghindari gratisan? Maksud loh?! Siapa yang tidak ingin sesuatu yang gratis? Apakah judulnya clickbait?
Dear, santai… yang saya tulis adalah “menghindari gratisan” bukan “menolak gratisan”. Setiap manusia pastinya senang mendapatkan yang cuma-cuma.
Bahkan pemberian yang kita terima secara gratis itu dapat disebut dengan hadiah. Bukankah menolak hadiah itu adalah perbuatan yang kurang bijaksana? Saya sendiri pun sangat senang jika menerima hadiah, apalagi jika hadiahnya adalah barang favorit saya.
Tetapi yang saya bahas kali ini adalah fenomena pemburuan yang cuma-cuma, yang tentu saja memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat kebahagiaan dari seseorang. Bagaimana bisa?
Saya pernah melihat, bahkan bukan hanya sekali atau dua kali, sebuah toko yang memberikan beberapa barangnya dengan harga yang sangat murah hingga cuma-cuma, diiringi dengan antrian yang sangat membludak hingga tak jarang terjadi sebuah insiden.
Semua itu terjadi baik di dunia nyata atau jagat maya.
Peristiwa berebut barang murah hingga gratis sepertinya telah menjadi hal yang lumrah di negeri ini. Setiap orang berusaha sikut-sikutan, melanggar setiap peraturan yang telah ditetapkan demi mendapatkan barang tersebut.
Padahal perlu diketahui, perilaku memburu gratisan ini dapat mengakibatkan kecanduan atau adiktif.
Sifat adiktif inilah yang menjadi sebab mengapa banyak orang yang sebenarnya sudah mampu, tetapi masih tetap mengantri untuk mendapatkan bahan pangan yang seharusnya ditujukan untuk orang yang tidak mampu.
Saya sendiri sudah tidak lagi begitu bernafsu untuk memburu barang gratisan, berbeda dengan saya dulu yang memang sedang bertahan di awal saya membangun perusahaan.
Saya hanya mencari barang gratisan jika memang sedang terpaksa, selebihnya saya hanya menghindari hal itu. Saya hanya ingin membuktikan kepada diri saya sendiri bahwa saya mampu untuk mengeluarkan uang dan membeli.
Kecuali apabila saya memiliki promo dan kupon yang memang sedang tersedia, tidak masalah saya pakai. Sebab jika tidak saya pakai promo atau kupon tersebut, mereka akan menjadi mubazir.
Jika saya sedang bertemu flash sale dan menjumpai barang yang saya inginkan, saya lebih memilih untuk membelinya. Namun jika saya ternyata tidak dapat, maka saya tidak bersedih atau menyesal. Atau saya tidak menghabiskan waktu saya untuk memburu flash sale tersebut.
Lagipula, terkadang sesuatu yang gratis dapat menjadi penyebab munculnya suatu bencana yang mungkin belum pernah dilihat oleh manusia sebelumnya.
Contohnya, andaikata listrik itu gratis, maka saya yakin yang terjadi adalah banyak orang yang secara sembrono membuang-buang energi listrik.
Energi panas yang secara berlebihan terlepas dari barang-barang elektronik akan terperangkap dalam atmosfir dan menyebabkan bencana iklim. Banjir rob dan puting beliung akan terjadi di mana-mana, belum lagi gelombang panas yang akan lebih sering terjadi, mengakibatkan banyak tumbuhan yang tidak lagi dapat bertahan hidup, dan sebagainya.
Atau jika mendapatkan uang dapat dilakukan dengan cara yang sangat mudah, maka kebanyakan orang akan menjadi malas dan tidak bermanfaat bagi lingkungan sekitar mereka. Pada akhirnya, tingkat produktivitas manusia menurun dan barang-barang akan menjadi langka sebab setiap orang sudah tidak ingin lagi berusaha.
Orang yang begitu memburu gratisan akan terus haus dengan aktivitasnya itu dan dalam kasus yang paling parah dapat menyebabkan hilangnya akal sehat demi mendapatkan itu semua.
Jika sudah terjadi hal yang demikian, manusia akan kehilangan wibawa dan harga dirinya. Seluruh gengsinya akan digadaikan kepada hal-hal gratisan tersebut.
Dampaknya, banyak manusia yang menjadi tidak jujur kepada diri mereka sendiri.
Nafsu yang besar untuk memburu barang gratis juga dapat meningkatkan peluang untuk merusak harga pasar. Misalnya, jika sebuah barang mewah sudah diobral dan diperebutkan banyak orang sebab harganya yang sedang diturunkan, maka nilai barang tersebut akan jatuh dan hancur.
Selain itu, terlalu bernafsu untuk memburu gratisan dapat menyebabkan orang yang ingin berniat untuk berbagi menjadi menahan aksi mereka tersebut, karena mereka khawatir ‘giveaway’ yang mereka berikan akan salah sasaran.
Berbeda di negara maju, di mana saya sering melihat orang-orang yang berbagi secara cuma-cuma dan banyak warganya yang ‘tahu diri’, mengambil barang gratis tersebut seperlunya saja, tidak mereka borong.
Seperti di Australia di mana ada sebuah toko roti yang berbagi roti-rotinya secara gratis dan orang-orang di sana banyak yang mengambil roti-roti tersebut seperlunya saja.
Alasan mereka tidak memborong barang gratis tersebut, jawaban mereka begitu simpel dan mengena, “Sebab kami bukan orang miskin.”
Atau di Singapura yang mana ada relawan menjajakan kebutuhan rumah secara gratis seperti tisu hingga minyak goreng untuk membantu sesama yang terdampak pandemi Covid agar diambil semau mereka. Namun warga sana lebih memilih untuk mengambil seperlunya saja.
Alasan mereka tidak memborong barang gratis tersebut, “Banyak orang yang juga membutuhkan barang-barang ini.”
Bukankah saat kita membeli barang mahal, kita akan lebih bangga jika telah berhasil membeli barang tersebut dengan harga tinggi dibandingkan dengan harga murah yang terlalu dicari-cari? Apalagi jika ditanya oleh orang lain berapa harga barang tersebut…
Keberhasilan membeli barang tanpa terlalu memburu yang gratisan akan membuat kita lebih menghargai usaha dan jerih payah setiap orang saat mereka sedang berproses.