Siapa yang tidak senang dengan selfie? Apa salahnya selfie?
Selfie atau swafoto memiliki beberapa dampak positif. Seperti dapat membantu seseorang mengabadikan sebuah momen penting sebagai bukti, menumbuhkan rasa percaya diri, dan memperbaiki suasana hati.
Saya sendiri pun menyenangi selfie, tetapi frekuensinya sudah berkurang dari hari ke hari, tahun ke tahun.
Tidak ada yang salah dengan selfie, namun yang namanya sesuatu jika sudah berlebihan tidak ada yang baik.
Kapan sebuah selfie dapat dikategorikan menjadi berlebihan? Dan memang apa saja dampak negatif selfie yang harus kita waspadai?
Dear, saya akan mencoba membahas dengan pendek dan manis.
Saat seorang perokok belum merokok, perasaannya akan gelisah dan selalu mengklaim “mulutnya asam” sehingga membuatnya tidak nyaman. Dorongan merokok tersebut sudah menjadi bagian dari aliran darahnya sehingga sulit disembuhkan.
Atau dalam kasus lain, seseorang yang kecanduan main game, mereka akan rela duduk terus-menerus menatap layar yang memiliki dampak yang tidak menyenangkan bagi kesehatan fisik dan mentalnya.
Begitu pun dengan selfie. Saat seseorang mengunjungi suatu tempat yang baru, dirinya tidak tahan ingin mengeluarkan perangkat berkameranya untuk melakukan selfie.
Perlu diketahui, foto yang diambil oleh orang yang sudah kecanduan selfie bukan hanya satu atau dua, melainkan dapat puluhan, di satu titik yang sama.
Padahal, mungkin setelahnya hampir tidak ada satu pun foto dari seluruh jumlah selfie yang ia ambil yang ia lihat kembali.
Yang tertinggal dari orang yang sudah kecanduan selfie adalah perasaan ‘gatal’, tidak nyaman, hingga ketidakstabilan emosi saat ia mengunjungi suatu tempat yang menurutnya menarik namun ia belum sempat selfie.
Candu selfie yang telah melekat pada seseorang dapat dikatakan cukup tinggi jika pengambilan selfienya sudah memiliki peluang untuk membuat orang lain tidak nyaman.
Seseorang yang telah ketagihan selfie akan berusaha melakukan apa pun demi mendapatkan hasil selfie terbaiknya.
Benar bahwa seseorang harus menjadi ‘cuek’ saat selfie, tidak perlu khawatir dengan pandangan orang lain kepadanya saat ia melakukan selfie.
Tetapi, sifat acuh dan egosentris dari orang yang ketagihan selfie ini akan terus tumbuh hingga menjadi pohon besar yang merekat di dalam hatinya.
Beberapa orang menghabiskan waktu terlalu lama di atas spot selfie, tidak mempedulikan orang lain yang juga sedang mengantri untuk mengabadikan foto mereka di spot tersebut.
Beberapa orang melakukan selfie di tengah arus orang-orang yang sedang beraktivitas.
Beberapa orang memenuhi jejaring sosialnya dengan foto-foto selfienya setiap saat sehingga menghalangi jaringannya untuk melihat konten lain selain selfienya.
Bahkan dikasus yang sangat parah, seseorang yang sudah kecanduan selfie tidak lagi peduli dengan masalah dan huru-hara yang terjadi di sekitarnya, selama ia tidak terdampak.
Prinsip orang yang sudah kecanduan selfie, “mengapa saya harus peduli masalah lingkungan atau daerah yang bukan masalah saya jika saya telah mendapatkan foto-foto selfie terbaik saya?”
Orang yang kecanduan selfie tidak jarang yang tidak lagi memiliki batas antara ruang personal dengan dunia luar, meski yang saya maksud dunia luar di sini adalah dunia maya.
Dalam kasus yang sangat parah, seseorang yang kecanduan selfie mengekspos segala sesuatunya kepada orang lain, tanpa kenal lagi privasi.
Saat kesadaran privasi sudah hilang dari seseorang, ia akan menjadi target penipuan yang sangat empuk.
Bukan sekali atau dua kali karena foto selfie yang berlebihan, foto seseorang digunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk mendaftarkan sesuatu yang memerlukan identitas dan foto pribadi.
Seseorang dapat begitu ceroboh mengirimkan foto selfienya kepada orang yang tidak dikenal untuk verifikasi akun yang ia sendiri tidak dilibatkan di dalamnya.
Ditambah lagi, kesadaran privasi yang sudah sangat rendah membuat seseorang begitu ceroboh dalam menjaga aset-aset pribadi yang harus ia lindungi seperti kartu identitas, kartu debit, hingga kartu kredit.
Dampak lainnya saat seseorang sudah kehilangan privasinya, orang-orang akan mudah untuk ikut campur dalam kehidupan pribadinya, yang mungkin akan mengancam masa depannya.
Jika kita perhatikan, hampir tidak ada orang terhormat yang gila selfie.
Orang-orang bijaksana dan berwibawa pun juga melakukan selfie, namun masih dalam batasan yang wajar atau secukupnya. Mereka tidak merasa dirugikan jika foto mereka tidak terambil saat berada di tempat yang berkesan.
Berbeda dengan orang yang terlalu sering selfie dengan puluhan foto hampir setiap harinya. Orang-orang yang melihatnya terlalu banyak selfie mungkin akan melontarkan anggapan-anggapan negatif yang tidak ia pedulikan.
Seseorang yang sudah kecanduan selfie mungkin akan dianggap ‘norak’ hingga ‘murahan’ oleh banyak orang. Namun seperti yang saya sebutkan di atas, seseorang yang kecanduan selfie sudah memiliki tingkat keacuhan yang sangat tinggi sehingga sudah sulit menerima masukan dari orang lain.
Pada akhirnya, orang yang candu selfie akan sulit diterima di kalangan masyarakat yang berwibawa dan rentan dicemooh orang lain.
Hal ini baru dirasakan oleh orang-orang yang kecanduan selfie saat mereka telah berada dalam masalah pelik, mungkin akan sulit ditemui orang-orang yang peduli kepadanya.
Bermula dari kecanduan selfie yang mulai tidak terkontrol, seseorang akan menjadi perfeksionis dalam menanggapi hasil foto selfienya. Ia akan sulit mendapatkan kepuasan dari hasil selfienya, hingga cenderung merepotkan orang-orang yang mengambil fotonya.
Rasa tidak puas akan hasil foto-fotonya akan menumbuhkan sifat insecure saat ia akan memulai selfie, ia rela menguras sebagian besar memori perangkatnya demi mendapatkan foto terbaik.
Apalagi saat ia tidak sempat selfie di tempat yang menurutnya wajib selfie, kesehatan mentalnya akan menjadi tidak stabil sehingga membuat ia begitu kekanak-kanakan, bahkan hingga beberapa hari.
Kemudian rasa ‘cuek’ yang terus tumbuh di benak orang yang sudah candu selfie, tentu saja ini dapat mengurangi rasa peka terhadap beragam peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Hal tersebut juga menjadi rapor merah bagi kesehatan mentalnya.
Orang yang sudah terkena gangguan kesehatan mental akan sulit berbahagia sebab suasana hatinya dapat berubah setiap saat tanpa sebab.
Belum lagi orang lain yang menjadi terganggu dengan kerusakan mental orang-orang yang sudah kecanduan selfie tingkat akut, membuat para candu selfie semakin sulit diterima di lingkungan masyarakat yang baik.
Lalu bagaimana cara mengobati atau setidaknya memulihkan sifat candu selfie tersebut?
Saya sendiri sudah mengurangi jatah selfie saya semenjak saya fokus untuk menghargai lingkungan sekitar.
Saat saya berkunjung ke tempat indah, saya mengambil foto pemandangan indah tanpa ada diri saya sedikit pun, menikmati setiap keindahan yang dipandang, inci demi inci tanpa adanya interupsi dari tubuh saya sendiri.
Dengan menghargai keindahan pada fotonya, seseorang akan mengetahui dengan sendirinya mengenai sudut yang tepat saat ia mengambil sebuah foto.
Inilah mengapa foto-foto selfie dari orang-orang yang menghargai pemandangan sekitar begitu menarik dan berkesan.
Berbeda dengan kebanyakan foto selfie amatir yang pemandangan intinya justru tertutupi dengan pose yang seharusnya tidak perlu dilakukan.
Jika seseorang sudah dapat menghargai lingkungan sekitarnya, rasa peka akan masalah sosial dapat tumbuh dengan sendirinya, membuat ia menjadi rendah hati.
Sebab jika seseorang sudah rendah hati, orang lain akan segan kepadanya tanpa diminta.