Apakah pelanggan itu raja dan tidak pernah salah? Jawaban saya bukan ya atau tidak, melainkan ya, dan tidak.
Sebab jika jawaban saya hanya sekedar ya, atau tidak, maka saya tidak perlu ‘repot-repot’ menulis artikel ini.
Sekarang pertanyaan lainnya, kapan pernyataan pelanggan itu raja dan selalu benar menjadi tepat dan kapan pernyataan tersebut menjadi tidak tepat.
Saya akan mencoba membahas ini dengan singkat dan manis.
Pelanggan, atau customer, atau konsumen, adalah perantara rezeki setiap pekerja. Tanpa pelanggan, bisnis tidak dapat memberikan keuntungan. Jika sebuah bisnis atau perusahaan tidak untung, karyawannya tidak akan mendapatkan gaji.
Sayangnya, masih banyak pegawai atau karyawan yang tidak memahami konsep yang paling dasar seperti ini.
Banyak karyawan atau petugas yang tidak memberikan hak pelanggannya berupa pelayanan yang baik, padahal mereka sendiri selalu menuntut hak mereka atas perusahaan.
Karyawan-karyawan seperti itu lebih takut kepada atasannya daripada kepada pelanggannya.
Padahal, uang pelanggan itulah yang menjadi sumber gaji para karyawan tersebut dan juga gaji bosnya.
Saya pernah menemukan sebuah stiker di kantor pelanggan saya. Stiker itu bertuliskan, “Takutlah kepada pelanggan, karena pelanggan adalah bos dari bos kita”.
Saat seorang karyawan memegang prinsip (meski hanya sebagai lelucon semata), bahwa bos mereka selalu benar, maka apalagi pelanggan yang menjadi sumber keuntungan perusahaan.
Namun yang sering terjadi adalah, saat pelanggan berbuat salah, beberapa karyawan langsung mengalamatkan kesalahan kepada pelanggan bahkan beberapa hingga mengolok-oloknya.
Padahal sudah berapa baik pelayanan mereka kepada pelanggannya?
Cukup banyak pegawai yang memperlakukan pelanggannya seakan-akan mereka sudah tidak membutuhkan lagi rezeki. Di satu sisi mereka selalu berteriak-teriak apabila mereka merasa rezeki yang mereka terima masih kurang.
Maka untuk pegawai-pegawai seperti itu, saat mereka bertanya apakah pelanggan itu raja dan selalu benar, saya jawab “iya”.
Pengusaha sukses yang membangun bisnisnya benar-benar dari awal, mereka akan begitu menghargai setiap pelanggan yang datang dan menggunakan atau membeli produk mereka.
Para pengusaha sukses menyadari bahwa tidak semua pelanggan itu baik, namun mereka sudah memahami bagaimana menanganinya.
Saya sendiri telah menemui pelanggan yang beragam rupa. Mulai dari yang paling baik, hingga yang paling merepotkan, paling tengil, paling bawel, paling brengs…
Namun alhamdulillah sejauh ini sebagian besar pelanggan tersebut puas dengan pelayanan saya.
Pelanggan yang sudah puas akan menjadi sarana pemasaran (marketer) tanpa diminta.
Tentu saja karena pelanggan yang puas akan mengabari rekan-rekannya tentang baiknya pelayanan si penyedia barang atau jasa.
Maka dari itu tidak heran jika beberapa pengusaha sering mengelu-elukan pelanggannya dihadapan pengusaha yang lain, sebab pelanggan itu sendiri dapat dikategorikan kepada aset perusahaan meski tidak langsung.
Pengusaha yang sukses membangun bisnisnya menyadari jika pelanggan tidak selamanya benar, tetapi mereka telah menguasai penanganannya.
Tegasnya pengusaha bukanlah dengan wajah ketus apalagi dengan nada tinggi, sebab itu hanyalah kelakuan kekanak-kanakan yang tidak terhormat.
Terlebih, menangani pelanggan yang buruk sebenarnya bukanlah pelajaran matematika, atau fisika, atau ilmu eksak lainnya, melainkan pelajaran akhlak yang seharusnya sudah diajarkan sedari kecil.
Sayangnya tidak semuanya menyadari ini. Padahal, bersifat mulia terhadap pelanggan dapat meninggikan derajat seseorang. Namun sedikit sekali yang mengetahui dan ingin tahu akannya.
Perlu diketahui, setiap pekerjaan memiliki customer atau pelanggan.
Customer dari bisnis transportasi adalah penumpang. Customer rumah sakit adalah pasien. Begitu pun dengan programmer di mana customernya adalah pengguna. Dan lain sebagainya.
Klien, pembeli, investor, pemain, penikmat seni, semuanya customer.
Bahkan situs Anandastoon ini juga memiliki customer. Siapa itu? Kalian, tentu saja. Darimana Anandastoon akan mendapatkan penghasilan iklan jika bukan dari para pembaca?
Kemudian, apakah petugas atau aparat pemerintah memiliki customer? Tentu, customer dari pejabat pemerintah adalah rakyat.
Jika para pejabat tidak dapat melayani rakyatnya, cenderung menggunakan hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas, senang mempersulit rakyatnya, cobalah tengok bagaimana kelakuan si pejabat dulunya sewaktu ia masih menjadi rakyat.
Layanilah orang lain sebagaimana kita ingin dilayani, terutama pelanggan yang menjadi sumber rezeki kita. Apalagi jika kita ingin mendapatkan pemimpin yang pandai melayani rakyatnya.
Terkhusus di Indonesia yang masyarakatnya sebagian besar muslim, saya telah membuat artikel saat Islam berbicara mengenai pelayanan kepada pelanggan. Silakan baca di sini.