Social Media, atau secara simpel diterjemahkan menjadi jejaring sosial, secara jelas telah mengandung kata “sosial” di dalamnya. Saya yakin semua orang sudah mengetahuinya.
Lalu apa latar belakang saya membuat postingan ini?
Akhir-akhir ini saya sudah semakin bosan dengan jejaring sosial sebab kebanyakan postingan yang menghiasi beranda saya hanyalah seputar selfie dan mengumbar kehidupan pribadi.
Ternyata teman-teman saya pun merasakan hal serupa.
Hal tersebut membuat saya bertanya-tanya, apakah jejaring sosial sudah berubah haluan menjadi jejaring ego?
Sebelumnya saya tekankan bahwa saya tidak ada masalah dengan postingan selfie dan mengumbar hal pribadi seseorang, entah memamerkan atau mengeluhkan sesuatu. Saya juga pernah membahas masalah selfie di postingan saya sebelumnya.
Saya hanya menaruh perhatian dengan seseorang yang isi media sosialnya hanya dipenuhi dengan postingan yang menonjolkan egonya saja. Postingan yang non-ego hanya terjadi sesekali, dan itu pun berasal dari share postingan orang lain yang juga masih bersifat subjektif.
Maka dari itu, untuk memaksimalkan jejaring sosial agar sesama warga dunia maya dapat merasakan manfaat dari sesama, saya memiliki lima tips yang saya harap membuat akun media sosial kalian menjadi lebih berfaidah.
Saya bergabung ke grup-grup dari negara maju, terkhusus Singapura. Beberapa grup yang saya sukai di antaranya adalah grup tentang kumpulan foto langit dan foto jamur yang dijepret dan dibagikan oleh orang-orang Singapura.
Meski saya hanya silent reader di grup tersebut (yang mana saya juga bukan orang sana), namun saya sendiri merasakan manfaat dari grup-grup tersebut.
Setiap ada postingan baru dari grup-grup itu yang hinggap di beranda saya, entah mengapa saya merasa berbahagia.
Bukan hanya karena kagum dengan hasil fotonya, namun saya juga merasakan atmosfer dari keceriaan anggota grup yang murni berbagi, tanpa selfie, tanpa ego, seakan tidak diniatkan untuk pamer, kecuali sedikit.
Saya baru menyadari ternyata hanya memandang kumpulan foto-foto langit dapat membuat saya lebih bersemangat. Sesimpel itu.
Bahkan bukan hanya itu, saya juga mendapat pelajaran berupa informasi yang berharga dari beberapa postingan.
Seperti saat ada orang Singapura yang berhasil memotret lengan galaksi Bimasakti di tengah kota yang polusi cahayanya sangat parah itu, ia ternyata dengan blak-blakan membeberkan seluruh tips dan triknya tanpa khawatir orang lain akan menyamainya.
Justru dengan berbagi ilmu, seseorang dapat menjadi lebih dikenal selain karena tinggi ilmunya, juga karena kedermawanannya dalam berbagi.
Begitu juga dengan foto-foto jamur di grup kumpulan foto jamur Singapura yang saya sendiri kaget ternyata di tengah kota sering sekali dijumpai berbagai jamur unik.
Saya sendiri juga banyak belajar mengenai nama-nama dan anatomi jamur semenjak saya bergabung ke grup jamur itu.
Bergabung ke grup-grup yang bermanfaat tersebut, terutama grup kumpulan foto-foto alam yang diposting murni untuk berbagi, membuat saya terpacu dan terinspirasi untuk ikut melestarikan alam.
Indonesia memiliki alam yang sangat indah dan sumber daya alam berlimpah, namun sayang masih banyak orang lebih memilih selfie daripada menghargai pemandangan sekitar.
Akhirnya, banyak warga negara kita yang, jangankan mengetahui apa saja keanekaragaman hayati di sekitar mereka, kepedulian merawat lingkungan mereka juga masih sangat rendah. Masalah dasar seperti sampah saja sudah puluhan tahun masih tetap tidak ada perubahan signifikan.
Di Facebook, pasti kita disuguhkan dengan pertanyaan “Apa yang Anda pikirkan?”
Pastinya pertanyaan itu tidak muncul tanpa sebab, bukan?
Facebook mengajak kita untuk mengutarakan perhatian kita, mengajak warga dunia maya berdiskusi.
Seseorang dapat dihargai dari cara mereka berdiskusi, mengajukan pertanyaan, dan menyampaikan jawaban.
Sayangnya, seseorang lebih senang mengumbar masalah pribadi saat ia susah dan membanggakan dirinya saat ia senang, membuat orang lain yang melihatnya meringis dan menyeringai.
Banyak orang yang menganggap jejaring sosial seperti diari online, sesuatu yang seharusnya tidak mereka umbar ke ranah publik justru mereka sebarkan seakan mereka tidak lagi memiliki privasi dan harga diri.
Akibatnya, orang-orang seperti itu sulit mendapatkan lingkaran pertemanan solid yang membuat kehidupan mereka menjadi lebih baik dan yang akan membantunya saat mereka sedang susah.
Lain halnya saat seseorang berdiskusi, selain akan menambah pengetahuan, ia juga akan mengetahui apa yang harus ia lakukan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Dengan syarat, tema diskusinya harus objektif, dengan kata lain tidak membahas seseorang secara personal.
Misalnya, cobalah untuk berdiskusi mengenai masalah kelestarian alam, tempat wisata yang mudah dijangkau, menaruh perhatian pada pencemaran lingkungan, atau sesuatu yang membawa manfaat bukan untuk dirinya semata, namun juga bagi kebanyakan orang.
Karena pada akhirnya, seseorang yang senang berdiskusi masalah orang banyak, masing-masing juga akan terciprat manfaat dari orang lain yang berdiskusi masalah serupa.
Beberapa dari kita mungkin agak cringe atau ‘geli’ saat melihat seseorang yang isi postingannya hanya memamerkan barang-barang mewahnya saja.
Misalnya saat orang memiliki kendaraan baru yang bagus, ia hanya memosting kendaraannya saja setelah itu, terkadang dilengkapi dengan keterangan-keterangan yang membuat orang lain malas dengannya.
Mengapa banyak orang yang tidak terpikirkan hal lain jika memang ingin pamer?
Saya terkadang menyenangi orang-orang yang memamerkan kegiatan mereka yang bermanfaat bagi sekitarnya seperti, menjadi relawan untuk menanam pohon dan melestarikan lingkungan di saat senggangnya.
Namun perihal memamerkan kegiatan positif ini juga alangkah baiknya juga disertakan dengan keterangan-keterangan persuasif atau ajakan, atau setidaknya himbauan agar para pemirsanya juga melakukan hal serupa.
Bahkan merupakan sebuah nilai plus jika disertai dengan beberapa tips untuk mempermudah seseorang untuk menerjuni kegiatan bermanfaat tersebut.
Masyarakat yang terbiasa melakukan hal yang positif nan bermanfaat akan lebih cepat membawa negaranya menjadi maju, makmur, dan sejahtera.
Maka dari itu, mulailah dari hal yang paling ringan, yang berhubungan dengan hobi kita terlebih dahulu. Tidak harus berkorban harta, pengorbanan waktu atau tenaga juga sudah merupakan nilai plus.
Daripada seseorang membagikan berita politik yang ia tidak paham akannya, mengapa ia tidak membagikan hal-hal yang dapat membuat kehidupannya menjadi lebih baik.
Misalnya seseorang bekerja di belakang layar komputer, ia dapat membagikan tips-tips untuk membuat pekerjaan profesi serupa menjadi lebih cepat dan mudah, seperti membagikan daftar tombol-tombol pintasan (shortcut).
Atau para ibu rumah tangga yang senang memasak, daripada membagikan berita artis yang lebih condong kepada gosip dan membicarakan orang lain, lebih disarankan membagikan foto-foto hasil masakan lengkap dengan resepnya.
Membagikan tips yang membantu dapat mencegah seseorang membagikan informasi palsu, teori konspirasi, dan berita politik yang tidak ia pahami.
Saat warga dunia maya senang berbagi suatu hal yang bermanfaat, maka mereka sendiri yang juga akan saling menerima manfaat dari tips-tips yang dibagikan oleh sesama mereka.
Jika seseorang telah mencoba sebuah tips bermanfaat dan berhasil, maka selain ia akan berbahagia, kehidupannya juga akan menjadi lebih baik dan lebih sejahtera.
Sangat banyak orang yang mengorbankan waktu dan tenaganya untuk membagikan tips yang bermanfaat, tetapi sayangnya beberapa orang lebih memilih menikmati konten yang kontroversial.
Sekarang cobalah kita untuk berpikir, apa saja postingan orang lain yang menurut kita berkualitas rendah. Lalu cobalah kita menghindari untuk memosting konten serupa.
Perlakukanlah orang lain dengan cara sebagaimana kita ingin diperlakukan orang lain, meski hanya lewat konten jejaring sosial.
Orang yang selalu memosting postingan bermanfaat secara otomatis akan mendapatkan lingkaran pertemanan yang juga bermanfaat baginya.
Saat seseorang sudah bermanfaat, maka apa yang ia posting juga akan berkelas. Selfienya berkelas, pamernya berkelas, keterangan fotonya pun berkelas.
Ketika seseorang telah berkelas, orang-orang akan ikut berbahagia dengan pencapaiannya. Sebab orang-orang paham, saat seseorang yang telah berkelas memamerkan sesuatu, ia tidak meninggalkan pemirsa begitu saja.
Misalnya, saat orang-orang berkelas memamerkan foto jalan-jalannya ke tempat indah, ia juga akan menulis informasi tentang tempat tersebut sehingga memberi pemirsanya petunjuk yang berkesan.
Orang-orang yang berkelas juga lebih memilih membagikan kata mutiara saat mereka sedih daripada memosting masalah mereka. Dan kata-kata bijak yang ia posting hanyalah murni berbagi, bukan untuk menyindir secara personal.
Maka dari itu tidak heran jika orang-orang berkelas memiliki kehidupan yang mudah, rezeki yang berlimpah, dan jaringan yang solidaritasnya wah, karena apa yang mereka lakukan selalu mengundang rasa hormat orang lain.
Tentu saja seseorang sangat diperbolehkan memosting tentang kehidupannya pribadi, seperti selfie atau memamerkan barang yang baru saja ia beli.
Silakan jika ingin selfie atau mengumbar kehidupan pribadi, saya pun terkadang demikian. Namun cobalah untuk kita selingi dengan postingan-postingan yang murni tanpa ego, tanpa ada niat untuk pamer dan hanya murni untuk berbagi.
Masalahnya beberapa orang dengan acuhnya memosting semaunya yang minim faidah dan berprinsip, “Kalo nggak suka, hapus aja”, “Atau kalo gak suka, blokir ajah!”
Sebagai gantinya, orang-orang yang berkelas menuruti permintaan itu dengan memblokir orang-orang yang bermasalah.
Akibatnya, saat orang-orang acuh tersebut sedang mendapatkan kesulitan hidup, mereka sulit menjumpai orang-orang yang akan membantu mereka sebab orang-orang yang bersedia membantu sudah kompak memblokir orang-orang tersebut sesuai permintaan mereka.
Tidak jarang juga orang-orang yang memosting semaunya mendapatkan masalah di kemudian hari. Seperti privasinya yang digunakan orang-orang untuk berbuat kejahatan (misalnya nomor telepon, alamat rumah, kartu identitas, atau selfie yang ia bagikan sembarangan), atau informasi hoax atau tanpa bukti yang ia telah bagikan ke orang lain.
Jika seseorang telah mendapatkan masalah akan kelalaiannya sendiri dalam bersosial media, siapa yang akan ia susahkan untuk dipintai bantuan?
Apa seseorang harus terkena kasus pahit terlebih dahulu agar sifat keras kepalanya hilang dan mau mulai mendengarkan saran positif dari orang yang lebih paham?