Akhir tahun kemarin, saya gabut bin mager di tengah suasana libur panjang nataru. Saya putuskan buat coba-coba tonton film Disney lawas yang obscure alias nggak familiar di telinga kita.
Adalah Meet The Robinsons, film animasi Disney yang sebenernya nggak jadul-jadul banget karena rilis tahun 2000an, jadi sasaran tontonan saya waktu itu.
Judul filmnya mirip-mirip pusat perbelanjaan yang dulu waktu masih kecil saya suka diseret sama ibu saya buat nemenin beliau. Duh kenangannya.
Saya tontonlah tanpa terlalu banyak ekspektasi. Gimana ya, cuma buat membunuh kegabutan dirikuh aja soalnya hehe…
Karena Meet The Robinsons ini adalah film di masa-masa awal peralihan atau uji coba Disney bikin film animasi 3D, saya nggak terlalu berharap animasi atau renderan yang wah.
Yaah… mirip-mirip renderan film Toy Story pertama yang masih sangat, sangat sederhana lah ya. Nggak terlalu banyak detail.
Ada dua latar animasi di Meet The Robinsons, latar kehidupan realistis dan latar di masa depan. Untuk latar realistisnya bagi saya biasa aja ya, nggak jauh-jauh dari hal yang kita liat sehari-hari.
Tapi latar di masa depannya… Di sinilah saya bertemu dengan sisi magis Disney.
Nuansanya penuh dengan estetika Frutiger Aero yang sarat imajinasi.
Frutiger Aero itu sendiri adalah salah satu estetika, aliran, tren, atau gaya desain yang terkenal di zaman Windows XP, Vista, sampai Windows 7.
Ciri desain Frutiger Aero ini biasanya memakai perpaduan warna alam biru dan hijau, mengkilap-kilap, dan kompleks.
Berbeda dengan estetika minimalis yang flat dan simpel. Kalau mau dibandingkan, coba aja kita bandingin ikon-ikon aplikasi di Windows 7 yang masih Frutiger Aero dan Windows 8 yang udah minimalis.
Maka dari itu ada yang bilang kalau Meet The Robinsons ini adalah salah satu film yang paling Frutiger Aero karena semua ciri desainnya terceklis di latar masa depannya.
Bicara soal renderan karakter filmnya, tentunya tipikal Disney yang memang nggak proporsional. Ya kepalanya lonjong lah, matanya gede, dst. Saya gak banyak komentar tentang ini.
Justru desain karakternya yang kayak gitu adalah ciri khasnya Disney.
Kontras dengan film animasi Disney yang biasanya, baik yang 2D atau 3D, Meet The Robinsons justru salah satu film animasi Disney yang minim komedi.
Enggak pernah sekali pun selama perputaran filmnya ada adegan yang bikin saya ngakak atau minimal mesem-mesem sendiri.
Tapi unsur komedinya sebenernya ada, cuma bukan lawakan yang bikin perut mules. Unsur komedinya cuma tingkah konyol karakternya, nuansa yang kadang nggak terduga, itu aja.
Kurangnya faktor humor di Meet The Robinsons ini justru masih sangat, sangat bisa saya maafkan karena dari awal saya nggak terlalu berharap tentang ini.
Dan… yang paling penting kan jalan ceritanya ya? Kalau jalan ceritanya bagus, faktor komedi yang minim bisa saya abaikan dengan sendirinya.
Saya coba untuk nggak ber-spoiler di sini.
Ceritanya dimulai dari seorang ibu yang membuang bayinya di panti asuhan, yang mana si bayi itu adalah sang tokoh utama itu sendiri, yakni si Robinson.
Robinson ini punya sifat yang bikin saya jengkel sepanjang cerita. Orangnya jenius sih, tapi ya pecicilan, haus validasi, bahkan sampai teman sekamarnya sampe nggak bisa tidur karena kerap terganggu sama tingkah si Robinson.
Penderitaan teman sekamarnya si Robinson ini sampai pernah jadi meme.
Makanya nggak heran kalau nggak ada pasangan yang mau mengadopsi si Robinson.
Cuma yang namanya orang jenius, si Robinson suka bikin alat yang aneh-aneh sampai dia berani masuk ke kompetisi penemuan-penemuan alat canggih.
Nah, di bagian kompetisi peralatan canggih ini barulah ceritanya dimulai karena mulai banyak muncul tokoh-tokoh yang mencurigakan.
Semakin larut jalannya film, semakin banyak elemen yang bikin saya takjub di sepanjang cerita. Elemen-elemen ceritanya digunakan dengan cukup baik bahkan jadi sarat drama. Kalau mau saya jelasin apa aja elemennya takutnya malah jadi spoiler hehe…
Tapi salah satunya elemennya, perjalanan antarwaktu dengan pesawat yang rusak justru jadi dilema tersendiri bagi karakter-karakternya.
Klimaksnya pun cukup menyita perhatian saya. Meski nggak terlalu intens, tapi penyajian latar saat klimaks itulah yang menunjukkan kalau itu benar-benar jadi momen yang cukup bikin tegang. Masalahnya, kota di masa depan yang sarat Frutiger Aero yang menyegarkan itu berubah jadi… (spoiler)
Antiklimaksnya pun sebenernya biasa aja, tapi serangan plot twist yang bertubi-tubi setelahnya bikin saya terpana. Yah meski ada satu-dua hal yang udah bisa saya tebak, tapi Disney nyiapin beberapa plot twist tambahan yang saya nggak ekspek sama sekali, dan jumlahnya nggak sedikit.
Di sini saya puas, puas banget. Apalagi plot twist tentang perjalanan waktu yang ada hubungannya di awal cerita. Jujur itu bikin saya terenyuh.
Saya jadi terheran-heran, kenapa film animasinya nggak terkenal ya dengan alur cerita yang nggak biasa ini? Apa karena nggak ada putri-putri centil dan adegan nyanyi-nyanyi? Atau karakternya kurang memorable? Kurangnya komedi? Ceritanya sangat kompleks? Atau apa karena marketingnya yang nggak bagus pada waktu itu?
Recommended, recommended banget. Filmnya juga ramah segala usia.
Ayo dong Disney, banyakin lagi film-film kek Gini, jangan cuma ngejar duwid dari Live Action sama film sekuel aja.
Jadi penasaran sama film nya.. karnean
Wah keliatannya menarikk. Suka bgt sama film² kartun kyk Disney gini. Bisa nonton dimana nihh? Terimakasih