Saya adakalanya merasa bosan jika hanya mengunjungi taman-taman di Jakarta. Maka dari itu saya berinisiatif mengunjungi sesuatu yang boleh dikatakan cukup jauh, yaitu ke Gunung Galunggung, Tasikmalaya. Rencananya ingin pergi bersama teman, namun yang bersangkutan ternyata mendadak tidak bisa pada hari H. Ya sudah apa boleh buat, akhirnya saya memiliki inisiatif ke Kebun Raya Cibodas, Cianjur… hanya berbekal info dari internet. Hahah.
Saya berangkat dari indekos di Warung Jati hingga tiba di stasiun Pasar Minggu dengan ojek online (padahal bisa pakai Metro Mini 75) pada pukul 07.30 untuk menumpangi kereta rel listrik (KRL) hingga stasiun Bogor. Perjalanan menuju Bogor berlangsung 45 menit, lumayan.
Lalu sambung angkot 03 tujuan Baranang Siang dari luar stasiun yang sempat nge-time selama setengah jam! Akhirnya 08.45 sampai di tempat di mana supir angkot meneriakkan “Cianjur, Cianjur!” karena memang warga dari sini dapat melanjutkan perjalanan ke Cianjur melalui mobil putih Elf yang dinamai L300. Saya turun di pertigaan Gedung Alumni IPB Bogor atau Hotel Santika setelah Botani Square pas yang ada jembatan penyebrangan orangnya.
Dari sana saya naik mobil Elfnya yang juga nge-time hingga 09.10 baru berangkat. Memang harus menunggu sekitar 15 orang dahulu (3 depan, belakang 4-4-4) baru mulai jalan. Ampun. Ongkosnya justru ditarik lebih dahulu sebesar 30 ribu. Di antara para penumpang, ternyata ada juga yang ingin pergi ke Taman Bunga Nusantara namun sepertinya baru pertama kali hingga bertanya-tanya. Wah sepertinya sama seperti saya yang juga “korban informasi” dari internet hahah.
Awalnya perjalanan biasa saja, namun menjadi cukup parah ketika sang supir mengambil jalan yang tidak-tidak. Gang kecil, semak-semak, dan jalanan terjal pun dihajarnya. Benar-benar transportasi umum yang sangat tidak ramah ibu-ibu hamil.
Dan coba tebak apa, di Cisarua macet waaaa….. tidak bergerak. Lancar ketika hampir masuk gerbang Puncak. Baru sampai pertigaan jalan Kebun Raya Cibodas (jangan sampai terlewat, lebih baik buka Google Maps atau bertanya) setelah 11.30 dan masih sambung angkot sekali lagi warna kuning yang sudah merdu memanggil penumpang yang turun dari Elf. Dan abang (eh, akang deng) supirnya sangat ramah hati mengantar hingga pintu masuk Kebun Raya Cibodasnya (biasanya hanya sampai bawah, dan masih harus jalan 150 meter).
Sampai jam 11.45, dan gerimis.
Gerbang masuk penuh dengan family gathering rupanya. Aduh berisiknya. Panitianya berteriak “Kebon Jeruk! Kebon Jeruk!” Berjejer 5 buah bus di sekitarnya. Oh dari Kebon Jeruk.
Langsung saya beli tiket masuk sebesar Rp. 9.500,- dan memaksakan diri masuk di pintu 1 dengan berjuang sepenuh hati melawan antrian para bapak ibu yang mengantri di pintu 2. Akhirnya tiket pun disobek petugas. Lega.
Baru masuk sudah adzan Zhuhur, namun sebelum shalat saya menuju kantin tepat di sebelah mushalla di dalam Kebun Rayanya (bukan yang di luar). Kebetulan gerimis, namun semakin deras. Saya lihat banyak pengunjung memakai jas hujan sejenis yang sepertinya beli dari luar. Sambil menunggu hujan reda, saya pesan nasi goreng seharga Rp. 20.000,- dan makan selagi melihat hujan yang malah semakin deras. Anehnya, saya juga masih mendengar sahutan “Kebon Jeruk” yang tadi.
Makan siang pun selesai dan hujan tidak kunjung reda. Bahkan kantin semakin lama semakin dipenuhi para pengunjung hingga tidak muat lagi. Hujan semakin deras dan… ternyata saya lupa bawa payung lipat yang biasanya saya selalu simpan di tas. Bagus banget. Alhasil saya menunggu hujan sambil melihat orang-orang lalu lalang seperti orang hilang.
Karena hujan kadang hampir reda dan kadang semakin deras, akhirnya saya memutuskan berlari ke mushalla untuk shalat zhuhur. Di mushalla pun sama penuhnya. Banyak orang makan baik di dalam maupun di luar halamannya yang saya tebak mereka masih anggota family gathering yang tadi.
Air wudlunya pun bikin menggigil. Namun saya tak peduli, setelah shalat saya bersandar di tiang mushalla sambil menunggu hujan reda. Ingin tidur namun berisik suara mangkuk tukang bakso dari pintu mushalla, ya ampun.
13.15 hujan reda. Alhamdulillah, namun pintu keluar di penuhi para pengunjung yang sepertinya masih berpesta. Saya sampai berkata, “Mengapa harus di pintu sih?”
Begitu keluar mushalla saya heran ada ribut-ribut. Eh, ada pengunjung yang dilarikan ke ambulan! Katanya angin duduk, atau kedinginan? Saya tidak tahu. Ada horor-horor gimanaaa gitu. Tapi alhamdulillah ada ambulan yang sigap sedia dan petugas yang membantu. Saya melanjutkan perjalanan.
Semakin ke dalam sepertinya semakin biasa, tidak ada yang spesial. Hanya backgroundnya terlihat puncak Gunung Pangrango yang mencuat dari awan. Di tengah-tengah ternyata lahan luas dengan sebuah batu besar di tengahnya. Mungkin bisa dibilang itu adalah photostop atau cekpoin pertama mungkin ya?
Oh iya bagi yang malas jalan, tersedia tour bus yang seharga Rp. 8.000,- mengajak kalian berkeliling. Dan lucunya, salah satu pemberhentiannya ada di atas air! WAT!
Saya salah jalan. Untuk sampai ke seberang dari bus yang jalan lewat air tersebut, ada jembatan kecil pada jalan sebelumnya. Jadi harus balik lagi sekitar 100 meter-an. Tidak jadi masalah. Namun jangan khawatir, rambu petunjuk rute perjalanan ada di mana-mana, kalian dapat memilih.
Setelah menyelusuri jembatan kecil yang ada sungai kecilnya pula, di atas ada air terjun indah walaupun tidak terlalu tinggi. Saya mencoba mengambil gambarnya dari dekat meski halang rintangnya adalah bebatuan dan pengunjung yang selfie. Haduh.Ternyata masih ada air terjun lainnya lagi. Kemudian saya jalan lumayan mendaki namun cukup menyenangkan karena alasnya aspal… terus melihat pemandangan gunung Gede yang berkabut hingga akhirnya tiba di gerbang masuk satunya lagi. Sebenarnya di tengah jalan ada perkebunan tanaman obat, namun saya tidak masuk. Lalu dari gerbang masuk satunya lagi ada jalan kecil menuju air terjun, Ciismun namanya. Lucu, seperti nama orang, Ismun.Di sini treknya tidak begitu masalah namun ada beberapa titik yang ekstrem. Kanan kiri adalah tebing, rambu rawan longsor pun di pasang di mana-mana. Di sepanjang jalan banyak anak-anak alay pengunjung menuju arah sebaliknya yang sepertinya sudah puas melihat air terjunnya. Rutenya cukup jauh mungkin 2-3 Km untuk sampai di air terjun Ciismun.Dan akhirnya air terjunnya pun terlihat. Wah cukup deras! Seperti biasa banyak anak-anak alay pengunjung yang berisik dan berteriak-teriak seperti meniru adegan sinetron. Tapi alhamdulillah, saya berhasil mengambil gambar air terjunnya tanpa ada satupun sosok manusia.Lelah tadi terbayar pula setelah memandang air terjun yang cukup deras itu, mungkin karena habis hujan. Oh iya, tagihan listriknya belum dibayar, alias saya harus menempuh lagi jalan yang tadi.
Ampuuun, ampun! Mana itu yang berkata menyatu dengan alam?! Perokok di mana-mana dan puntungnya dibuang sembarangan! Masih dalam keadaan menyala lagi! Padahal bak sampah di mana-mana. Ampun Gustiiii…
Lupakan, meski dongkol. Setelah saya pulang dari air terjun yang di sana saya hanya mengambil foto saja, saya kaget ternyata masih banyak sekali spot yang belum dikunjungi. Seperti Taman Sakura, rumah kaca, dan masih banyak lagi. Mungkin lain kali.
Oh, jangan kaget jika banyak sekali bertemu dengan orang arab dan yang bercadar di sini. Sedari Cisarua kalian akan banyak melihat usaha orang-orang Arab yang terdiri dari jasa travel kebanyakan, kemudian money changer, minimarket, tempat makan, dan sebagainya. Mungkin karena di sana panas makanya mereka mencari tempat sejuk seperti ini hehe…
Oke, saatnya pulang dengan angkot kuning yang tadi, dan tidak dilanjutkan lagi dengan mobil Elf. Karena kalau sore banyak bus yang lewat Cianjur menuju Terminal Kampung Rambutan terutama yang PO busnya Marita berukuran sedang atau 3/4 (diberitahu oleh petugas Indomaret yang saya temui ketika pulang, petugasnya ramah sekali). Saya menunggu dan menunggu, banyak angkot kuning Cipanas lewat hingga pegal saya menggeleng karena ditawarkan.
Akhirnya berselang 15 menit muncul bus biru rute Tasik – Kampung Rambutan dengan tarif 25.000. POnya Doa Ibu. Alhamdulillah. Oh iya, kalau bisa, perginya jangan hari libur, karena saya terjebak macet hingga 3 jam di Cisarua! Bahkan ada yang kecelakaan hingga membuat macet beratus-ratus kali lebih parah dari macetnya Jakarta. Sampai di Jakarta pukul setengah 11 malam. Dilanjutkan dengan busway. Sekian.
Boleh saja berangkat dari Terminal Kampung Rambutan tujuan Cianjur atau Tasik. Namun pastikan busnya yang lewat Puncak. Karena banyak yang lewat jalan lain karena macet. Bus 3/4 Marita boleh jadi pilihan.
Sepanjang perjalanan melewati puncak, kalian akan bertemu dengan kebun teh dan masjid At-Ta’awun. Namun hanya berapa puluh meter dari masjid At-Ta’awun, ada masjid lainnya lagi yang saya kira mushalla. Eh?
Jangan khawatir angkutan umum ketika pulang. Angkot kuning Cibodas tersedia hingga jam 8 malam, dan angkutan ke Jakarta berupa bus tersedia hingga 24 jam!
Di sana jangan ikut-ikutan orang lain buang sampah sembarangan ya… Apalagi merokok. ^_^
[flexiblemap address=”Kebun Raya Cibodas” width=”100%” height=”500px” zoom=”15″]