Ini bukan pengalaman saya, melainkan pengalaman seseorang yang saya kenal dari jejaring sosial. Bapak Muhammad Akbar namanya, pernah menjabat sebagai kepala dinas perhubungan, melakukan pengalaman mengagumkan yang saya kira layak saya publikasikan ulang di blog saya tercinta ini. Beliau melakukan sendiri perjalanan dari Merak hingga Cirebon, hanya dengan menggunakan Angkot. Iya, saya ulangi, hanya dengan…
A N G K O T
titik
Berikut rincian pengalamannya, selamat menyimak. 🙂
Paratransit adalah angkutan umum kota / perkotaan jenis Angkot, Mikrolet, KWK, Koasi, dan sejenisnya serta Elf. Secara estafet jaringan paratransit tersambung secara sempurna menghubungkan kota kota Merak, Cilegon, Serang, Balaraja, Tangerang, Jakarta, Bekasi, Cikarang, Karawang, Cikampek, Pamanukan, Indramayu, dan Cirebon.
Jaringan paratransit ini terbentang dari Merak sampai Cirebon, panjang lintasannya sekitar 400 km, dengan total waktu perjalanan (in vehicle time) 17 jam, dan ongkos tarif keseluruhan Rp. 185.000, yang terdiri atas 27 trayek Angkot.
Jaringan Angkot ini hampir 80% beroperasi pada jalan-jalan arteri nasional, secara teori jalan arteri selayaknya dilayani angkutan umum massal, seperti bus besar, LRT, atau MRT. Keberadaan paratransit / Angkot di jalan arteri tidak terlepas dari tata kota yang tidak tertata dengan baik. Kawasan pemukiman dan bangunan-bangunan bisnis / pemerintahan seharusnya ditata pada simpul-simpul transportasi seperti dekat stasiun, terminal, dan halte-halte bus.
Namun banyak kota yang berkembang tidak mengikuti kaidah planologi, tapi lebih didikte oleh kepentingan pengembang / pemodal dan pertimbangan bisnis. Jadilah pertumbuhan rumah, toko, ruko, dan mall yang cukup massif sepanjang alur jalan. Kondisi tata ruang kota yang tumbuh secara tidak terkontrol, serta kemauan berjalan kaki yang sangat rendah, ditambah kualitas fasilitas trotoar yang tidak nyaman, maka timbul kebutuhan angkutan umum yang dapat berhenti di depan pintu setiap penumpang. Angkot adalah jawabannya, sehingga lumrah angkot berseliweran di jalan-jalan arteri utama kota.
Angkot, untuk sebagian warga kota dijadikan sebagai andalan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, seperti menuju ke tempat sekolah, ke tempat kerja, ataupun ke tempat-tempat belanja. Namun demikian Angkot juga menjadi sumber penyebab permasalahan kemacetan lalu lintas. Praktek-praktek ngetem, menumpuk 2 hingga 3 lapis kendaraan di jalan, berhenti dan berpindah lajur secara tiba-tiba, adalah bentuk-bentuk gangguan pada kelancaran lalu lintas. Praktek-praktek tersebut harus dilakukan oleh para Angkot sebagai bagian dari persaingan yang seru sesama Angkot untuk mempertahankan kelangsungan bisnisnya masing-masing. Ini adalah konsekuensi dari manajemen angkutan yang dikelola secara perorangan.
Berikut ini jaringan paratransit Merak – Cirebon beserta data panjang lintasan, tarif, dan waktu perjalanan.
Mungkin ini sudah resmi masuk rekor MURI ya? Untuk yang senang ngeteng, selamat berbahagia…