Saya baru tahu ada tempat yang bernama danau Dora di Cibinong. Tempat macam apa itu? Saya lihat hanya sebuah danau biasa yang mana dulunya banyak anak yang sering main ke sana untuk berpetualang ketika sedang booming-boomingnya film Dora The Explorer. Makanya disebut danau Dora. Kini, danau tersebut diasuh oleh LIPI dan diberi embel-embel ‘ecopark’.
Kalian tahu, saya tipe orang yang senang backpackeran dengan angkutan umum. Makanya saya telisik dahulu apakah tempatnya ramah angkot atau tidak. Dan jawabannya adalah tengah-tengah, tidak terlalu banyak pilihan namun cukup bersahabat dengan angkutan umum. Maka dari itu, saya segera berkunjung.
Saya pagi itu menggunakan KRL tujuan Bogor dan galau. Pada saat itu cuaca sedang tidak menentu dan saya bingung untuk memutuskan apakah saya akan benar-benar pergi ke Danau Dora atau tidak. Setelah beberapa menit termenung di atas jembatan penyebrangan stasiun Bogor melihat ke arah yang tidak jelas, menimbang apakah saya lebih baik ke Kebun Raya Bogor saja atau pergi pulang, akhirnya saya benar-benar memutuskan untuk ke Danau Dora.
Saya buka aplikasi Trafi. Terima kasih banget deh siapapun yang memasukkan daftar angkot Bogor beserta rutenya ke dalam aplikasi tersebut. Saya akhirnya diberitahu oleh Trafi bahwa saya harus naik angkot 08 arah Citeureup dari Pasar Anyar. Di mana Pasar Anyar? 750 meter dari Stasiun Bogor. Jika kalian tahu gerbang loket stasiun Bogor yang lama, tinggal belok kiri dan lurus terus hingga bertemu pasar kemudian pertigaan belok kanan lagi. Tidak jauh dari sana sudah nongkrong para angkot bermacam-macam rute untuk menjaring penumpang.
Saya tahu bahwa saya harus turun di Jl. HM Ashari atau Gerbang LIPI, dan setelah saya membayar tarif angkot sebesar Rp7000, saya tidak tahu setelah itu harus apa. Gerbang LIPInya sudah terlihat di seberang dan saya harus menyebrang tanpa ada fasilitas penyebrangan apapun (Eh, apa ada zebracross ya? Lupa saya).
Saya kembali ragu-ragu untuk mendatangi gerbangnya. Karena sepertinya dijaga ketat oleh satpam. Eh, tapi, tapi, banyak kendaraan yang melanglang buana dan lewat begitu saja depan satpam seperti I don’t give a real damn. Berarti, langsung saja saya masuk seperti halnya orang dalam, dan para satpamnya pun cuek. Good.
Saya masih harus jalan lagi sepanjang hampir 1km, dan parahnya di bundaran terakhir saya sok tahu dan belok kanan. Mungkin ada sekitar lebih dari 500 meter saya menyadari saya salah jalan, akhirnya balik lagi dan ternyata dari bundaran tadi sebenarnya pintu masuknya sudah di depan mata. Ampun TiJe…
Oh, meski harus jalan hampir 1km, jangan khawatir. LIPI ternyata tahu betul standar kebutuhan pejalan kaki. Trotoar atau walking lanenya dibuat di tengah jalan dinaungi pohon-pohon rindang. Sedangkan sekelilingnya adalah gedung-gedung puslitbang.
Saya masuk dan… kalian tahu, saya tidak ditagih biaya apapun. Benar-benar gratis. Alhamdulillah. Baru masuk saja pemandangannya sudah cocok untuk melakukan kegiatan prewedding. Ditambah lagi, danaunya ada di bagian bawah, jadi dari pintu masuk yang kemudian belok kiri, seluruh pemandangan danau tersapu tanpa kecuali. Truly amazing.
Tangga turun menuju danaunya juga instagrammable banget, oh LIPI, you cannot do that to me! Ini diluar ekspektasi saya dari sebuah wisata internal yang gratis. Terharu saya. Ditambah lagi, danaunya dikelilingi balok-balok kayu yang sepertinya sangat terawat, serta rumput-rumput hijau yang dapat dipakai berbaring itu… dan kalian masih tidak akan menyangka bahwa tiket masuknya adalah gratis.
Oh come on LIPI, danau ini cuma seupil dan kau mengubahnya menjadi terlalu menakjubkan. Saya ingin bertanya berapa harga rumah di sekitar sini? Biarlah tempat ini menjadi tempat kerja kedua saya. Saya datang pada hari kerja, tepatnya hari Selasa, sehingga tempat ini tidak terlalu ramai, maksud saya, keramaiannya cukup dikatakan sangat wajar.
Bahkan lebih jauh, danau ini memiliki jembatan kayu yang menghubungkan ke seberang di mana ada sebuah gazebo cantik (tidak cantik sebenarnya) yang pas dipakai untuk melepaskan penat, galau, sedih, depresi, dsb (dan saya bingung). Lalu kalian sudah pasti dengan mudah dapat menebak, tempat-tempat macam begini biasanya mengundang muda-mudi yang mau berpacaran.
Apalah daya saya ini yang cuma seorang jomblo. Eh, jomblo bahagia deng…
Saya hanya membuka laptop untuk meneruskan kerja saya melayani permintaan-permintaan klien di dalam gazebo. Kalian bisa bayangkan kerja di tempat sejuk ditemani angin semilir yang pemandangannya adalah sebuah danau hijau sambil mendengarkan lagu soft jazz. Sayangnya, baterai laptop saya tidak bertahan lama, hanya sekitar 1 jam kurang. Padahal harapan saya adalah dapat ditemukannya colokan atau bahkan WiFi (Oi! Gratis oi!).
Pulangnya saya shalat Zhuhur di masjid mungil samping gerbang masuk, dan pulang kembali ke indekos tercinta. Kali ini saya kembali menyebrang dan naik bus kecil macam metromini atau kopaja yang bernama Miniarta 06 tujuan Kampung Rambutan. Busnya sering, jangan khawatir harus menunggu seperti Transjakarta. Tarifnya Rp10.000. Jika tahu begini, saya lebih baik pergi pakai ojeg online ke Pasar Rebo kemudian naik bus itu…
[flexiblemap address=”Danau Ecopark LIPI Cibinong” width=”100%” height=”500px” zoom=”15″]