Indikator Negara MajuIndonesia, sebuah negara berkembang yang terus-menerus berharap menjadi bagian negara maju, dari tahun ke tahun. Setiap berita baik dicari mengenai orang-orang berprestasi di negeri ini, berharap hal itu dapat mempercepat bumi pertiwi ini meraih predikat negara maju, bersaing dengan negara-negara dunia pertama lainnya seperti Jepang, Amerika Serikat, atau setidaknya, Singapura.


Nyatanya, hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, sepertinya memang Indonesia ini masih belum layak disebut sebagai negara maju. Setiap pemberitaan yang memberikan harapan sepertinya hanya sebuah eforia sekejap kemudian setiap orang menjalani kehidupannya masing-masing.

Betul bahwa Indonesia sedang berbenah dari berbagai bidang, terutama pembangunan infrastruktur dan tata daerah. Itu dapat dikatakan salah satu indikator yang dapat membawa negara ini melangkah lebih maju untuk menjadi bagian dari ‘raja’ dunia.

Memang sebenarnya apa saja faktor yang saya telaah demi membuat mimpi bangsa ini menjadi kenyataan dalam menyongsong masa depannya menjadi sebuah negara adidaya? Saya rangkumkan menjadi tiga:


1. Pemahaman Konsep

Dimulai dari pematangan sumber daya manusia dalam melakukan berbagai aspek di negeri ini. Indonesia memerlukan anak-anak bangsa yang benar-benar paham atas masalah yang dihadapi negara pada zamannya dan bukan sekedar positif palsu belaka.

Mengapa saya sebut sebagai positif palsu?

Sebenarnya agak lelah saya melihat banyak saudara senegeri kita yang seakan mumpuni dalam sebuah bidang, namun nyatanya beberapa dari mereka membuahkan prestasi sekejap yang berdasarkan ‘template’ dan ‘tools’ semata, kemudian memproklamirkan diri di dunia sosial sebagai orang ‘ahli’. Namun ketika ditanya mengenai intisari yang mereka lakukan, mereka hanya menjawab hanya sebatas kulit luarnya saja.

“Tidak paham konsep.” Begitu saya menyebutnya.

Bukankah hari ini banyak media yang dapat mengubah seseorang menjadi seakan begitu berbakat dengan banyak pilihan contoh yang siap pakai? Hal ini dapat menimbulkan kerancuan yang begitu jelas dalam membedakan mana orang yang benar-benar pandai di bidangnya dan mana orang yang hanya mengandalkan ‘template’ semata.

Padahal, “template” diciptakan oleh orang-orang baik untuk mempermudah kinerja, bukan untuk mengklaim seseorang menjadi ahli dalam bidangnya secara tiba-tiba, yang kemudian dengan angkuhnya “hasil palsu” tersebut dipamerkan di ranah publik.

Pada akhirnya, ilmu menjadi terlihat begitu murah karena kinerja seseorang dapat selesai dalam sekali pakai atau ‘klik’ tanpa perlu lagi mendalami ilmu yang diperlukan di bidang tersebut. Ditambah, tingginya gengsi masyarakat di negeri ini dan maraknya penggunaan jejaring sosial membuat seseorang berlomba-lomba untuk menjadi pakar dadakan demi meraup citra yang dilimpahkan dari para pengikutnya.

Inilah kemudian yang membuat saya menjadi khawatir akan bahayanya “positif palsu” di sini, karena hal tersebut memberikan sebuah fatamorgana yang apik akan seseorang yang terlihat pandai, namun sebenarnya mereka “tidak paham konsep”.

Memang tidak semua saya pukul rata demikian, tapi setidaknya mengapa kita tidak mencoba untuk peduli dengan apa yang benar-benar terjadi di lapangan? Jika memang bangsa ini benar-benar memahami konsep-konsep ilmu terapan, insyaAllah impian negara maju akan diraih dalam waktu yang sangat dekat.


2. Akhlak yang Luhur

Ketika ajaran agama yang mewajibkan pemeluknya untuk menjadi manusia yang berbudi baik dan tahu etika, maka itu juga dapat menjadi sebuah faktor penting penentu sebuah negara menjadi maju atau tidak.

Berapa banyak contoh negara maju seperti Jepang dan Singapura misalnya, yang menjunjung tinggi kedisiplinan, kerja keras, pelayanan terhadap pelanggan, dan tentu saja, kebersihan. Bahkan negara-negara maju memiliki tingkat pelanggaran lalu lintas yang sangat minim, alasannya karena itu bukan merupakan budaya mereka.

Masyarakat negara maju pun sepertinya senang untuk membandingkan diri dengan yang lebih baik, terus memperbaiki hasil kerja mereka yang memang sudah bagus menjadi terlihat begitu istimewa. Mereka tidak ‘risih’ jika diajak untuk menjadi lebih maju, dan tidak pula senang membandingkan sesuatu dengan yang lebih buruk, seperti banyak yang terjadi di negeri tercinta ini.

Lihatlah bagaimana banyak negara maju yang mewarnai hari-harinya, salah satunya dengan tertib dalam hal mengantri. Tidak ada terobos, caci-maki, perasaan ingin mendahului, dan gegabah. Jika ditelisik, ini juga sangat berkaitan dengan ajaran agama, yakni pada lingkup kesabaran.

Belum lagi kejujuran masyarakat yang mengarah kepada kepemimpinan yang minim korupsi. Akhirnya fasilitas-fasilitas yang diperoleh masyarakat benar-benar murah namun sangat berkualitas.


3. Kemudahan Akses

Yang terakhir ini tidak kalah pentingnya dengan dua yang di atas. Ini justru yang paling tidak kita sadari selama ini. Infrastruktur yang mudah membuat seseorang yang bahkan tidak memiliki kendaraan atau orang yang memiliki kebutuhan khusus pun dapat mengakses seluruh penjuru negeri dengan aman, cepat, dan biaya yang terjangkau.

Kemudahan akses ini sangat penting, karena yang menjadi bagian dari sebuah negara maju adalah seluruhnya, bukan hanya beberapa kawasan saja dari negara tersebut. Lihatlah bagaimana Amerika Serikat dan Jepang dari ujung utara hingga ujung selatan semuanya terhubung dengan angkutan umum? Bahkan Taman Nasional Yosemite yang memiliki salah satu air terjun yang terindah di dunia pun memiliki halte bus cantik dari berbagai jurusan.

Saya banyak mendengar bahwa orang Jepang yang tinggal di pinggiran pun tidak khawatir jika mereka tidak memiliki mobil, karena begitu mudahnya mereka mengakses halte bus.

Begitu pula dengan di Singapura yang saya masyarakatnya begitu antusias dalam menggunakan angkutan umum. Bahkan hingga kini, pembangunan MRT rute baru terus digencarkan demi memudahkan pelayanan terhadap seluruh warganya.

Sedangkan di negeri ini, kita melihat bahwa banyaknya masyarakat yang terlalu bergantung dengan kendaraan pribadi justru menunjukkan bahwa tingkat kemudahan akses yang tersedia masih sangat lemah. Cukup dengan berbicara di sekitar Pulau Jawa saja, banyak daerah yang bahkan dekat Ibukota itu sendiri masih sangat sulit dicapai kecuali dengan kendaraan pribadi, itu pun dengan catatan jalan yang dilalui tidaklah bermasalah.

Padahal katanya banyak yang menginginkan untuk memajukan desa-desa tertinggal dan bahkan ingin menyulap kawasan-kawasan tersebut menjadi desa wisata.

Padahal katanya banyak yang ingin menyeratakan perekonomian hingga pelosok desa.

Padahal katanya banyak yang ingin mengharumkan nama bangsa lewat bidang pariwisata yang nyatanya sedikit sekali pariwisata kita yang jangankan ramah angkutan umum, memiliki akses jalanan yang bagus saja tidak.

Tidak perlu setiap tempat terkover angkutan umum mengingat negara kita begitu luas, setidaknya 70% sudah lebih dari cukup untuk berakomodasi.

Jangankan untuk memanajemen, tingkat kepedulian masyarakat kita untuk kemudahan akses ini masih sangat minim. Padahal ini adalah salah satu penentu suatu negara dapat dikatakan sebagai negara maju atau tidak.

Mungkin kita hanya terlalu berbangga dengan yang sudah ada dan begitu lupa dengan perbaikan-perbaikan hingga akhirnya yang kita lakukan hanyalah mengandalkan dan mengandalkan semata. Istilah turut andil dalam memajukan daerah kita sendiri sepertinya hanya sebatas di lapisan terluar pada rongga mulut, di mana kenyataan pada prakteknya, sedikit sekali yang terlihat.


Anandastoon 2019

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    5 Tips Agar Tidak Stuck dan Kehabisan Ide Dalam Menulis

    Berikutnya
    Pengalaman Horor Teman Terbaik #7 : Rumahku Begitu Berhantu


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas