“Cuma gitu doang?!”
Bermula ketika saya pernah menerima review dari orang lain yang memandang rendah apa yang telah saya usahakan dengan maksimal. Hal ini terjadi saat 8 tahun lalu dari ditulisnya artikel ini. Saya jelas kaget dan sedih karena orang-orang hanya memandang hasil, bukan proses.
Beberapa tahun kemudian, ada sebuah untaian tweet di Twitter yang membahas masalah ini. “Cuma gitu doang?!” Begitu judul untaiannya. Sedangkan isi untaiannya bercerita mengenai sekumpulan anak-anak bangsa yang telah bersusah payah membuat sebuah karya namun respon yang diterimanya alih-alih sebuah apresiasi, justru sebuah kalimat yang setara dengan “cuma gitu doang?”
Mengapa hal ini bisa terjadi? Apa penyebab sebagian orang-orang memandang rendah hobi beberapa dari kita?
Sayangnya, banyak dari kita yang menumpukan kesalahan kepada orang lain, menganggap orang yang menanggapi “cuma gitu doang” adalah orang yang tidak menghargai orang lain. Yah, meskipun itu benar. Namun bagaimana jika pada kenyataannya justru terbalik, titik kesalahannya ada pada diri kita?
Lha? Kok bisa? Padahal orang lain yang tidak menghargai hobi kita, tetapi mengapa letak kesalahannya ada pada diri kita?
Inilah mengapa saya terpikir untuk membuat artikel ini. Sebetulnya banyak sebab orang lain tidak menghargai hobi kita, seperti mereka iri kepada kita, atau mereka hanya tidak tertarik pada hobi kita. Itu wajar. Namun kali ini saya ingin membahas sebab yang lain, yang mungkin selama ini tidak terlalu kita sadari.
Orang tidak menghargai hobi kita, karena mungkin kita sendiri yang mengajarkan itu kepada mereka.
Yup, sebuah pernyataan yang lumayan ekstrem. Sebelumnya saya pernah menyinggung hal serupa dalam artikel saya yang lain, dan saya ingin membahas sedikit lebih dalam di artikel ini.
Saya mengambil contoh, dari artikel terkait, adalah tentang desain. Hari ini banyak desainer yang mengeluh karena desain mereka dihargai begitu murah, sedangkan prestasi desain yang telah mereka raih di jejaring sosial semakin tidak lagi membuat mereka bahagia dari hari ke hari. Alasannya cuma satu, banyaknya pendatang baru atau newcomer yang menjadi profesional dadakan.
Jika sudah terjadi seperti ini, para desainer mau tidak mau harus merendahkan standar mereka dan bersaing sesuai dengan keinginan pasar. Dan saya akui itu sangat tidak menyenangkan. Seorang desainer bahkan pernah mengaku kepada saya bahwa hobi desain mereka tidak lagi menjadi passion mereka saat mengerjakan tugas klien.
Seseorang bahkan hingga tersiksa saat mengerjakan hobi yang mereka senangi.
Padahal, jika gulungan waktu saya tarik kembali, mereka jualah yang secara tidak langsung merendahkan hobi mereka kepada orang-orang, membuat timbal balik setimpal, yakni orang-orang yang memandang rendah kembali hobi mereka. Ya, tidak semua dari mereka seperti itu, namun sekarang saya sedang berfokus kepada yang begitunya.
Bagaimana mereka dapat merendahkan hobi mereka sendiri? Yang pasti, kemungkinan besar mereka melakukan itu tidak dalam keadaan sadar, kemudian mereka merendahkan hobi mereka secara tidak langsung, dan yang terakhir, mereka membuat hobi mereka terlihat remeh tidak sekaligus.
Saat memberikan materi desain, tidak jarang desainer yang memberitahu bagaimana jalan pintas membuat desain yang mengagumkan kepada para desainer baru. Mereka tidak memberikan fundamental dan konsep serta prinsip desain kepada para desainer baru. Yang mereka berikan justru bagaimana cara membuat desain yang wow hanya dalam beberapa kali klik dan via template.
Hal ini berujung kepada terbentuknya pemikiran oleh para desainer pemula bahwa mendesain ternyata “cuma gitu doang” dan mereka dapat melakukannya dalam waktu semalam. Tebak, selanjutnya siapa yang kemudian komplain?
Bukannya tidak diperbolehkan untuk memperkenalkan teknik instan kepada para desainer, karena hal tersebut dapat membantu para desainer dalam mempersingkat waktu kerja mereka tanpa mengurangi ilmu dan teknik desain yang telah mereka pelajari kecuali mungkin hanya sangat sedikit.
Kesalahan yang agaknya lumayan fatal, memperkenalkan hobi kita kepada para pendatang dengan membuatnya terlihat menjadi terlewat mudah. Di sini secara tidak langsung kita membuat orang lain memandang sepele hobi kita.
Ini tidak hanya terjadi dalam ranah desain, ini terjadi pada hampir semua hobi, tergantung bagaimana sang ahli memperkenalkan hobi mereka kepada orang lain, terutama para pendatang baru.
Maka dari itu, saya pribadi, sebagai programmer, tidak pernah langsung memperkenalkan cara memprogram sesuatu hanya lewat library atau framework yang cukup dengan sebaris kodingan dapat membuat sebuah aplikasi yang luar biasa. Bahkan jika perlu, saya tidak ajarkan mereka bahasa high level seperti Python dan sejenisnya, namun saya ajarkan mereka bagaimana prinsip mengolah data biner terlebih dahulu. Terdengar mengerikan, namun saya ingin para programmer pemula menjadi benar-benar ahli.
Berapa banyak programmer pemula yang saya lihat, mereka terlihat angkuh dan merasa kemampuan mereka sudah setingkat dewa hingga beberapa mereka pernah mengerdilkan saya hanya karena saya tidak menggunakan bahasa pemrograman atau bahkan library tertentu. Pada akhirnya, mereka komplain bahwa hasil karyanya sulit memenuhi ekspektasi klien mereka karena library yang mereka bangga-banggakan tidak menyediakan itu semua.
Kemudian, mereka kewalahan ketika klien mereka komplain bahwa aplikasinya berat dan tidak nyaman digunakan, padahal datanya masih di kisaran ribuan, padahal mereka sudah meng-upgrade resource mereka seperti menambah RAM dan kinerja CPUnya.
Saya hanya dapat menghela nafas dari kejauhan. Setidaknya syukur alhamdulillah saya jarang menerima komplain serupa meskipun data pelanggan yang mampir di server saya sudah menyentuh jutaan, dengan resource yang masih murah meriah.
Di sinilah pentingnya konsep dan fundamental dalam menjalani sebuah hobi. Menjaga hobi tetap terlihat mahal adalah sebuah keahlian. Tidak perlu khawatir seseorang akan lebih pandai dari kita karena kita ajarkan fundamental akan hobi kita, namun khawatirlah jika seseorang akan mengambil pekerjaan dan kesenangan kita karena kita menjadikan hobi kita terlihat murah di matanya.
Yang terjadi biarlah terjadi, there’s NO going back. Sekarang meskipun kalian bukan termasuk orang-orang yang merendahkan hobi kalian di hadapan orang banyak, namun tetap kalian terkena getah dari para senior yang sudah lebih awal melakukan demikian. Jadi, kalian mendapatkan warisan perjuangan dan bertanggungjawab untuk membuat hobi kalian kembali bersinar dan lebih dihargai orang-orang.
Jangan lupa, fundamental, konsep, dan standar. Kalian sudah hebat, namun kehebatan kalian perlu adanya pengakuan dari orang lain.