Setiap profesi memiliki keunikan masing-masing. Pun dengan saya sebagai programmer yang tiap harinya melayani semua request dari para customer-customer saya demi terciptanya aplikasi yang benar-benar mereka inginkan. Berhadapan dengan kode-kode begitu bukanlah hal yang selalu menyenangkan. Makanya, duduk di belakang layar bisa jadi jauh lebih menyakitkan dari apa yang dipikirkan oleh orang-orang.
Saya memiliki beberapa pengalaman unik saya sendiri selaku programmer, dan pengalaman-pengalaman unik berikut adalah hal yang selalu terulang. Hehe…
Perlu diketahui bahwa banyak kata-kata amarah diluapkan di sini. Terima kasih.
Program, entah aplikasi atau game baru dapat dijalankan setelah adanya proses Compiling. Ini berguna sebagai pemeriksaan kode sebelum ia dijalankan jika ada blok kode yang error. Banyak kejadian error setelah kodingan saya di-compile dan saya sudah betulkan juga (saya fix), namun program tetap tak kunjung bisa dijalankan.
Titik koma, cek.
Buka dan kurung tutup, cek.
Penamaan variabel, cek.
Tidak ada yang salah.
Benar-benar tidak ada yang salah.
TAPI INI PROGRAM KOK KECENTILAN BANGET YA NGGAK MAU JALAN!!!
Masih ada kaitannya dengan kasus pertama. Namun ini adalah sebuah error yang bahkan saya tidak tahu errornya di mana. Bahkan jika beruntung, compiler tidak akan meluluskan kodingannya dan memberi tahu saya jika memang ada yang salah. Tapi pliss… Entah kompiler bawel atau enggak, saya masih belum menemukan errornya.
Stack Overflow sudah menjadi Stuck Overflow. Yang akhirnya ‘mukjizat’ datang dan permasalahannya hanya di ENKODING!!!
PROGRAMNYA TERNYATA TIDAK MAU TERIMA TEKS YANG PUNYA ALIS! Betul, aksen atau apapun itu. CUMA YA BILANG DONG!!!
Case Sensitive, emang bener-bener sensitif. Salah huruf kapital saja meski benar ejaan variabelnya, program pasti menolak. Dan itu adalah hal wajar karena kita ingin program yang ketat dan konsisten dalam penulisan variabel atau fungsi. Tetapi beberapa saya lihat ada sintaks-sintaks yang bebas dalam penulisan entah itu huruf besar atau kecil, jadi itu merupakan suatu hal yang ‘sedikit’ menguntungkan bagi saya karena saya bisa menulis sintaks tersebut entah dalam huruf besar maupun kecil.
Ujung-ujungnya tetap tidak bisa di-compile.
Saya garuk-garuk meja, sebelum akhirnya saya sadar ternyata errornya berasal dari hal lain. Ampun Gusti.
Kadang sebel melihat programmer lain adem ayem seakan tidak pernah kena musibah error seperti saya. Atau itu cuma penilaian kasar saya saja? Ah, tapi memang adakalanya saya cemburu dengan mereka kok. Kemudian terpikir rencana jahat saya untuk mengganti semua titik koma pada kodingan mereka dengan tanda tanya dalam aksara Yunani.
Setelah itu saya dapat menikmati bawelnya kompiler mereka yang selalu bilang bahwa kodenya belum ditutup dengan titik koma. Sesekali jadi programmer psikopatik boleh juga dong. Bhahahahahah!
Saya sering yakin bahwa setelah yang error satu ini saya betulkan, program langsung bisa jalan. Bahkan dengan rasa PD tingkat kucing saya menekan tombol compile. Namun ternyata error yang lain muncul, kemudian saya betulkan lagi, dan error-error yang lain semakin bermunculan.
Ini seperti lebih horor dari film The Conjuring atau urban legend manapun. Belum lagi ketika saya tahu bahwa compiler merazia kode-kode saya dengan lama waktu yang bikin bang Toyib keburu pulang, dibarengi dengan deadline yang sangat singkat.
TINGGAL JALAN DOANG APA SUSAHNYA SIH!!!
Bukan hanya sekali setelah kompiler yang bawel menunjukkan langsung depan mata saya persis daftar error yang sebenarnya dia bisa fix sendiri. Karena seringkali batas kesabaran saya telah roboh, saya benar-benar menghajar setiap kode dengan brutal hingga kompiler menyerah dan program saya pada akhirnya dapat dijalankan dengan sempurna…
…meninggalkan ribuan tambelan pada kode yang saya bahkan tidak tahu apa akibatnya nanti.
Tidak jarang para customer saya merevisi sebuah usaha yang mati-matian saya telah buat. Setiap samudera yang telah saya arungi bahkan Himalaya yang telah saya taklukan itu ternyata masih belum berkenan di hati customer saya. Dengan senyuman dan tanggapan “Baik Pak/Bu”, saya telah sukses menyembunyikan cucuran air mata darah yang terus menetes dari hati saya yang lembut ini…
Presentasi dengan klien sudah hampir tiba, sedangkan program saya masih banyak errornya. Dengan tenaga super saiyan saya terpaksamenambal setiap kode dan error yang ada hingga program bisa dijalankan. Kemudian di tengah-tengah presentasi, saya tidak sengaja salah mengoperasikannya sehingga banyak error lain yang beranak-pinak keluar dari tambalan kode saya.
Setelah susah payah keluar dari mulut harimau, kini saya masuk ke mulut buaya.
Di suatu pagi menjelang siang yang damai, diikuti dengan alunan musik merdu sebagai penyemangat hari, sebuah telepon berdering.
Seorang customer mengeluhkan sebuah fitur pada aplikasi saya tidak bekerja.
“Mohon maaf, Ibu menggunakan browser apa? Karena di saya tidak masalah.”
Oh, ternyata browser Safari bawaannya Apple, saya hanya coba untuk mengupdatenya saja. Kemudian direspon oleh pihak customer,
“Cara updatenya gimana ya?”
Aduh, saya tidak punya MacBook, ini saja laptop dikasih temen, itupun syukur Windowsnya nggak bajakan…
Ada tim saya yang memiliki ide fitur bagus untuk diterapkan ke aplikasi saya. Dia bilang, “Udah tinggalin dulu aja yang sekarang kamu kerjain. Yang ini dulu aja, fiturnya bagus, gampang lho, orang kayaknya cuma gitu doang.”
Saya tunjuk mukanya, “Yu, kalo bilang ini gampang, Yu kerjain sendiri.”
Dia bilang, “Ya gak tau lah, orang saya bukan programmer kok! Situ kan yang jadi programmernya!”
Saya hanya terdiam, diiringi suara gergaji mesin yang dinyalakan.
Emosi programmer banyak yang tidak stabil. Bahkan di saat mereka ingin bersabar pun, kompiler dengan sengaja pada nyari ribut. Sehingga gangguan kecil saja mereka anggap menyakitkan.
Di depan teman saya, ketika kami mengerjakan pekerjaan klien di alam terbuka, saya pernah menepis mouse saya dengan kuat hingga terlempar menuruni bukit. Tentu saja teman saya langsung kaget, merasa aneh, dan tertawa. Saya hanya bilang,
“Ini namanya KDRT. Kekerasan Dalam Ranah Teknologi!”
Oh? Jadi situ ngaku-ngaku komunitas Trip? Sudah pernah menyelam ke samudra kode pemrograman? Sudah pernah menerjang dahsyatnya badai error? Sudah pernah bertarung dengan ganasnya kompiler?
Huh, saya dengan bangga mengatakan:
*sisipiSuaraTangisDiSini
Salah satunya jika menjadi programmer website (contoh saja, programmer lain termasuk juga kok). Programmer aplikasi web sendiri memiliki empat tembok penghalang tangguh. Jika bugnya tidak datang dari kodenya sendiri, maka bugnya datang dari library atau framework pihak ketiga, atau bugnya datang dari browser dan databasenya, atau bugnya memang berasal dari bahasa pemrogramannya itu sendiri.
Jadi, selamat menebak bugnya berasal dari mana ~
Saya terkadang menunda atau menjadikan prioritas sebuah tugas menjadi lebih rendah karena saya pikir itu sangat sulit. Bahkan partner saya sudah berisik menanyakan kapan tugas tersebut mulai dikerjakan. Karena memang saya nilai sulit makanya saya malas dan saya sengaja untuk tunda hingga kerjaan lain yang saya dahulukan kadang tidak maksimal.
Pada akhirnya, tetap saya harus menyelesaikan tugas besar tersebut… yang nyatanya hanya dengan menambah kode sekian baris saja.
APA?!!! WAKTU SAYA HABIS UNTUK TUGAS YANG TERNYATA CUMA GINI DOANG?!!!
Saya membuat ribuan kodingan beserta komentar seadanya sebagai keterangan dari kode tersebut. Karena komplektivitasnya yang tinggi, banyak orang yang menilai bahwa kodingan saya ini hanya saya dan Allah saja yang tahu.
Beberapa bulan kemudian, maksud dari kodingan saya kini hanya Allah saja yang tahu.
Alhamdulillah, akhirnya selesai juga aplikasi saya setelah mati-matian saya buat siang dan malam. Senangnya…
Saya harus menikmati rasa senang itu dengan super maksimal karena saya tahu rasa senang tersebut akan langsung kandas ketika saya mulai ingat bahwa ada aspek keamanan, tampilan, kompatibilitas, dan kemungkinan gangguan lainnya yang masih harus saya implementasi.
Tembak Eike aja bwanggg, tembaaakkkKKKK!!!
Berapa jam mata kalian kuat di depan komputer dalam sehari? Saya 14 jam, itu pun di luar istirahat, shalat, dan makan. Sebuah lingkaran hitam terukir manis di kedua mata saya seperti orang mati suri. Oh, biar saya tebak, setelah mata saya dihiasi lingkaran hitam ini, saya mesti mulai ke Taman Safari dan memakan bambu-bambu?
Nice ~
Ada pepatah bijak, “Don’t code today if you can’t debug tomorrow.“
What?! B***h please! I can’t even debug now already!