Jahat Kepada Teknologi

Malam itu saya baru saja pulang dari kantor, cukup lelah setelah semua aktivitas yang saya lakukan di siang harinya.

Saya duduk di kasur, membuka smartphone saya, tidak sengaja tertekan tombol tengah yang membuat fungsi mengobrol dengan Google muncul.

Saya tidak ingin berbicara apa pun dengan Google, terlebih mengucapkan “Oke Google”. Tetapi saya ternyata melihat ada sugesti kata-kata yang dapat saya sampaikan ke Google dalam sekali klik seperti, “Gombalin aku dong”, atau “Nyanyi dong”.

Dan Google benar-benar bernyanyi saat saya tekan tombol “Nyanyi dong”.

Bahkan ada tombol sugesti yang lebih unik lagi dari mulai memberikan tebak-tebakan hingga kentut!

Saya yang tengah terhibur dengan kecerdasan buatan tersebut, tiba-tiba merasa tersentak sesaat kemudian. Saya menyadari sesuatu di tengah saya menikmati hiburan dari Google itu, yang tak lama membuat saya sedih, bahkan sangat sedih.

Apa, ada apa memangnya?


Dedikasi yang tak ternilai

Saat kita menyebut “kecanggihan teknologi”, saya menyebut itu “pengorbanan para pekerja IT, termasuk di dalamnya adalah programmer”. Mereka terus melakukan riset yang mendalam mengenai bagaimana teknologi dapat mempermudah hidup manusia.

Teknologi yang canggih tidak diciptakan hanya sebagai ajang gengsi atau keren-kerenan, melainkan untuk membuat hidup penggunanya lebih mudah.

Kita melihat bagaimana para ‘pahlawan’ teknologi selalu berusaha membuat teknologi lebih baik lagi dan setia melakukan berbagai improvisasi.

Dalam beberapa periode waktu sekali, kita selalu mendapatkan notifikasi untuk melakukan pembaharuan atau update software di gadget kita, mengunduh versi yang lebih baru. Pernahkah kita menyadari bahwa di dalam versi terbaru tersebut ada jasa para ‘pahlawan’ teknologi tersebut untuk senantiasa melakukan perbaikan?

Para developer bahkan kerap menyisipkan kejutan dan kabar gembira di balik pembaharuan versi dari aplikasi-aplikasi yang ada di gadget kita, baik smartphone maupun komputer/laptop.

Dulu, sewaktu saya bepergian dengan Google Maps, jalan yang saya tempuh terkadang masih salah dan menyesatkan. Kini saya menyadari bahwa Google Maps jauh lebih baik dalam memberi arahan navigasi jalan terutama dalam mode sepeda motor.

Atau dulu, banyak orang mengakui termasuk diri saya pribadi bahwa Google Translate bukanlah jasa penerjemah yang baik. Banyak sekali terjemahan yang kacau dan bahkan menyimpang dari makna aslinya saat sebuah teks diterjemahkan oleh Google Translate.

Kini, saat saya menerjemahkan sebuah artikel atau cerita lewat Google Translate, hanya sedikit kata yang saya perbaiki. Saya hingga mengakui bahwa terjemahan Google Translate sudah hampir sempurna.

Sekarang, coba kita telisik lagi, apa aplikasi favorit kita? Adobe Photoshop kah? Microsoft Office kah? Atau browser seperti Chrome, Mozilla Firefox, dan Opera? Bagaimana kualitas mereka saat ini jika dibandingkan dengan tahun-tahun saat kita baru mengenal mereka?


Para pengguna antagonis

Kembali ke kasus di pembuka artikel saat saya dihibur Google di tengah lelahnya kerja. Saya menyadari bahwa hiburan teknologi yang sedang saya nikmati tersebut adalah gratis.

Saat kita menggunakan Google untuk mencari sesuatu, Google tidak pernah meminta sepeser pun dari kita.

Saat kita membuka browser seperti Chrome, Opera, dan Firefox, browser-browser tersebut tidak pernah menagih apa pun dari kita. Tetapi browser tersebut masih terus melakukan improvisasi agar menyediakan browser yang ramah memori dan nyaman digunakan.

Google Maps, Google Translate, Youtube, Facebook, Twitter, Blogger, dan semacamya, kita nikmati semuanya gratis, namun sepertinya hanya sedikit dari kita yang bersyukur akannya.

Padahal di sisi lain mereka juga memiliki beban sewa, gaji karyawan, dan beberapa hal lain yang harus dibayar untuk bertahan.

“Tapi kan mereka memasang iklan sebagai penghasilan utamanya?”

Benar, itulah cara mereka mendapatkan penghasilan dari kita. Saya pun mengakui misalnya Youtube semakin menyebalkan saat banyak iklan disisipkan di antara video yang tengah asyik kita tonton. Namun setelah ini saya menjadi lebih maklum.

Meskipun skenario Youtube premium untuk bebas iklan sudah dapat ditebak, namun harga per bulannya masih terhitung sangat murah. Hanya dengan Rp59000 per bulan, kita dapat menemukan konten apa pun yang kita inginkan, mengisi kekosongan waktu kita, atau mengisi hasrat keingintahuan kita.

Sekarang bayangkan kehidupan tanpa Youtube, kita harus berjalan jauh untuk mencari hiburan atau menyewa beberapa kaset di toko rental video yang totalnya bisa lebih mahal dan lebih melelahkan.

Atau harus menonton tayangan di televisi yang kerap dijeda iklan berkali-kali selama bermenit-menit. Setengah jam tayangan televisi dapat berisikan iklan selama sepuluh menit, apalagi jika tayangannya banyak pemirsanya.

Sedangkan di Youtube, iklan hanya paling lama 15 detik dan itu pun kebanyakan dapat di-skip.

Namun yang kerap kita lakukan hanyalah komplain.

Para perusahaan teknologi yang produknya kita nikmati setiap hari dengan gratis itu, setiap waktu mereka terus bekerja dan menambah sumber daya, yang pastinya menambah beban perusahaan juga.

Menyadari hal ini, saya sekarang menjadi lebih menganggap wajar jika Youtube menyisipkan lebih banyak iklan di video yang ada di platform mereka karena mereka terus menjaga seluruh data video dari awal munculnya Youtube hingga saat ini. Mereka terus menambah para pekerja dan jumlah server demi menjaga video-video agar tetap dapat dinikmati setiap orang.

Tidakkah kita terinspirasi dengan jasa-jasa ‘pahlawan’ teknologi tersebut yang meskipun produknya kita nikmati dengan gratis, namun tetap mereka selalu mementingkan para penggunanya untuk selalu menyediakan kenyamanan lebih?

Yang seringkali saya perhatikan justru banyak dari kita yang terus menuntut teknologi agar lebih terjangkau lagi.

Bahkan di antara kita begitu tega menghina teknologi-teknologi tersebut karena tidak sesuai dengan keinginan kita.

Lebih parah lagi, ada dari kita yang sampai hati menuduh para pahlawan teknologi tersebut memiliki agenda untuk bekerja sama dengan teroris yang terorganisir. Jika hal itu tidak benar, tentu itu akan menjadi fitnah.


Penyempurnaan sikap

Kembali ke prinsip awal, perlu kita ketahui bahwa teknologi tidak diciptakan semata-mata karena gengsi dan keren-kerenan. Teknologi diciptakan untuk memudahkan urusan umat manusia.

Teknologi seharusnya diharapkan untuk membuat pekerjaan setiap orang menjadi lebih efisien. Bukan sebaliknya, membuat penggunanya justru menjadi lebih malas dan memiliki lebih banyak waktu terbuang.

Dahulu, kita mungkin mengeluh pekerjaan kita begitu sulit dan merepotkan sebelum kita menggunakan teknologi penunjang.

Ada orang yang sering terlambat ke sekolah karena ia tidak memiliki kendaraan yang layak entah transportasi umum atau pribadi untuk memudahkan ia mencapai sekolahnya dengan cepat.

Tetapi pemandangan hari ini, begitu banyak anak sekolah yang masih terlambat padahal ia sudah memiliki kendaraan pribadi. Di mana sisa waktu yang seharusnya mereka pakai itu?

Dan harapannya, dengan hiburan yang lebih mudah diakses, para pengguna dapat mengisi suasana hati mereka agar pekerjaan dapat selesai lebih maksimal sebab suasana hati yang bagus.

Tetapi sekali lagi kenyataannya, banyak pekerjaan yang terbengkalai karena kita selalu sibuk dengan hiburan-hiburan yang dapat dinikmati hanya dengan sekali sentuh.

Teknologi memiliki prinsip untuk senantiasa membantu orang lain. Tetapi ada di antara para penggunanya yang menggunakan teknologi agar dapat merasa ‘lebih’ dari yang lain.

Jadi, saat ada yang menyimpulkan teknologi dapat menjadi bencana, bukan teknologinya yang menjadi sumber bencana, melainkan para penggunanya.

Mulai sekarang, jika ada teknologi yang menurut kita masih kurang, cobalah untuk berpartisipasi meluangkan waktu kita untuk ikut serta memberikan saran dan masukan agar teknologi tersebut lebih baik lagi.

Jangan salah, para developer sejati selalu ingin mendapatkan saran, komplain, dan masukan dari para penggunanya untuk menjadikan produknya menjadi lebih baik lagi.

Dan mulailah menyadari, bahwa teknologi dapat menunjang kita mendapatkan lebih banyak rezeki waktu. Dari kelebihan waktu itulah kita dapat menambah pundi-pundi uang dengan hobi yang kita miliki, atau setidaknya membantu orang lain agar insyaAllah mengundang rezekiNya yang lain lagi.

Jika kita memiliki rezeki yang cukup, mulailah untuk membeli produk teknologi yang kita senangi, terutama software. Atau, kita dapat menjadi penyedia iklan agar dapat menambah pundi-pundi uang untuk mereka yang penghasilannya bergantung kepada iklan.

Apakah dengan teknologi yang terus menjadi lebih baik dapat membuat penggunanya juga menjadi lebih baik?

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Ingin Menjadi Anak Kota atau Anak Desa?

    Berikutnya
    Tips Lebih Bahagia 10: Melayani Diri Sendiri


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas