Bahas Tuntas Korupsi dan Koruptor di Tanah Air TercintaIni hanya artikel dari pemikiran saya pribadi, namun insyaAllah untuk isi artikel ini tidak saya buat secara subjektif. Hal ini bermula karena kita memiliki masalah yang sepertinya terus berulang-ulang setiap beberapa periode. Bahkan saya sampai bosan dan sudah dapat menebak mengenai bagaimana kelanjutan dari beberapa masalah yang terus terulang di tengah masyarakat di negara tercinta ini.

Korupsi, adalah salah satu masalah utama dari masalah-masalah yang sudah ‘bersahabat’ di kalangan masyarakat. Gaung-gaung mengenai berantas bahkan hingga bunuh koruptor terus bersahutan di mana-mana selama bertahun-tahun membuat lelah telinga bagi siapapun yang mendengarnya. Kemudian apakah masalah korupsi tersebut telah memiliki penanggulangan atau setidaknya, pengurangan intensitas? Saya tidak begitu jamin.

Di sinilah pembahasan saya mengenai masalah menahun ini akan dijabarkan.


  • Naluri setiap orang sama

Setiap orang membenci setiap tindakan korupsi, maksud saya, membenci perbuatan tersebut jika dampaknya secara langsung atau tidak langsung berpengaruh kepada dirinya. Bahkan koruptor sekalipun akan membenci perbuatannya sendiri jika memang hal tersebut memiliki akibat yang tidak menyenangkan kepada dirinya. Namun kenyataannya, siapa yang tidak mencintai untuk mendapatkan sesuatu dalam waktu singkat?

Korupsi, yang berasal dari bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, atau menyogok (Wikipedia), merupakan penyebab dari lambatnya pembangunan, pemberdayaan, pemeliharaan, dan tentu saja, kemajuan dari setiap wilayah yang terkena dampaknya. Dengan sebab itulah, siapapun akan mengatakan ‘Tidak’ pada tindakan korupsi.


  • Setiap ada jamur dan ilalang, ada akarnya

Siapa yang tidak lelah mendengar kata “Korupsi” bertahun-tahun, dan menjadi sebab utama masalah di negeri ini? Ingin sedikit seperti Jepang, Finlandia, atau setidaknya Cina yang memiliki hukuman bengis kepada setiap koruptor. Waktu terus berputar, tetapi apakah keinginan semacam itu akan terus selamanya menjadi sebuah mimpi?

Ada asap ada api.” Begitulah peribahasa yang telah akrab di benak kita yang saya tidak tahu sejak tahun berapa peribahasa tersebut dibuat. Itu artinya, orang-orang zaman dahulu membuat peribahasa tersebut pasti sudah dapat mempertanggungjawabkan makna dari apa yang telah mereka buat. Mereka yakin bahwa peribahasa tersebut sudah dikonfirmasi oleh kejadian-kejadian yang terus dialami masyarakat. Artinya, peribahasa tersebut dapat dijadikan acuan bahwa setiap masalah yang terjadi, pasti ada sebabnya, terutama tindak korupsi.

Satu hal yang dilupakan banyak orang-orang di negeri ini. Jika kita pernah mengenyam bangku sekolahan setidaknya hingga sekolah menengah pertama, yakin kita paham bagaimana slogan dari demokrasi. Benar,

Dari Rakyat, Untuk Rakyat, Oleh Rakyat

See? Tidak ada kata “Pejabat Pemerintah” atau “Anggota Parlemen” dalam pernyataan di atas yang memang kita belum pernah protes atasnya. Artinya? Setiap aparat yang korup, mereka semua adalah rakyat sebelum mereka terpilih oleh kita sebagai rakyat. Lagipula, ketika saya berdiskusi mengenai hal ini kepada seseorang, dia justru menambahkan pernyataan,

Pemerintah adalah representasi dari rakyatnya

Masalahnya jadi semakin meluas bukan? Justru di sinilah segala sesuatunya menjadi menarik untuk dibahas. Terutama ketika suatu masalah sudah diketahui penyebabnya.

“Jadi kau menuduh kami, rakyat, sebagai koruptor? Begitu?”

Masih ada lanjutannya lho… πŸ™‚


  • Identifikasi memang selalu diperlukan

Saya mengambil contoh antara relasi pengendara dengan trotoar, jembatan penyebrangan, lampu merah, dan busway (lajur khusus BRT, dalam hal ini, Transjakarta). Kita sudah tahu, bahwa menerobos keempat hal tersebut adalah suatu hal yang dilarang. Namun apakah sebagian besar kita tahu bahwa hal tersebut adalah dilarang? Saya yakin sebagian besar iya, lalu bagaimana prakteknya?

Saya membagi akhlak masyarakat dalam kasus tersebut menjadi empat tipe:

  1. Rambu larangan jelas, dan tetap melanggar.
  2. Rambu larangan tidak jelas, dan melanggar.
  3. Rambu larangan jelas, dan tidak melanggar.
  4. Rambu larangan tidak jelas, dan tidak melanggar.

Nomor satu adalah hal yang paling berbahaya dari semua tipe, dan sayang beribu sayang, masyarakat kita masih banyak yang masuk ke dalam nomor satu. Bahkan masyarakat yang tergolong nomor dua menjadi ikut melanggar karena dicontohkan oleh mereka yang tergolong nomor satu. Parahnya, beberapa dari mereka yang termasuk ke dalam tipe pertama, kemudian mencalonkan diri jadi anggota legislatif, atau setidaknya kepala daerah. Menurut kalian ada jaminan orang-orang yang termasuk tipe pertama di atas adalah bebas korupsi?

Kemudian orang-orang yang tergolong nomor tiga, yaitu rambu larangan terpampang jelas, dan tidak melanggar. Sebenarnya tidak ada yang spesial dengan mereka, karena memang begitulah seharusnya. Namun mengingat orang yang patuh di negeri ini sudah sangat sedikit, keberadaan orang-orang yang masuk tipe ketiga menjadi luar biasa.

Adapun orang-orang tipe keempat. Saya tidak tahu harus berkata apa. Mereka… just… pure. Mungkin satu dari seribu orang yang masih demikian. Mereka menggunakan empati mereka untuk memutuskan sebuah perkara itu boleh atau tidak. Mereka adalah orang-orang bijak, yang jika mereka terpilih jadi pemimpin, bukan hanya daerahnya saja yang akan bebas korupsi, namun daerahnya akan menjadi maju.

Tipe yang manakah kalian?


  • Studi kasus lapangan

Saya memiliki lumayan banyak customer dari perusahaan-perusahaan besar. Di antara mereka tidak sedikit yang menceritakan bagaimana karyawannya ternyata menyebabkan kerugian besar bagi perusahaan. Benar, kegiatan korupsi dan pencurian, bahkan hingga penyelundupan dan sabotase marak dilakukan oleh para karyawan mereka. Kok bisa?

Saya diundang untuk diminta dibuatkan sistem yang dapat memantau aktivitas karyawan dan pergerakan aset perusahaan oleh si customer. Dari hal yang paling kecil, para karyawan mengorupsi waktu untuk bermalas-malasan dalam bekerja, bahkan hingga pencurian bahan baku yang marak. Para karyawan yang bersih juga akan ikut ‘diklakson’ oleh para karyawan korup agar berbuat sama seperti mereka.

Hampir setiap, atau bahkan setiap jenis usaha pasti memiliki celah untuk melakukan korupsi. Bahkan termasuk menggunakan fasilitas kantor tanpa izin. Karyawan transportasi yang menduduki kursi penumpang? Karyawan mall yang menggunakan lift dan mushalla pengunjung? Semuanya adalah hal sepele, namun itu sudah termasuk perkara korupsi sehebat apapun alasan untuk membantahnya. Peraturannya sudah jelas. Selengkapnya, saya sudah jelaskan panjang lebar di artikel ini.

Bandingkan dengan di negara maju yang minim koruptor, Jepang misalnya. Men-charge atau mengisi ulang telepon genggam saja sudah masuk ke dalam tindak korupsi fasilitas kantor. Apakah sanggup peraturan tersebut dibebankan kepada masyarakat kita? Yup, tidak ayal negeri mereka bebas koruptor. Hal kecil pun sudah terbiasa mereka hindari, sehingga mereka sudah otomatis terhindar dari hal besar.

Salah satu studi kasus yang berhubungan di atas dapat dibaca di sini.


  • Analisa lebih jauh

Di mana akhlak baik yang digadang-gadangkan di negeri gemah ripah repeh rapih ini? Terlebih, negeri yang katanya mayoritas muslim terbanyak sedunia? Sudahkah ajaran agama diterapkan? Itu juga kalau dari masyarakat kita masih ada yang ingat shalat dan melaksanakan shalat bukan hanya sebatas kewajiban. Karena sudah jelas dalilnya,

Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. (QS. 29:45)

Namun nyatanya? Pelanggaran masih banyak terjadi di mana-mana. Pertanyaannya, bagaimana shalatnya? Apakah hanya ‘sekedar mengisi presensi’ dalam shalat atau benar-benar paham akan Tuhannya? Karena Allah sudah memberikan jaminan lewat kitabNya yang pastinya kita tidak dapat bantah.

Budaya individualisme kini telah merebak mengubur rasa empati hampir dari setiap belahan masyarakat, yang kemudian diperparah dengan pernyataan yang sudah mendarah daging:

Sudah jangan pikirkan orang lain, pikirkan saja diri sendiri.

Kalian tahu? Tidak ada yang lebih saya benci dari perkataan di atas.

Empati saya mendadak hilang kepada orang-orang yang melegalkan pernyataan tersebut. Bayangkan jika pernyataan tersebut menjadi lagu kebangsaan para anggota dewan, tidak heran mereka sedikit bekerja untuk rakyat, karena perut mereka adalah hal yang utama. Sedih memang, mengingat pernyataan di atas telah menjadi ‘kurikulum’ banyak orang tua dalam mendidik anak-anak mereka.

Akhirnya? Bermula dari mereka yang melanggar hal yang ringan, kemudian bom waktu mereka pasang sendiri.

Penampisnya? Mereka buat alasan untuk mengasihani mereka dan melegalkan perbuatan mereka. Ingin contoh? Baik saya tuliskan:

Buat kerusuhan sana sini, melanggar peraturan sana sini. Namun begitu ditangkap, alasannya, “Saya hanya rakyat kecil.”

Buat pelanggaran kerja sana sini, minim disiplin dan pelayanan. Namun ketika dipecat, alasannya, “Saya punya anak dan istri.”

Korupsi uang rakyat sana sini. Namun ketika disidang, alasannya, “Saya dizhalimi.”

Benar, budaya ingin dimaklumi telah menjadi pedoman budaya kita saat ini. Menurut kalian kita butuh hakim untuk menindak mereka? Jaminan apa hakim tersebut akan jujur? Bahkan laporan yang ada akan kembali berbalik menjadi teror bagi sang pelapor. Baik mereka yang masih menjabat sebagai rakyat, ataupun sudah menjadi aparat pemerintah.

Tak heran Rasulullah saw. pernah bersabda,

β€œAkan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).


  • Kesimpulan

Mulai memperbaiki diri dari hal yang sepele. Mulai mencari orang bijak untuk menilai setiap gerak-gerik kita. Karena kita tidak dapat menilai benar terhadap perbuatan kita sendiri, orang lain iya. Hindari memiliki teman yang hanya dapat membela, karena mereka sebenarnya menjerumuskan.

Dan yang ingin sejahtera sebenarnya kalian ‘kan? Jika kalian tetap ingin menyalahkan pemerintah, mengapa tidak untuk mengubah sistem negeri ini saja dari demokrasi menjadi monarki?


Wallaahu A’lam Bishshawaab

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
πŸ€— Selesai! πŸ€—
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Tak Seperti Dulu : Taman Waduk Ria Rio

    Berikutnya
    Di Antara Kaki Langit : Bogor, Puncak Mustika Manik


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. πŸ˜‰

    Kembali
    Ke Atas