Jalan-jalan. Itulah yang dipikirkan seseorang ketika sudah suntuk selama seminggu bekerja tanpa henti. Terutama bagi saya yang selalu setia depan layar laptop untuk mengurusi kerjaan-kerjaan dari tim ataupun customer. Sebuah kata, yaitu ‘travelling’ menjadi senjata pamungkas utama sejak paparan radiasi mulai menyerang.
Lalu saya buka peta besar, menelaah dengan liar setiap daerah layaknya seseorang yang sedang mencari harta karun, mencari tempat yang ideal, dan pada akhirnya membuat huruf “X” besar dengan spidol merah bekas maling dari papan tulis madrasah. Ehm, kidding, cuma Google Maps.
Puncak Mustika Manik, nama yang sepertinya pernah saya dengar. Oh, iya, mirip nama seorang penyanyi dangdut! Eh, siapa? Saya tidak tahu. Intinya tempat tersebut menawarkan beberapa platform menjuntai di angkasa selera anak muda jaman naw. Dengan bertemakan langit, itu artinya bagi saya adalah cuaca yang harus cerah. *pencetTombolRamalanCuaca
Oh, berawan.
Saya tahu tempat yang indah itu tidak memiliki akses kendaraan umum, seperti postingan saya yang kemarin-kemarin itu. Seakan-akan banyak tempat wisata yang ‘benci’ dengan angkot, atau angkotnya yang ‘benci’ dengan mereka, entah. Sehingga saya harus menjalankan rencana Z agar saya sampai ke tempat unik tersebut.
Saya kemudian ambil pluit dan *priiiittt! Teman saya langsung datang dari jauh dengan sepeda motornya siap melayani tuannya. *senyumSinis. Anak pintar…
Jadilah kami jalan dari Warung Jati, Jakarta Selatan pada pagi buta, sebenarnya jam 6 sih… hari Selasa, tanggal 2 Januari. Waktu itu Jakarta masih dapat bernafas. Sepertinya manusia-manusianya masih belum pulang dari kejauhan. Bagus, no macet, no sumpek! Caiyooo…!
Saya menyarankan agar melewati jalan Raya Ciputat-Bogor saja hingga tiba-tiba tembus ke samping IPB. Iya, benar, kami melewati pasar Ciampea. Bonusnya? Hari itu cerah, hingga dari Flyover T.B. Simatupang terlihat jelas Gunung Gede dan Gunung Salak. Subhanallaahi wa Bihamdih. Sorry, no photo… 🙁
Kami keluar di Jalan Leuwiliang dan kemudian belok kiri ke Jalan Kapten Dasuki Bakri alias Pamijahan. Di pangkal jalan sudah banyak papan arah menuju tempat wisata Gunung Salak Endah, Air Terjun Cigamea, dst… dst… Tinggal ikuti jalan saja ampe bosen. Sebenarnya ada angkot yang menuju ke pintu gerbangnya, yaitu angkot 52 warna biru jurusan Gunung Peteuy, namun di tempat pemberhentiannya yang paling terakhir, masih harus berjalan lagi dengan menanjak sejauh 1,5 Km.
Oh, kami sempat berhenti dulu sebentar sebelum gerbang masuk hanya untuk memotret foto ini.
Itu foto Gunung Salak dari samping btw…
Di pintu masuk kami disuruh membayar Rp30.000 sebagai tiket masuk, saya lupa, itu hitungannya per orang Rp15.000 atau berlaku setiap pengendara ya? Dari sana diberikan peta mengenai wisata apa saja yang ada di dalamnya. Ternyata setelah masuk ke dalam gerbang masih banyak ditemukan rumah penduduk.
Saya berpikir apakah tiket Rp30k tadi adalah untuk semua wahana yang ada dalam peta ya? Coba saya lihat apa saja tempat wisatanya… ada Puncak Mustika Manik, Curug Cigamea, Curug Ngumpet, Curug Kondang, Curug Cihurang, Curug Goa Lumut, Curug Ngumpet 2, Curug… waaa banyak!!!
Dan you know? Ini seperti kumpulan kawasan wisata mirip Ancol, yang beberapa tempat rekreasi kumpul semua jadi satu. Bedanya? Tempat ini banyak curug dan Ancol banyak pantai… eh, bukan itu yang penting. Yang paling terasa perbedaannya adalah, Ancol punya BUS SHUTTLE dan ini TIDAK!
Dari semuanya itu yang paling mudah dicapai ternyata Puncak Mustika Manik, pas baru masuk gerbang, beberapa meter kemudian dijumpai sebuah masjid dan sebuah jalan dengan gapura di sebelah kanan. Iya, di sanalah kami parkir.
Dan inilah gerbang masuk menuju Puncak Mustika Manik:
Ke atasnya masih perlu menanjak seperti Curug Cilember, namun jangan khawatir, yang ini jauh lebih pendek dan lebih friendly. Dan yang lucunya, di tengah-tengah secara mengejutkan muncul loket masuk dadakan, bikin orang jantungan.
Dengan secara tiba-tiba sesosok manusia muncul menyeringai kepada kami menginginkan uang Rp15.000 dari masing-masing kami. Kidding, orangnya ramah kok.
Ekspektasi saya mungkin terlalu tinggi mengenai all in one ticket. Ah whatever… kemudian kami melanjutkan beberapa tangga lagi dengan beratapkan dedaunan layaknya sebuah saung.
Man, this is amazing! Begitu keluar dari tangga yang lumayan gelap karena tertutupi atap dedaunan tadi, viewnya berubah drastis! Semuanya serba wahana pijakan (platform) kayu yang bermacam-macam.
Mulai dari yang paling bawah ada gubug kayu, rumah pohon, tempat dengan simbol hati yang bertuliskan I Love You lengkap dengan anak-anak alaynya, dan terakhir adalah platform mirip sarang burung.
Kemudian di tahap kedua ada sapu terbang.
Kemudian tahap ketiga lumayan amazing, yaitu kursi layang (waktu itu masih diikat, petugasnya nggak ada, padahal mau naik) dan tentu saja, platform mainstream mirip yang di Kalibiru, Yogyakarta.
Yang mengidap fobia ketinggian atau acrophobia, harap dipertimbangkan lagi. Tempat-tempat tersebut minim safety atau keamanan. Ditambah lagi, pijakan yang bergoyang setiap gerakan jalan dan ketika pohon yang menjadi penyangganya tertiup angin. Lihat gambar di atas? Saya bahkan tidak berani untuk maju lebih jauh, lawannya di depan jurang boo…!
Dan kemudian ada platform tenda. Dan sebuah bunga matahari… Aneh, padahal bunga matahari hidupnya kan berkoloni?
Di pijakan terakhir ada saung gantung dengan tempat duduk mirip kafe, lagi, saya tidak dapat merasakan yang itu karena tangganya sedang jatuh dan petugasnya sedang tidak ada. Huwaaa….
Kemudian ada platform dramatis, mungkin temanya adalah sebuah jalan yang tak berujung, menanti kekasih yang tidak pernah kunjung tiba. Aih, jadi curhat, maklum, jomblo bahagia. Kemudian ada platform gak jelas yang bertemakan jam, mungkin kita yang harus jadi jarumnya.
Waktu itu masih sepi, jadi kami bisa puas jeprat-jepret meski ada beberapa pasangan yang agak menunggu kami. Mungkin pikiran mereka, “Kok itu cowok berdua anteng bener yakk??” Ok, stop it! Saya kemudian memutuskan untuk kembali pulang setelah puas memporak-porandakan shutter kamera saya. Namun, saya masih ada satu spot foto lagi yang belum tersampaikan.
Taraa….! :
Di sini tidak ada yang jual makanan, namun saya tidak tahu juga karena memang sedang sepi. Petugas pun minim. Jadi lebih baik bawa bekal sendiri, minimal ciki. Dan hati-hati ya, sampahnya…
Kami sempat mampir sebentar ke Curug Kondang dengan kejernihan airnya yang kemudian kami pakai untuk mencuci muka. Segarnya cukup meresap hingga ke tulang. Kami duduk sebentar sambil merenung, apa yang harus kami lakukan untuk menjadi lebih baik di 2018 ini. Ada pun curugnya tidak terlalu istimewa, dengan tiket yang hanya Rp5.000 dan itupun sekaligus parkir, tidak ada sesuatu yang dapat terlalu dibahas di sini.
Namun untuk foto, ada… silakan cek galeri. Intinya, pengelola hari ini sudah paham how to Instagram beberapa potensi alam yang mereka temui.
Sepanjang perjalanan pulang, pohon-pohon pinus menemani perjalanan. Dan hari itu benar-benar berbeda. Sayang, jalanannya hancur lebur. Namun ya sudahlah, semoga dapat cepat diperbaiki dan ditambahkan juga bus shuttle, atau setidaknya angkot untuk memudahkan mereka yang tidak memiliki kendaraan pribadi.
Ketika kami keluar gerbang yang lain, tulisannya adalah:
SELAMAT DATANG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK
O Em Ji?! Jadi selama perjalanan pulang kami ini berada di TNGHS?
Mengenai sub judul postingan yang paling awal… tidak, saya tidak memanggil teman saya dengan pluit seperti itu… hehe… Tapi siapa juga yang akan percaya jika benar demikian?!
[flexiblemap address=”Puncak Mustika Manik” width=”100%” height=”500px” zoom=”15″]
Bermanfaat tulisannya…
bener, tiket dadakan bikin kaget, klo ga bawa uang lebih, angkot penting bagi g bawa kendaraan,
#Ada yg mau bareng jalan kaki dari gerbang…cuma 1,5km
Terima kasih sudah berkomentar di blog saya. 🙂
Hampir setiap postingan jalan-jalan saya selalu saya sertakan akses umumnya.
Bro mf klo kita ngecer dr st.bogor
Ada gk akses angkutan umum yg kstu
Terima kasih sudah berkomentar sis Dewi. 🙂
Jika dari St. Bogor naik angkot ke Leuwiliang/Laladon. Kemudian lanjut angkot 52 trayek Gunung Peuteuy menuju Gunung Salak Endah dan berhenti di pemberhentian paling terakhir. Dari sana masih harus jalan 1,5 Km menanjak. Atau boleh naik ojeg namun saya kurang paham tarifnya berapa, mungkin 15-20rb.
Sayang banyak tempat-tempat piknik yang tidak bersahabat dengan angkutan umum, padahal itu dapat mendongkrak popularitas di antara para ‘angkoters’. Setidaknya hampir setiap kategori postingan jalan-jalan di blog saya, selalu saya sertakan akses umumnya, kecuali Curug Hordeng dan Curug Ciherang.
Terima kasih.
Terima kasih info nya
Untuk masalah keamanannya gmn min,
Biasanya tempat wisata banyak preman dan pungli nya
Terima kasih abang Jenuri Mochtar atas komentarnya, saya senang. 🙂
Baru saja saya ingin menulis artikel tentang hal ini mengingat kemarin saya habis dari Wisata Pabangbon, Bogor yang persis Mustika Manik. Ternyata harganya berbeda jauh dengan yang di website-website, katanya cuma 5rb, namun total beserta punglinya bisa sampai 50rb karena tiap wahana ternyata dipinta bayaran meski dikelola Perhutani.
Teman saya berkata, mungkin waktu saya ke Puncak Mustika Manik sedang dalam keadaan yang cukup sepi jadi tidak ada yang dikhawatirkan, karena temannya teman saya tersebut ternyata dipintai banyak hidden costs oleh para punglers di Puncak Mustika Manik.
Sayang sebenarnya, tempat yang terkenal karena viralitas namun tidak termanajemen dengan baik, pada akhirnya tidak akan bertahan lama popularitasnya. Terbukti, sekarang banyak wisata-wisata sejenis yang cukup sepi dari pengunjung. Orang-orang pada akhirnya lebih memilih tempat-tempat yang benar-benar bertemakan alam daripada harus sekali berkunjung cuma untuk foto-foto kemudian selesai.
Terima kasih. 🙂
Haloo, kalo kesana bisa pake mobil pribadi ngga?? Ada tempat parkirnya ga??
Selamat siang ibu Citra,
Untuk kendaraan pribadi tidak ada suatu halangan yang berarti. Jalanan mulus dan parkiran luas. Terima kasih.
🙂
Ada penginapan nya ga ka? Saya mau tahun baruan disana sama pasukan saya hehe
Hai Dika, untuk penginapan mohon maaf saya tidak tahu. Namun biasanya untuk tempat wisata, beberapa warga di sana menyediakan homestay. Mungkin penting agar bertanya dahulu mengenai harga homestaynya kepada beberapa warga yang menyediakan agar dapat memilih yang lebih sesuai kantong.
Terima kasih. 🙂