Curug NangkaTidak jarang saya temui postingan-postingan yang mana terjadi perdebatan dalam lingkup travelling, di mana yang satu bersikukuh bahwa untuk apa travelling ke luar negeri sedangkan negeri sendiri saja masih banyak keindahan yang belum ter-explore. Argumen tersebut jelas membuat orang yang menggemari piknik ke luar negeri merasa tidak senang karena orang-orang yang memilih travel di negeri sendiri memiliki argumen yang terlalu mengusik hak mereka.

Saya sejujurnya sudah cukup bete mendengar perang argumen semacam itu. Maka dari itulah saya mencoba menarik benang hijau dari masing-masing pendapat untuk mengetahui yang mana yang paling dapat diterima.


  • Jenis debat sama, kemasannya berbeda

Berdebat mengenai masalah tentang destinasi travel mana yang lebih baik antara negeri sendiri dengan negeri orang lain adalah seperti berdebat mengenai lokasi piknik antara alam dan mall. Banyak orang lebih senang liburan ke mall atau sesuatu yang bertema modern dibandingkan dengan destinasi yang jauh lebih natural. Bahkan lebih jauh, terjadi pengkotak-kotakkan antara piknik budget rendah dan tinggi, waktu piknik, dan lain sebagainya.

Sehingga muncullah istilah traveller dan backpacker. Yaitu ketika seseorang lebih condong ke budget mewah, mereka lebih layak disebut traveller. Namun sebaliknya, jika mereka lebih ekonomis, maka backpacker-lah julukannya. Dan backpacker itupun terkotak-kotak lagi menjadi dua jenis, backpacker dan flashpacker. Ah, sudah, saya tidak ingin lebih jauh membahas ke sana.

Entah bagaimanapun bentuknya, traveller tetap menjadi kebutuhan tersier yang dikhususkan untuk menyegarkan pikiran, dan membuat hidup lebih bahagia. Entah mereka yang lebih condong ke mall atau tempat-tempat modern, ke alam, ke kuliner, ke negeri sendiri, ataupun negeri orang lain.


  • Perang argumen, perang ketenaran, perang…ko?

“Travel ke luar negerilah yang terbaik!”

“Bukan! Travelling di negeri sendirilah yang lebih baik!”

Mereka berdua kemudian memposting-posting foto ‘perang’ mereka di jejaring sosial dan meraup like sebanyak-banyaknya demi memuaskan hawa nafsu mereka. Sehingga, tujuan travelling yang tadinya mulia, kini berubah menjadi ajang pamer dan ajang iri-irian.

“Ayo ke Negara X, di sini budayanya lebih beragam lho…”

“Ayo keluar main di daerah X, negeri kita kaya akan keindahan alamnya!”

Perang argumen terus terjadi, tanpa memikirkan lagi bagaimana tersiksanya orang-orang yang tidak dapat travelling karena ada tuntutan hidupnya yang harus diperjuangkan ditambah lagi melihat kesenangan mereka-mereka yang selalu pamer foto-foto travelling.


  • Bumi milik Siapa?

Milik Allah-lah segala sesuatu di bumi dan langit. Jadi entah orang-orang yang menganut paham bahwa travelling harus di negeri sendiri ataupun ke negeri orang lain tidak berhak untuk mengagung-agungkan argumen mereka. Beruntung Allah beri kita hidup di planet BumiNya yang indah. Coba jika pada saat itu Nabi Adam a.s. diturunkan ke planet Mars, masih mau adu argumen?

Atau tidak usah jauh-jauh, jika orang-orang yang selalu mengatakan bahwa negeri sendirilah yang paling indah, ternyata dilahirkan di negara tandus lagi gersang seperti negera-negara di Afrika tengah agak ke timur, apa masih berperang argumen seperti itu?

Di AlQuran jelas disebutkah bahwa manusia sedikit sekali yang bersyukur. Entah mana yang paling indah, itu menguji seberapa tingkat syukur kita. Saya sendiri sangat bersyukur dilahirkan di Indonesia dengan keberlimpahan sumber daya dan keindahan alamnya. Tetapi hal itu jangan sampai melenakan saya dan melupakan kewajiban saya sebagai Warga Negara Indonesia untuk ikut memajukan negara tercinta ini.


  • Kesimpulan

Biarkanlah mereka yang senang piknik ke luar negeri. Karena bumi ini bukan punya segelintir orang. Entah negeri siapa yang paling indah, tetap Allah Ta’ala yang punya. Mungkin jika suatu saat sudah diresmikannya piknik ke luar angkasa, argumennya akan berubah lagi.

Tidak ada istilah buang-buang uang di sini, karena yang namanya travelling atau piknik pasti demikian. Masalahnya, apakah travellingnya memenuhi kebutuhan dia atau justru malah menjadi candu yang mengakar kepada permasalahan sosial yang lain.

Yang jelas, semoga orang-orang yang bersikeras mengatakan bahwa travelling lebih baik di negeri sendiri tidak dilandaskan karena rasa iri kepada mereka yang senang travelling ke luar negeri.

Jika alasannya karena negeri sendiri kaya budaya, maka apa salahnya mempelajari budaya negara lain juga? Allah pulalah yang berfirman dalam AlQuran bahwa Dia menjadikan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal, bukan untuk saling membangga-banggakan dan menyita perhatian sosial satu sama lain.

Berhentilah berargumen tanpa ujung, tujuan travelling sudah jelas kok, sudah diberi titik juga malah.


—<(Wallaahu A’lam Bishshawaab)>—

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Horor Pendek 11 : Boneka Manusia

    Berikutnya
    Kripikpasta 23 : Tangga


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas