Hari itu hari Rabu, artinya, hari yang pas untuk jalan-jalan. Lupakan, teori dari mana itu. Namun memang hari itu adalah hari Rabu, dan seperti yang sering saya sebutkan di artikel jalan-jalan saya sebelumnya, salah satu syarat agar dapat pergi-pergi adalah hari yang harus cerah. Dan pagi hari itu memang sedang cerah-cerahnya, ditambah lagi itu adalah hari Rabu (stop bahas hari Rabu! Tidak ada hubungannya.)
Saya dulu pernah main ke Taman Wiladatika, daerah Cibubur (sudah masuk wilayah Depok sebenarnya, Cimanggis). Maka hari ini saya ingin mengulang masa-masa indah yang pernah terukir di taman itu seperti yang saya alami dahulu kala (padahal masih sekitar 2 tahun yang lalu). Baik, tanpa ada basa-basi, saya langsung lompat dari kasur untuk segera mandi, karena cerahnya nggak nahan…
Kabar baiknya? Transjakarta menyediakan layanan ke Cibubur dari halte UKI (sekarang dari BKN). Jadi tarifnya hanya Rp3.500,-, tentu saja. Mengingat busnya hanya sekitar 3 biji, menunggunya dapat dikatakan agak lama di halte UKI. Tetapi ya sudahlah, setidaknya yang melayani rute Cibubur adalah bus gandeng, jadi saya dapat duduk.
Perlu dicatat rute ini lewat tol dari sebelah halte UKI, makanya tempat pemberhentiannya hanyalah halte UKI (sekarang dari BKN), halte Buperta atau Exit Toll Cibubur, dan Cibubur Junction. Kebetulan lokasi Taman Wiladatika adalah persis di depan Cibubur Junction, jadi saya turun di tempat tujuan akhir bus. Alhamdulillah.
Saya baru tahu bahwa loket kasirnya pindah ke sebelah kanan, namun itu bukanlah hal penting. Yang lebih parah, saya lupa berapa harga tiketnya, mohon maaf…! Seingat saya antara Rp6.000 atau Rp8.000. Daftar harga masuknya banyak, termasuk foto prewedding yang dikenakan harga hingga Rp1juta, dan bahkan kamera amatir dikenakan biaya Rp100.000. Sial! Saya bawa kamera DSLR. Tapi bodoamat, saya hanya bayar Rp8.000.
Oh di loket juga ada tiket masuk kolam renang yang pastinya lebih mahal daripada tiket perseorangan, dan ada juga tiket rombongan, dan kesemuanya itu memiliki tarif yang berbeda antara hari biasa dengan hari libur. Pusing saya baca harganya, maaf ya tidak saya foto daftar harganya.
Saya langsung belok kiri dan kemudian belok kanan menuju air mancur. Saya lihat ada beberapa orang yang sedang mengotak-atik kamera DSLR mereka, seperti I don’t give a damn mengenai harga tiket masuk foto amatir. Ok, ini hal bagus, berarti saya bisa puas jeprat-jepret sampai shutternya terbang.
Inilah mengapa saya senang mengambil foto ketika hari cerah, everything is bright. Namun jika hari hujan pun sebenarnya tidak apa-apa, karena fotografi tidak terikat waktu dan cuaca. Di samping itu, saya bukanlah fotografer ahli. I just love taking photos, udah itu ajjah.
Selanjutnya saya ingin menuju sebuah tempat legendaris di taman ini. Makanya saya langsung bergegas ke sana.
Yup, hutan kecilnya masih ada, begitu pula jamur-jamur unik yang menjadi tempat duduk. Ya Kariim, saya seperti dilahirkan kembali… (stop lebai berlebih). Agak disayangkan waktu itu ada acara-acara yang sepertinya sudah dipesan dari awal, jadinya hutan yang imut itu dibanjiri spanduk.
Inikah tempat legendarisnya? Yes. “Gagal maning son! Ngerti ora son?!” Mengerti maksud saya? Manusia yang lahir di zaman milenial pasti tahu qoute legendaris tersebut, karena di sinilah salah satu tempat yang menjadi ikon film tersebut. Ah, anak jaman naw tahu tidak ya judul filmnya?
Saya baru tahu ternyata ada wahana baru di sini, yaitu permainan kereta-keretaan, persis disebelahnya. Lalu saya belok kiri dan menemukan rumah Jepang, mau sih masuk. Tapi sudah dibooking event lain. Jadi cuma bisa lihat dari luar. Kemudian saya belok kanan lagi, ada event salah satu brand transportasi online. Padahal tadinya saya ke sini pada hari biasa ingin merasakan kedamaian… hiks.
Ada padang rumput lapang, dengan setumpuk batu dipinggirannya. Namun air mengalirnya sudah tidak ada lagi. Payah. Dan… di mana rumah pohonnya??? Mengapa sudah tidak ada??? Super kecewa sumpah. Oh wait, setidaknya saya dapat memfoto ini:
Lalu apalagi yang harus saya lakukan? Tempat ini sangat nyaman, saya tidak ingin pulang dulu. Akhirnya saya duduk dan membuka laptop untuk bekerja memenuhi kewajiban saya terhadap klien-klien saya.
Pulangnya? Naik Transjakarta yang tadi lagi. Selesai urusan saya pagi itu. Alhamdulillah.
Saya menulis artikel ini hari Rabu btw…
[flexiblemap address=”Taman Wiladatika” width=”100%” height=”500px” zoom=”15″]
Ada tanda apa ngga om kalo kita bayar camera
Hai mas Asep, tidak ada pemeriksaan seingat saya di loket kasir. Loketnya hanya loket pada umumnya. Saya waktu itu menaruh kamera saya di dalam tas dan hanya membayar tarif masuk normal, dengan mendapatkan tiket kertas setelah itu. Terima kasih. 🙂