“Lebih baik hujan batu di negeri sendiri daripada hujan emas di negeri tetangga.”
Saya yakin sebagian besar kita mengetahui ungkapan tersebut, namun sayangnya hanya teori…
Sebagai negara berkembang, memang itu bukanlah hal mudah untuk mendapatkan suatu timbal balik positif dari setiap perubahan baik yang dilakukan. Problem ini sangat kerap terjadi di negeri Indonesia ini.
Sebuah komik strip menceritakan tentang keadaan anak-anak berprestasi dengan dipresentasikan seperti ini :
Ada yang pernah melihat komik strip yang kira-kira bercerita seperti itu? Lalu apa respon kalian terhadapnya? Saya yakin hampir semuanya akan membenarkan apa yang disinggung dalam komik strip itu dengan mantap sepenuhnya.
Memang menyedihkan dengan apa yang terjadi di negeri ini mengingat banyak karya anak bangsa yang dapat mengubah peradaban dunia namun dipatenkan oleh negara lain karena melulu beralasan bahwa karyanya tidak dihargai di negara sendiri.
Di balik itu tersimpan pertanyaan yang sangat menarik…
Apakah karya anak bangsa memang benar-benar -tidak- dihargai?
Ingat Kolonel Sanders penemu resep ayam goreng yang sekarang hampir semuanya pernah mencicipinya? Benar, dibranding dengan nama KFC, hasil karyanya kini telah dapat dinikmati bukan hanya di negaranya sendiri, melainkan di seluruh dunia!
Saya yakin beberapa dari kalian pernah membaca bahwa Kolonel Sanders pernah gagal menemukan resep tersebut selama ratusan bahkan menembus angka seribu kali. Siapa di sini yang mau berusaha mencoba hal yang sama berulang-ulang sebanyak dan selama itu?
Tetapi tahukah kalian setelah penemuan resepnya berhasil di percobaan yang keseribu kalinya, bukan berarti Kolonel Sanders telah puas dibalut kesuksesan karena ide jeniusnya telah berhasil diintepretasikan. Dia masih menemui hambatan yang jauh lebih hebat lagi, 1.008 restoran menolak resepnya yang telah dibuat dengan perjuangan yang bermandikan air mata darah itu. Dan akhirnya diterima pada kali yang ke 1.009 pada usianya yang sudah menginjak 67 tahun! Luar biasa? Iya, memang luar biasa! Dan dia pantas mendapatkannya.
Atau ingat kisah Galileo yang hasil penelitiannya (saya yakin penelitiannya sangat tidak sebentar) justru menjadikan pihak gereja marah dan mengejar Galileo untuk kemudian dibunuh?
Atau Marrie Currie yang melakukan percobaan atom siang malam dengan bejana yang beratnya berton-ton untuk menemukan sebuah teori yang menyinggung kekekalan atom namun diejek, dimaki, dan dihina? Apalagi pada saat itu perempuan adalah sesuatu yang diremehkan. Terbayang bagaimana dihinakan dua kali sebelum akhirnya Marrie Currie mendapatkan penghargaan berupa piagam Nobel?
Atau tidak perlu jauh-jauh, aplikasi foto yang bernama Instagram, yang menyimpan kenyataan bahwa pembuatnya pernah ditolak investor berkali-kali?
Kemudian pertanyaan yang tak kalah menarik lainnya muncul,
Apakah perihal kejadian tidak dihargainya karya mereka itu membuat mereka kemudian berpindah kewarganegaraan?
Mengapa karya kita lebih dihargai di negara lain? Saya menerka-nerka bahwa jawabannya memang sangat mudah, karena negara kita masih di dalam tahapan negara berkembang, sedangkan negara lain yang menghargai menghargai karya kita sudah ke tahap sebagai negara maju.
Mengapa bisa saya simpulkan begitu? Karena pada cerita-cerita yang telah saya beberkan di atas memang terjadi ketika negara-negara mereka masih dalam tahapan negara berkembang.
Lihat cetusan Galileo yang membuat pihak gereja marah hanya karena dia berteori bahwa tata surya ini adalah heliosentris bukan geosentris, yang artinya matahari sebagai pusat tatasurya dan bukan bumi. Padahal Galileo mencetuskan itu dengan penelitian yang saya yakin tidak sebentar.
Begitu juga yang lainnya, yang ingin mempertahankan budaya nenek moyangnya dalam hal sesuatu yang memang sudah bukan lagi masanya atau memang harus berubah. Hal ini sering kita istilahkan dengan sebutan “Kolot“.
Bahkan Rasulullah Muhammad SAW pernah menegaskan dalam hadits Beliau,
Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian.
Ada sebuah majas yang bernama majas paradoks yang pernah dijelaskan oleh guru Bahasa Indonesia saya sewaktu saya masih di Madrasah Aliyah dengan diberikan contoh sebagai berikut,
Yang tetap di dunia ini adalah perubahan.
Masih ingat aplikasi transportasi online yang di demo beberapa waktu lalu? Sebenarnya inti permasalahannya bukan melulu masalah pajak, warna plat, uji keur, dan lain sebagainya.
Pertanyaannya adalah, mengapa masyarakat lebih berani memilih yang lebih mahal? Saya yakin bus kota dan transport yang dipesan secara online masih jauh lebih murah bus kota, namun sekali lagi, mengapa masyarakat lebih memilih transportasi online?
Yang tetap di dunia ini adalah perubahan.
Atau awalnya yang bermula dari Taksi, yang kemudian kalah bersaing dengan angkot, dan yang kemudian kalah bersaing lagi dengan ojeg, yang hingga saat ini kalah bersaing lagi dengan transport online, yang setelah itu kalah bersaing lagi dengan …
Yang tetap di dunia ini adalah perubahan.
Jika memang kita masih hidup di tengah-tengah masyarakat yang masih sulit menerima perubahan, maka sudah dipastikan kita masih tinggal di negara berkembang. Dan negara ini butuh orang-orang kuat yang bersedia melakukan perubahan. Bukan orang-orang cengeng yang baru dicemoohkan sedikit kemudian meninggalkan kampung halamannya.
Sebaik-baik contoh adalah Rasulullah Muhammad SAW., Beliau dapat dikatakan seseorang yang sangat nasionalis. Bahkan ketika perintah Allah SWT. turun kepada Beliau untuk hijrah, betapa berat bagi Beliau meninggalkan Mekkah, karena Beliau sangat mencintai Mekkah.
Diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah SAW berada di bukit bernama Khazwarah, beliau bersabda, โDemi Allah, sesungguhnya engkau (Makkah) adalah bumi (negeri) yang paling baik dan paling dicintai di sisi Allah SWT. Seandainya aku tidak diusir darimu (Mekkah), pasti aku tidak meninggalkanmu.โ (Diriwayatkan dari ibnu Umar bin Adiy bin Abil Humra, dikutip dari โAtiq bin Ghaits al-Biladi).
Ibnu Ummi Maktum pernah memengang kendali unta Rasulullah SAW, lalu ia mendengar Rasulullah berucap, โBetapa indahnya lembah Mekkah, disanalah bumi dan sahabatku. Disanalah tertancap pancangku. Dan disanalah aku berjalan sendiri tanpa seorang pun menunjuki.โ (Dikutip dari โAtiq bin Ghaits al-Biladi).
Istri Rasulullah SAW, Aisyah ra. mengungkapkan kecintaannya terhadap Mekkah, dengan berkata, โSeandainya tidak ada hijrah, niscaya aku tetap tinggal di Mekkah. Sesungguhnya aku belum pernah melihat langit begitu dekat dengan bumi selain di Mekkah. Hatiku belum pernah merasakan ketentraman selain di Mekkah. Dan aku belum pernah melihat bulan pada suatu tempat, yang lebih indah daripada yang aku lihat di Mekkah.โ (diriwayatkan dari Ibnu Najih, dikutip dari al-Azraqy, Akhbar Makkah).
Boleh saja atau bahkan dianjurkan untuk menuntut ilmu ke negeri yang sangat jauh, yang dalam hal ini adalah pergi sekolah serta berpendidikan ke luar negeri. Namun seseorang hendaknya tidak boleh lupa dengan negerinya sendiri setelah itu. Betapa banyak anak bangsa yang lebih memilih kerja di luar negeri dengan alasan gajinya lebih layak, lebih dihargai, dan sebagainya dengan menjadi sebuah kacang yang lupa akan kulitnya.
Bayangkan, apa yang terjadi kepada bangsa ini jika setiap anak bangsa yang berprestasi justru meninggalkan kampung halamannya karena alasan yang sangat monoton? Lihatlah Rasulullah ‘yang lebih dihargai’ di Madinah, namun Beliau masih sangat cinta daerah asalnya dan justru berusaha agar menjadikan daerahnya menjadi lebih baik dan maju. Maka sepulang dari negeri orang (Madinah) tersebut, Rasulullah ‘membawa oleh-oleh’ yang bernama “Fathul Makkah” atau pembebasan kota Makkah.
Yang merasa muslim dan mencintai Rasulullah saw. seharusnya agar meneladani apa yang dilakukan Rasulullah tersebut di atas. Mengingat mayoritas agama bangsa ini adalah Islam.
Saya sendiri pernah meremodel permainan jadul (ROM Hacker) dengan bahasa pemrograman yang mungkin hampir tidak ada orang yang menguasainya hingga akhirnya saya belajar sendiri dan saya buat sesuatu yang baru. Setelah saya publikasikan permainannya, banyak negara-negara luar menyanjungnya bahkan hingga ada orang jepang berkirim email mengenai bagusnya apa yang telah saya buat, namun…
Saya justru diolok-olok di negara sendiri yang katanya tercinta ini.
Saya merasa tidak dihargai, mungkin mereka benar bahwa karya anak bangsa lebih baik dipasarkan di luar. Namun saya akhirnya sadar bahwa saya hanya terhasut oleh paradigma-paradigma negatif yang sengaja dibuat oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Benar saja, setelah beberapa lama tiba-tiba ada beberapa saudara senegeri yang berkirim pesan hingga ingin menjalin hubungan pertemanan lewat jejaring sosial menghargai apa yang telah saya buat, bahkan ada yang ikut memublikasikannya lewat video di akun Youtubenya setelah semuanya dilakukan oleh orang luar negeri.
Setelah itu saya yakin,
Karya kita sebenarnya memang dihargai.
Hanya saja kita masih harus bersabar untuk menemukan siapa yang menghargai awalnya.
Atau kita yang justru tidak mau mencari siapa yang mau menghargai karya kita.
Tinggalkan teman-teman kamu yang menutup kamu dari kekuatan sebuah jaringan yang luas, bahkan yang kamu tidak kenal sebelumnya.
Bergabunglah dengan siapa saja, semua ras, semua agama, dan semua usia.
Tunjukkan hasil intepretasi kamu terhadap waktu, kamu masih muda.
Artikel ini saya tulis, untuk mematahkan paradigma-paradigma negatif yang telah mendarahdaging, yang sudah barang pasti sulit dihilangkan.
—<(Wallaahu A’lam Bishshawaab)>—
Terimakasih, sungguh artikel yang sangat menginspirasi untuk terus berkarya. ๐
Hai Dimas, terima kasih telah berkomentar. ๐