Oleh: Andrea Morrow
Ini adalah kisah nyata. Ketika aku tinggal di Saigon, Vietnam selama perang, aku mengalami mimpi buruk yang sepertinya memang cukup nyata. Itu sudah bisa diduga, aku masih dapat mengingat segalanya. Aku berusia 8 atau 9 tahun ketika diriku mengidap penyakit yang cukup parah.
Mimpi burukku adalah tentang orang tanpa kepala. Bagi orang dewasa, kalian mungkin pernah melihat bagian film horor dengan orang mati berjalan, dll, jadi ini tidak terlalu menakutkan. Tapi hidup dengan kematian di kota itu selama perang membuat ini sangat nyata bagiku. Dan aku masih kecil, jadi itu lebih buruk.
Kamar tidur kami berada di lantai atas dan dalam mimpi burukku, aku mendengar suara gedoran dan dentuman di lantai bawah. Tentu saja aku turun dari tempat tidur dan pergi ke arah tangga untuk melihat ke bawah. Ada banyak bayangan di bawah sana dan aku bisa melihat orang-orang tanpa kepala berkeliaran seperti orang buta. Orang-orang ini semua mengenakan semacam pembungkus, tidak persis seperti mumi, tetapi lebih seperti seprai yang robek atau dipotong sehingga kaki mereka bebas bergerak. Warnanya terang, kontras dengan pencahayaan yang agak remang-remang, meski warna kainnya agak krem ββseperti sudah lusuh.
Mereka menabrak meja, meraba-raba dinding, kira-kira semacam itu, tanpa kepala. Aku bisa mendengar kaki telanjang mereka bergeser di atas lantai keramik linoleum dan jari-jari mereka menggaruk-garuk dinding dan pintu. Lengan mereka terulur dan gemetar seolah putus asa untuk menemukan sesuatu. Aku dapat mengingat dengan jelas bahwa hatiku sepertinya berhenti pada saat aku menyadari bahwa mereka sedang mencari seseorang.
Aku tidak bisa menjelaskan kengeriannya, tidak bisa.
Lalu mereka secara tiba-tiba seperti langsung menyadari kehadiranku. Mereka semua membelok ke arahku dan dalam sekejap mulai merangkak ke arah tangga. Tentu saja aku segera berlari ke kamar orang tuaku tetapi mereka sedang pergi. Semua jendela dipaku (ini sebenarnya untuk keamanan kami) jadi aku tidak bisa keluar.
Aku secara perlahan mulai merangkak ke tempat tidurku dan meletakkan seprai di atas kepalaku dan berbaring di sana dengan gemetar dan terisak. Aku bisa mendengar orang-orang tanpa kepala menaiki tangga, gesekan kaki dan tangan mereka terdengar saat mereka setengah merangkak. Tentu saja diriku tidak dapat melihat apa pun di bawah seprai meskipun lampu di luar pintu kamarku menyala dari atap yang setengah terbuka.
Dengan perasaan tercekik yang luar biasa, aku mendengarkan mereka ketika menabrak dan terseok-seok melintasi tangga dan mulai merangkak melalui kamar orang tuaku. Aku bisa mendengar derit tempat tidur orang tuaku saat salah satu dari mereka jatuh ke atasnya, lalu perlahan bangkit kembali. Aku bisa mendengar benda-benda bergemerincing di lantai kamar mandi.
Hingga akhirnya aku mendengar mereka masuk ke kamarku. Aku hanya dapat berbaring dengan mata terpejam sambil berdoa berulang kali saat aku memasukkan tanganku ke dalam mulut untuk menahan isak tangisku. Aku meringkuk menjadi seperti bola. Mulutku dipenuhi dengan rasa asam dan aku bisa merasakan kulit kepalaku kesemutan.
Mereka mulai berjalan mengitari tempat tidurku, mengitari ruangan seperti yang mereka lakukan di lantai bawah. Sekali lagi aku bisa mendengar tangan mereka membelai dinding, kuku mereka menggores plester. Mereka terseok-seok, menabrak-nabrak sesuatu, bersentuhan dengan kursi, dan menjatuhkan sesuatu dari meja belajar ke lantai dengan suara gemerincing singkat.
Kemudian ada tusukan yang sangat menyakitkan di kakiku, begitu tajam dan dalam sehingga aku pikir aku telah ditusuk dengan pisau.
Aku pikir setelah itu aku pingsan. Ingatanku tentang sisa malam itu tidak ada. Mungkin aku tetap terjaga, atau mungkin makhluk tanpa kepala itu terus berkeliaran. Aku tidak ingat apakah aku ditikam lagi.
Aku kemudian bangun dan saudara kandungku berada di tempat tidur denganku. Aku berbaring di sisi tempat tidur (adik perempuanku selalu di tengah sehingga dia tidak akan jatuh) sambil melihat ke lantai. Sebenarnya aku tidak ingat bahwa aku benar-benar terbangun karena ini adalah bagian yang aku ingat setelah mimpi buruk.
Mimpi itu masih bersamaku karena meskipun aku tahu itu tidak mungkin nyata, aku masih sakit ketakutan dan kelelahan seolah-olah aku belum tidur. Aku ingat ibuku datang ke kamar untuk membangunkan kami dan aku melihat kakinya memakai sandal. Dia ceria dan terlihat begitu sibuk.
Aku masih dalam keadaan berbaring di atas tempat tidur sambil melihat ke lantai dan berpikir bagaimana diriku mengalami mimpi buruk semalam itu dan ibuku kini berada di sini begitu pun dengan semua saudara kandungku sehingga sekarang baik-baik saja. Aku teringat dan aku menjadi sangat terkejut bahwa kakiku tidak sakit. Dan dalam proses berpikir itulah aku melihat sesuatu yang aneh di lantai.
Begitu banyak jejak kaki berukuran dewasa di sekeliling tempat tidur. Mereka memudar dengan cepat dan dalam sekejap mereka menghilang begitu aku menyadarinya.
Aku benar-benar menyadari apa yang aku lihat. Kamarku itu terang benderang dari cahaya matahari pagi. Namun aku kembali tidak ingin menganggap itu nyata. Yah, mungkin yang tadi itu hanya tipuan cahaya, atau mungkin aku masih setengah tertidur. Yang pasti aku masih ketakutan.