Perempuan Itu
urban legend by : anandastoon
Ini adalah pengalamanku sewaktu aku main ke rumah temanku, untuk pertama dan terakhir kalinya. Selanjutnya aku akan menolak berapa kali pun ajakan temanku untuk menginap kembali di rumahnya meskipun dia setengah mati memohon padaku. Pasalnya karena kejadian itu…
Aku waktu itu ditawarkan agar berkunjung ke rumahnya di daerah Pekanbaru, Riau. Wah, jarak yang sangat jauh sekali, karena kebetulan aku sedang cuti panjang bersama temanku, maka aku sanggupi tawarannya. Ya, hitung-hitung mencari pengalaman di tempat orang, lagipula memang biayanya dia yang menanggung hampir seluruhnya, aku hanya menambahkan sedikit terutama untuk membeli tiket pesawatnya.
Tiba waktunya kami menggunakan pesawat terbang menuju daerah di sebelah semi utara Pulau Sumatera itu. Perjalanan tidak terlalu memakan waktu yang lama hingga tiba di bandara Sultan Syarif Kasim II, sebuah bandara bertaraf Internasional di Riau. Di sana temanku sudah dijemput sepupunya, bersama denganku kemudian kami meninggalkan bandara itu menuju ke rumahnya.
Ternyata rumah temanku berada sekitar lebih dari 10 km dari pusat kota, sehingga nuansa pedesaan sangat kental di sini. Tentu saja aku dijamu hangat oleh keluarganya yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Ini pertama kalinya aku menginjakkan kakiku di luar pulau. Udara di luar rumahnya pun masih sangat segar, sehingga aku betah berlama-lama duduk di teras rumahnya.
Di saat-saat itu, aku melihat seorang gadis berjalan di depan rumah temanku seperti ingin pergi berbelanja. Tas anggun tertenteng di tangannya yang mulus. Wajahnya sangat ayu sekali. Mungkin inilah yang disebut gadis desa. Aku terpesona, bahkan aku tidak ingin berkedip saat melihatnya berjalan dengan lemah gemulai. Tak sadar gadis tersebut mengalihkan perhatiannya kepadaku dan sedikit tersenyum. Aku secara gugup membalas senyumannya sambil meneruskan pandanganku.
Setelah itu langsung saja aku memberitahukan temanku yang sedang berada di dalam rumah. Aku menemukan dia sedang berada di dapur. Kemudian aku bertanya perihal gadis itu dengan memberikan detail dan ciri-cirinya. Temanku hanya menanggapi ringan,
“Kamu sepertinya baru kenal gadis-gadis desa di sini ya? Tenang saja, kamu tidak akan kehabisan ‘stok’ haha. Jumlah mereka sangat banyak.”
Esoknya ketika aku keluar untuk membeli sesuatu, aku berpapasan lagi dengan perempuan yang kemarin. Aku yakin penglihatanku tidak salah karena memang patokannya adalah wajahnya meskipun hari ini dia memakai pakaian yang sangat berbeda dengan yang kemarin. Lalu dia menatapku kembali dengan melayangkan sedikit senyuman. Aku benar-benar terpesona.
Malamnya aku terdiam, duduk menghadap jalan tanpa tujuan apapun. Pikiranku masih membayangkan kecantikan wajahnya hingga temanku menegurku dari sampingku,
“Sedang apa melamun? Kamu pasti sedang membayangkan gadis-gadis desa yang sering lewat di depan sini ya?”
Aku kaget temanku langsung menembakku dengan pernyataan itu.
“Bagaimana kau tahu?” Aku bertanya.
“Aku melihatnya dari wajahmu. Kita kan sama-sama laki-laki, pasti tahu dong temannya jika sedang kasmaran.”
“Tapi kau kurang tepat, aku hanya baru melihat seorang gadis dan gadis yang kulihat tadi adalah sama seperti gadis yang kulihat kemarin.”
Temanku mengangguk sambil tersenyum sebagian, “Aku juga jadi penasaran. Kita akan lihat nanti siapa dia yang kau temui itu. Barangkali aku juga bisa suka padanya.”
Esok harinya lagi aku sedang melihat tanaman-tanaman pot di samping rumah temanku. Beberapa saat disela-sela kegiatan kurang kerjaanku itu aku melihat seseorang keluar dari sebuah gang pemukiman penduduk yang agak jauh dariku. Ya ampun ternyata gadis itu lagi, dengan mode pakaian yang jauh berbeda dibandingkan dengan dua hari sebelumnya. Aku lihat dia memakai baju merah dengan polkadot jingga dan rok panjang berwarna ungu gelap. Berjalan dengan anggun kemudian berpapasan denganku. Seperti biasa ia sedikit mengangguk dan melemparkan senyumannya ke arahku yang sedang terpesona. Terasa ingin pingsan aku dibuatnya. Andai temanku itu disampingku untuk melihatnya.
Sorenya, ide nakal merasuki pikiranku. Sekarang aku sudah tahu darimana ia muncul. Mungkin tak salah berjalan-jalan pada sore hari menyusuri gang-gang rumah penduduk sambil menyapa setiap orang di sekelilingku. Barangkali aku tidak sengaja melihat gadis itu di depan rumahnya agar langsung kuberitahu kepada temanku itu. Baiklah, setelah sedikit meminta izin dari pihak keluarga temanku, aku mulai menyusuri jalan-jalan itu.
Aku berangkat menuju gang itu, Pikiranku selama perjalanan selalu dipenuhi dengan kemungkinan banyaknya gadis desa di sepanjang lorong gang tersebut. Hal itu membuatku segera mempercepat langkahku. Tak lama kemudian, aku disapa oleh seorang penduduk, mungkin seorang ibu rumah tangga, sesaat sebelum memasuki gang itu. Dia adalah warga di dekat rumah temanku yang pertama kali menyapaku.
“Dik, darimana?” Sapa ibu itu.
“Dari Jakarta Bu, sedang main ke rumah temanku yang di sana.” Kataku sambil menunjuk rumah temanku. Aku sengaja menjawab sekaligus agar menghemat waktu percakapan.
“Oh begitu, aduh asalmu jauh juga. Lalu sekarang mau ke mana?” Tanya lagi ibu itu.
“Ingin jalan-jalan sore Bu.”
“Wah, bagus jika begitu. Anak muda sepertimu harus rajin begitu.”
Aku tersenyum. Dan langsung berbelok ke arah gang tersebut.
“Nak, nak. Mau masuk gang itu ya? Jangan…” Ibu itu berkata kepadaku kemudian. Ternyata dia masih memperhatikanku.
“Kenapa? Ada apa memangnya Bu?”
“Oh, tidak apa-apa. Ibu hanya ingin bilang, belum lama ini warga sering kehilangan barang-barangnya karena rumahnya disantroni maling. Setelah di telisik, ternyata maling-maling tersebut berasal dari gang yang adik ingin masuki itu. Karena warga kesal, akhirnya ujung gang tersebut di tembok dan sekarang gang itu buntu.”
Aku terdiam.
“Dan lagi,” Ibu itu melanjutkan, “Maling dulunya terbiasa lewat sana karena aksesnya sulit diketahui orang lain. Maling-maling tersebut pastinya berani sekali, pasalnya, di balik tembok di ujung gang itu hanya terdapat hutan lebat dan banyak kuburan tua.”