Ekspedisi Antarktika

urban legend by : anandastoon

Ekspedisi Antartika

Tahun 1997, Anna dan Friska, dua orang mahasiswi cerdas yang berasal dari keluarga yang kaya raya memiliki agenda gila demi mendapatkan nilai A pada mata kuliahnya, subjek geografi. Mereka berangkat dari selatan Argentina dengan kapal sewaan selama libur musim panas. Friska dapat mengendalikan kapal laut, jadi mereka tidak memakai nakhoda lain.

Mereka berbohong kepada setiap orang bahwa mereka akan pergi ke sebuah pulau sekitar Chili untuk mendeteksi pergerakan tektonik yang berhubungan dengan ilmu Seismologi. Mereka hanya tidak ingin membuat orang-orang terdekatnya khawatir, sekaligus membuktikan bahwa mereka memang sudah dapat melakukan sesuatunya secara mandiri.

Tidak akan ada cerita mengenai darurat perbekalan, mereka berdua sudah yakin. Perjalanan berhari-hari ke bagian titik selatan Bumi akhirnya membuahkan hasil, meskipun kapal ekspress mereka diterpa angin berhari-hari.

Gumpalan-gumpalan es raksasa yang mengapung menyambut kedatangan mereka dengan sangat dingin. Antartika tidak seperti dugaan mereka, meskipun siang hari, daerah yang mereka sambangi cukup gelap, dan sangat sunyi. Saat mereka yakin tidak ada hal yang mengancam, mereka turun.

Anna berteriak sekuat tenaga, mungkin dapat terdengar hingga berpuluh-puluh KM karena kesunyiannya. Namun tidak terbalaskan jawaban selain dari beberapa gumpalan es yang runtuh ke air dari gunungan salju yang mengarah ke laut. Benar-benar sepi.

Mereka berdua berjingkrak-jingkrak berteriak kegirangan karena sudah ‘menaklukkan’ bagian terbuas bumi, dengan menginjakkan kaki di sana. Lalu setelah ini bagaimana? Yang terhampar di depan mereka hanyalah padang es dan pegunungan yang warnanya benar-benar putih. Namun entah mengapa, pegunungan tersebut seperti berubah bentuk, Anna ketakutan, rupanya Friska juga merasakan hal yang sama dan mulai membuang pandangan dari pengunungan itu.

Friska kemudian melihat sesuatu, sebuah objek berwarna merah pucat dari kejauhan, mereka penasaran dan menuju ke sana.

Sebuah pondok kayu? Mereka membersihkan sebagian salju yang menutupi dinding dan sesuatu yang mereka pikir itu adalah pintu masuk. Di sebelahnya mereka menemukan sebuah prasasti dan bendera Norwegia yang sudah tersobek sebagian. Di prasasti  tersebut tertulis sebuah judul “Dødens Hus” diikuti dengan paragraf berbahasa asing. Bahasa Norwegia mungkin? Apakah ini daerah Antartika yang diklaim Norwegia? Mereka baru tersadar tidak memahami daerah yang mereka injak pada saat itu.

Anna mengetuk pintu rumah tersebut disertai dengan tamparan angin-angin dingin ke wajah mereka.

“KREK!” Pintu sedikit terbuka secara tiba-tiba diikuti decitan naik turun dari gerakan pintu kayu yang terlihat sudah usang. Mereka berdua kaget.

“Ada orang di sini?” Friska membuka percakapan. Tidak ada jawaban selain dari gema suara mereka. Mereka mulai masuk dan Anna mengeluarkan barang-barang yang mereka bawa dari kapal. Sebuah lampu minyak dinyalakan, sambil disertai suara batuk Friska.

“Tempat ini sangat berantakan dan berdebu, tahun berapa pondok ini dibangun?” Ucap friska sambil mulai membereskan beberapa barang yang berserakan di lantai.

PRANG! Mereka dikagetkan oleh sebuah benda jatuh dari atas tungku perapian.

Sebuah piring keramik antik pecah berantakan, Anna mengambil salah satu pecahannya.

Sebuah tulisan 1931 dengan sejumlah kapal berlabuh terukir di permukaan pecahan piring itu.

“Hei, sepertinya penghuni daerah ini ingin berkomunikasi dengan kita, haha. Coba kita telusuri sisa-sisa sejarah yang mungkin tersisa di gubug ini.” Anna memberi saran, Friska setuju.

Sebuah tirai yang hampir putus dengan banyak coretan di dalamnya, dan sebuah kasur yang bahkan busanya sudah berhamburan, serta sebuah meja dengan buku catatan tergeletak di atasnya, bertuliskan sesuatu dengan tinta yang berantakan. Mereka tidak dapat memahami apa isinya.

“Setidaknya kita menemukan tempat bermalam.” Ujar Friska.

Pukul 20.30 matahari belum terlihat terbenam, hanya bertengger pada ufuk, bermalas-malasan. Friska ingin berjalan-jalan ‘malam’ berkeliling, namun Anna entah mengapa hanya ingin berada di pondok, menulis laporan perjalanan mereka sambil menyalakan perapian dengan sisa kayu bakar yang masih tersisa di atas kasur.

Pukul 23.00 Friska baru pulang, bersamaan dengan malam yang sudah menyelimuti bagian Antartika, atau setidaknya daerah mereka.

“Dari mana sajj…” Anna bertanya, namun tertahan dengan ekspresi pucat Friska yang seperti terburu-buru masuk dan melempar beberapa gelondongan kecil kayu ke perapian yang ia entah dapatkan dari mana. Setelah itu dia duduk menyamping menghadap jendela, membelakangi Anna. Aneh.

“Kau kedinginan?” Tanya Anna sambil menutup pintu. Friska menggeleng.

“Baiklah aku tidur duluan ya, aku hanya lelah. Selamat malam.” Anna sembari berbaring di pinggir kasur, menyisakan sebagian untuk Friska.

Dalam mimpinya, Anna melihat tiga orang ekspeditor berusia 30 hingga 40-an yang bermukim di pondok itu terjebak dalam badai salju yang hebat, mereka berpelukan di tengah gelapnya suasana. Suara putaran angin yang super cepat terdengar begitu mengerikan, sedangkan mereka seperti dalam keadaan genting. Muka yang pucat, bergetar hebat, seakan perbekalan sudah habis, terkurung dalam teror badai yang telah berhari-hari.

Tak lama setelah itu terdengar suara-suara aneh yang tiba-tiba bermunculan, seperti suara auman singa namun lebih menakutkan, diiringi sebuah suara lengkingan seperti suara teriakan seorang wanita, dengan oktaf yang sangat tinggi. Suara-suara lain yang tak kalah menyeramkan seperti suara teriakan banyak orang yang bersiap untuk melakukan pertempuran pun menyertainya kemudian.

Pondok terlihat bergoyang-goyang, kertas-kertas dan benda-benda kecil tiba-tiba berterbangan, terlempar kesana-kemari. Bukan, itu bukan gempa, Anna yakin ada kekuatan negatif atau apa pun itu, bersama mereka.

Tak lama salah seorang dari mereka seperti terlihat pusing sambil berteriak tak karuan berlari terhuyung ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka, menuju badai salju yang sangat pekat lagi ganas. Tidak tahu apa maksudnya, namun pintu tiba-tiba terbanting menutup begitu dia keluar, sayup-sayup diikuti suara jeritan yang tak lama ditelan dengan suara-suara misterius dari luar. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi padanya.

Salah satu dari dua orang yang tersisa tiba-tiba tertawa dan menangis dalam tempo yang sangat cepat, bergantian. Dia bergumam sesuatu yang sulit dimengerti, bibirnya bergerak kacau kemudian menjerit-jerit tidak terarah dengan mata yang terbelalak ke arah atas. Tangannya mulai bergerak ke arah temannya dan kemudian temannya dilempar ke pojok ruangan.

Temannya berdiri secara payah, diikuti dengan teman yang satunya yang kini tidak terlihat normal lagi. Secara menyeramkan dan patah-patah, dia bergerak ke arah temannya yang secara putus asa berteriak-teriak meminta tolong, dan bergerak ke arah penjuru ruangan menghindari kawannya yang semakin membuas.

Tiba-tiba ia berlari kepada Anna sambil memelas minta tolong dengan suara yang menyayat hati.

Anna terbangun, berkeringat sedikit. Masih pukul 23.40. Anna melihat ke segala arah dan masih menemukan Friska duduk menghadap jendela. Anna menghela nafas lega.

“Kau belum tidur Friska?”

Friska tidak menjawab.

“Friska? Friska!!!”

Akhirnya Friska berdiri, dan langsung menghadap Anna.

“Keluar! Kau menggangguku!” Suara berat seorang pria keluar dari mulut… ITU BUKAN FRISKA! Itu seorang hitam dengan rupa yang sedikit miring ke kiri.

Anna berteriak, tiba-tiba sebuah benda jatuh dari atap dan menggelinding ke arahnya. Sebuah kepala hitam. Anna melompat ke pojok ruangan sambil berteriak histeris. Tungku perapian tiba-tiba padam, menghasilkan dua buah titik cahaya merah dari sosok itu.

Pondok tiba-tiba bergoyang-goyang, diikuti dengan barang-barang lainnya. Barang-barang kecil berjatuhan dari meja dan tungku. Sosok itu mulai berjalan dengan pelan ke Anna.

Anna yang masih berteriak-teriak berlari ke arah pintu namun pintu seakan terkunci, tidak bisa dibuka sama sekali. Sosok itu semakin berjalan mendekat, tidak peduli dengan kepanikan Anna yang masih menarik, menggedor-gedor, dan menendang pintu.

Akhirnya Anna tidak punya pilihan lain. Ia berlari kembali ke arah kasur dan melompat ke sebuah jendela kecil yang tinggi, berada di atas kasur. Tumitnya sempat ditangkap dan ditarik-tarik oleh sosok itu. Beruntung, Anna memiliki sepatu yang longgar sehingga ia berhasil lepas dari cengkeraman jari-jari panjang nan kurus dari apa pun itu.

Anna berlari menjauhi pondok itu. Namun ia sedikit terhenti melihat sesuatu yang aneh. Di sekeliling pondok itu hanya padang es yang kosong dan terlihat mati. Tidak ada pegunungan yang pernah terlihat sewaktu ia datang! Anna hanya menggeleng-geleng tidak percaya. Bulan pun sedang tidak tampak sedikit pun.

Kemudian ia melihat pintu pondok terkutuk itu bergerak-gerak dan mulai terbuka. Anna kembali berlari dan terus berlari ke arah kapal dengan kaki kanannya yang membeku karena sepatunya sudah terlepas sedangkan kaus kakinya tidak bisa menyelamatkan dinginnya es.  Anna hanya berlari di tengah keheningan tanpa ingin melihat ke arah belakang.

Suara langkah yang seperti berlari mulai terdengar di belakangnya. Makhluk itu mengejar? Tidak! Tidak! Anna tidak pernah menyangka ekspedisinya akan menemui hal yang seperti ini.

Dari kejauhan kapal sudah terlihat, Anna mempercepat larinya hingga akhirnya sampai di dek. Ia segera berlari ke arah ruang nakhoda. Begitu memasuki ruang kemudi, Anna menjerit tak kalah histerisnya.

Pasalnya ia melihat Friska, terlihat panik mengoperasikan kapal yang tidak kunjung bekerja. Namun itu hanya sebuah pose diam statik, Friska sudah tidak lagi bernyawa, membeku dalam keadaan terakhirnya yang seperti itu.

Masih dalam keadaan syok, Anna mendengar sesuatu menginjak kabin kapal, ia sudah pasrah. Samar-samar terucap sesuatu dari mulutnya yang sudah lemah itu,

“Siapa pun, tolong aku…”

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Horor Pendek 33: Kacamataku

    Berikutnya
    Kripikpasta 40 : Pindah Rumah


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas
    Pakai tema horor