Rumahku Begitu Berhantu

Saya pernah tuliskan kisah Wita dahulu di artikel berikut mengenai pengalaman kesurupannya. Sempat saya sebutkan bahwa Wita memang memiliki aura yang disukai oleh makhluk halus, ditambah lagi, Wita bertempat tinggal di sebuah rumah yang cukup luas namun semuanya didominasi oleh kebun dan rawa-rawa.Sebagai gambaran, rumah Wita tidaklah bertingkat, namun halamannya berukuran hampir seluas lapangan sepak bola. Namun sayangnya, sebagian besar hanya berisi pepohonan dan rawa-rawa. Belum lagi tidak ada tetangga di sebelah baratnya, dan ketika malam area itu memang sangat gelap, hanya ada bayang-bayang pohon yang berdiri di kegelapan.

Bahkan lampu pun masih tidak cukup untuk membantu menerangi sisa halamannya.

Ayah Wita (alm.) dahulunya adalah pengikut aliran Kejawaan alias Kejawen, kehadiran benda-benda pusaka di sekelilingnya tentu membuat rumah Wita semakin menyeramkan. Pernah suatu saat Wita memergoki ayahnya sedang ingin memandikan benda-benda pusaka itu.

Dari sana Wita mulai melihat benda-benda mulai beterbangan mengelilingi sang Ayah, seakan ‘senang’ melihat pusaka mereka dimandikan. Cahaya-cahaya energi mulai bermunculan, terang berwarna-warni membentuk tornado-tornado cahaya berputar mengelilingi Ayah Wita, mengeluarkan suara-suara aneh seperti suara kembang api yang terus meledak sana-sini dicampur dengan suara kerumunan orang sedang mengobrol dengan bahasa yang cepat, tidak dimengerti, dan intonasi yang aneh.

Tiba-tiba pintu terbanting dan Wita menjauh.

Wita beserta kakaknya pun gemar menonton tayangan misteri dan horor yang sering tayang di stasiun-stasiun televisi pada masanya. Pernah suatu malam Wita tidur di kamarnya dengan lampu yang dimatikan. Entah kenapa Wita melihat sesuatu yang sedang berdiri di pojokan.

Wita yang penasaran, menyalakan lampu kamar. Kosong. Hanya sudut tembok. Wita mematikan lagi lampu kamar, sosok itu kembali terlihat. Sosok samar tersebut mengeluarkan bau amis dan busuk. Wita semakin melihat dengan jelas wujud sosok tersebut, mukanya benar-benar gelap dan sedikit kemerahan, terbungkus kain-kain putih. Wita langsung memberitahu ibunya di ruang depan.

“Mah, mamah… kok itu setannya bisa keluar dari TV?”

Ibu Winta yang mendengar itu langsung membawa lari Wita di kamarnya. Wita yang beranjak dewasa kemudian mengingat-ingat kejadian di masa kecilnya itu dan baru menyadari yang ia lihat waktu itu adalah pocong.

Kemudian di malam yang lain, Wita dan kakaknya sedang menonton acara uji nyali yang bertema misteri. Kebetulan, dalam episode itu, ada sosok putih-putih terbang yang tertangkap kamera. Kakaknya wita yang menyadari keberadaan sosok tersebut justru heran dan tertawa mengenai hantu benar-benar jelas terekam kamera.

“Itu! Wita! Itu! Hahahaha.” Kakaknya Wita sambil tertawa geli menunjuk-nunjuk hantu di televisi tersebut, memberitahu Wita.

“Itu! Hahahaha… hihihihihi… hihihihihihi.” Sang kakak tertawa tiada henti, namun sampai di titik ini, suaranya berubah.

Kakaknya mulai bertingkah tidak karuan, berlenggang kesana-kemari dengan gerakan yang sangat lentur. Wita ketakutan, itu bukan lagi kakaknya. Sampai akhirnya Wita menyadari sesuatu yang mendiami kakaknya sedang menuju ke arahnya.

Jadilah Wita menjerit dikejar-kejar kakaknya sendiri di sepanjang rumah.

Wita akhirnya masuk ke kamarnya, menutup pintunya. Namun kakaknya mencoba untuk mendobrak kamarnya dan memukul-mukul pintunya sambil tertawa dengan intonasi yang cepat dan suara yang cukup melengking menyeramkan. Wita yang menangis mencoba menelepon sang ayah yang sedang di luar, dan Wita harus menunggu sang ayah pulang selagi ia sendirian di kamarnya, menahan pintu kamar yang sedang digedor-gedor oleh sesuatu yang mengambil alih sang kakak.

Kemudian di lain hari, saat Wita sedang bermain-main di kasur di kamar ibunya, pintu lemari tiba-tiba terbuka sendiri dengan cepat. Ruangan itu tertutup jadi tidak ada angin. Wita tidak tahu, tetapi dalam lemari terlihat sangat gelap, kecuali ada satu perempuan dari dalam lemari yang sedang berjongkok menunduk, memanggil-manggil namanya sambil memberi isyarat dengan tangannya agar Wita masuk ke lemari.

Wita hanya membeku, tidak dapat bergerak sama sekali sampai akhirnya ibunya masuk ke kamarnya. Lemari tersebut kembali kosong.

Beranjak dewasa, ayah Wita menjadi orang yang agamis, meninggalkan kepercayaannya yang dahulu. Namun itu tidak menjadikan rumah Wita menjadi lebih aman, tetapi setidaknya aura sang ayah sudah lebih dapat memberikan ketenangan di rumah.

Suatu senja yang sudah sangat gelap, Wita mencuci mobil di pekarangannya yang sangat luas dan angker itu. Seseorang berdehem kepadanya, Wita acuhkan. Suara berdehem tersebut ternyata terulang kembali dengan semakin jelas dan nyaring. Wita yang sudah begitu penasaran menengok ke arah sudut yang terdapat pohon kelapa.

Kini di hadapannya adalah sosok besar yang hitam hampir setinggi pohon kelapa, hanya terlihat dua buah bola matanya yang besar, berwarna merah terang sedang melotot kepadanya. Wita menghentikan apa pun kegiatannya pada saat itu, berjalan mundur hingga lari ke dalam rumahnya.

Malam lainnya, Wita sedang menikmati makan malam di ruang keluarga. Entah kenapa perhatian Wita tertuju ke ruang tamu yang dipisahkan lorong panjang yang remang-remang. Ia melihat seseorang, yang tingginya mungkin hampir dua meter.

Entah apa pun itu, dia gelap, berdiri menghadap Wita dengan postur tubuh yang berdiri setengah berjongkok dengan kaki yang terbuka lebar ke samping. Tangannya direntangkan sambil membawa sesuatu. Wita baru sadar kalau yang sedang dibawa oleh sosok itu adalah kepalanya, dia tidak memiliki kepala.

Menyadari Wita yang tersadar, sosok tersebut mulai berjalan dengan sangat cepat ke arahnya dengan setengah berjongkok dan kaki-kaki yang terbuka menyamping. Suara langkahnya terdengar sangat keras, “Bug! Bug! Bug!” Tatapan dari kepala yang tergantung di tangan makhluk tersebut seakan mengancam, membuat Wita teriak dan menjatuhkan piring makan malamnya hingga pecah.

Bersamaan dengan itu, sosok tersebut hilang.

Ketika Wita ingin masuk ke kamarnya pun pernah disambut dengan beberapa bayangan putih yang tidak begitu jelas terlihat sedang beterbangan kesana kemari berpantulan di tembok-tembok dan langit-langit kamarnya. Kamarnya menjadi ‘normal’ kembali setelah Wita memanggil ayahnya.

Pernah suatu saat rumah Wita dirampok oleh seseorang. Wita yang ketakutan diungsikan usai perampokan tersebut ke rumah yang dibeli ibunya yang ditujukan untuk kos-kosan. Pada saat itu rumahnya masih belum dipasarkan jadi masih tidak berpenghuni. Wita menghuni kamar kosong di lantai dua.

Pernah suatu siang terik ketika Wita baru kembali ke kamarnya dan ingin menutup pintu, sesosok Kuntilanak sedang berjongkok dengan rambut terjuntai menutupi mukanya dari pojokan pintu. Wita, yang mungkin waktu itu sudah sangat lelah dan masih trauma atas insiden perampokannya, menghardik makhluk tersebut karena mengganggunya dan Wita tertidur dengan pintu terbuka.

Setiap malam selama mengungsi, Wita pun diganggu dengan suara pintu yang digedor dan dicakar-cakar dari luar dan suara anak-anak tangga yang diinjak-injak dari luar. Ah, pasti kerjaan sosok perempuan yang waktu itu, pikirnya.

Sampai akhirnya Wita dijemput oleh saudaranya dan ditegur, “Kamu tahan ya di sini?”

Wita diberitahu kalau yang setiap malam membuat gaduh di anak-anak tangga setiap malam itu adalah pocong yang melompat-lompat naik turun di tangga.

Kini, Wita sudah menikah dan tinggal di tempat yang baru.

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Opini Pribadi: Indikator Negara Maju

    Berikutnya
    Cerita dari Primbon #61: Misteri SMPN 13


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas
    Pakai tema horor