Tak lama setelah saya menulis bagian pertama, saya kebetulan setelah pulang dari kantor mengambil jalan yang tidak biasa karena waktunya masih terlalu siang. Kemudian saya ingat rumah sepupu saya di Cawang, jadi saya bersilaturahmi, sekaligus tentu saja, mendulang cerita-cerita horornya. Alhamdulillah terkumpul beberapa.
Ingat rumah yang di Kebon Kacang? Sewaktu masih tinggal di kebon kacang, bang Yan pada saat itu masih berusia 10 tahun, tengah malam tiba-tiba terbangun dari tidurnya dan entah mengapa begitu ingin melihat jendela yang hanya berjarak satu hasta dari kasurnya. Di luar jendela ia melihat sebuah wajah berwarna merah yang melihatnya kembali. Separuh wajahnya menggeliat-geliat banyak belatung dan kepalanya bertanduk melengkung ke depan.
Saya bertanya kepadanya apakah waktu itu bang Yan menangis karena melihat itu? Bang Yan menggeleng. Ia hanya kaku, kemudian membangunkan nenek (alm) yang tertidur di sampingnya. Namun sang nenek tak kunjung bangun karena pulasnya tidur. Akhirnya bang Yan memaksakan diri untuk kembali tidur.
Bahkan bang Yan sempat melihat Genderuwo yang masuk ke dalam rumah melalui salah satu lubang ventilasi udara yang kecil dan keduanya bertatap-tatapan, namun Genderuwo tersebut kembali ke luar, tidak jadi masuk ke dalam.
Di sebelah kamar bang Yan sempat tinggal pula bibi saya yang bernama Ita. Waktu itu saat subuh bi Ita selesai mandi dan keluar dari kamar mandi. Di kamar ia melihat suaminya yang masih tertidur sehingga sang bibi memanggil-manggilnya untuk bangun dan shalat subuh. Karena tidak digubris dan tetap tidur telungkup di kasurnya, bibi Ita akhirnya mengabaikannya dan membuka pintu untuk mendapatkan udara pagi yang masih segar.
Namun ketika bi Ita membuka pintu, suaminya sudah berdiri ingin membuka pintu depan dari luar. Ia baru saja pulang salat berjamaah di masjid. Bi Ita kebingungan, “Lha, terus yang tiduran di kamar itu siapa?“
Beberapa kali pula bibi Ita mengalami sleep paralysis atau rep-repan atau tindihan. Kak Feni sendiri sering mendengar suara desahan halus dari kamar bibi Ita yang memanggil-manggil sang bibi.
“Iiiiitttaaaaa…. iiiittttaaaaa….“
Lalu ketika pindah ke Gang Mess, di Kebon Melati, ternyata diakui bahwa itu adalah rumah terseram dengan ‘penghuni’ yang paling jahil yang pernah ditempati. Sewaktu masuk rumah sudah dirasakan atmosfer yang berbeda dengan telinga yang sempat berdengung seakan sedang menembus ‘dimensi lain’.
Rumah inilah yang kemarin saya ceritakan bang Eja mandi bersama Sundel Bolong.
Pernah suatu saat ketika bang Yan berada di dapur, ia tiba-tiba terpental ke belakang seakan-akan ada yang mendorongnya dengan keras.
Bahkan ketika sedang menonton bersama satu keluarga, kanal televisi sering berubah sendiri padahal remot televisi tergeletak di hadapan mereka tanpa ada seorang pun yang menyentuhnya.
Istrinya lebih parah lagi, ketika ia sedang bersantai di ruang tengah, ia melihat seseorang berjalan dari dapur menuju tangga. Seseorang tersebut tidak memiliki kepala, dan hilang menembus tembok tangga. Istri bang Yan setelah itu sakit selama tiga hari.
Suatu malam ketika suami kak Feni duduk-duduk di kasur, ia melihat kak Feni sedang tertidur di sampingnya. Ia pada saat itu hendak bangkit untuk turun ke bawah dan ketika di tangga ia justru melihat kak Feni sedang bermain dengan anaknya di bawah tangga. Kak Feni yang di bawah tangga yang asli, sang suami hanya berceloteh, “Untung nggak gua peluk luh“.
Seringkali di lantai dua terdengar suara-suara orang berbenah dan beres-beres rumah. Para anggota keluarga seringkali dorong-dorongan untuk melihat siapa yang ada di atas. Pada akhirnya mereka mengkonfirmasi bahwa tidak ada seorang pun di atas.
Pernah suatu saat kak Feni jam dua malam ingin buang air kecil sehingga ia bangun dari kasur dan membuka pintu kamar. Di depan kamar ada meja setrika dan seseorang perempuan berambut panjang dan bergaun putih sedang duduk di kursinya, membelakangi kak Feni. Alhasil pintu kamar kembali ditutupnya.
Pernah ketika kak Feni berdua dengan suaminya saja di rumah itu, kak Feni sedang memasak di dapur dan suaminya sedang ada di kamarnya. Kak Feni memasak untuk makan malam sehingga tidak lama terdengar suaminya menuruni tangga dengan pasti untuk melihat apa yang dimasak istrinya. Mungkin baunya harum, pikir kak Feni.
Namun hingga makanan siap di hidangkan, sang suami tidak kunjung datang ke dapur. Penasaran, kak Feni ke lantai dua dan ditemukan suaminya masih tertidur di kamarnya.
Suatu malam pernah pula bang Yan tiba-tiba terbangun dari tidur dan langsung terduduk di kasur. Di hadapannya kini ada Kuntilanak di sebelah kanan dan Pocong di sebelah kirinya.
Tak jarang pula stroller bayi milik kak Feni berjalan dengan sendirinya.
Satu keluarga sepupu saya seakan sudah terbiasa dengan kejadian-kejadian tersebut.
Tetapi ada satu pengalaman yang lucu. Bang Yan pernah mengoleksi figura-figura kartun Jepang (Anime) di ruang tengah. Ibunya (uwa saya) sempat komplain bahwa setiap jam satu malam sering mendengar mainan-mainan tersebut bergerak. Pada akhirnya jam satu malam bang Yan turun dari lantai dua dan mengintip dari atas.
Ternyata bunyi mainan-mainan tersebut kembali terdengar, namun pelakunya adalah anaknya kak Feni. “Capek deh, dikirain beneran setan.“