Masih banyak orang yang bingung apakah seseorang sudah dewasa atau tidak, well, termasuk saya juga sebenarnya.
Benar bahwa usia bukanlah menjadi faktor kedewasaan, meskipun seharusnya semakin tinggi umur seseorang maka diharapkan semakin dewasa.
Kedewasaan seringkali disandingkan dengan kematangan. Ibarat pohon, semakin lama usianya maka seharusnya pohon tersebut memiliki daun yang lebih banyak, buah yang siap petik, batang yang semakin tinggi, dan akar yang semakin kokoh.
Namun masih ibarat pohon, proses kematangan tumbuh setiap pohon berbeda-beda. Misalnya dari sepuluh benih yang ditanam secara serentak, ada yang dalam setahun sudah berbuah, dan ada yang sampai tiga tahun baru keluar bunga.
Baiklah, itu tolok ukur bagi pohon, bagaimana dengan manusia? Saya kurang begitu ahli untuk membuat standar tetapi setidaknya saya ingin berbagi dari apa yang telah ketahui mengenai tanda-tanda kita mungkin sudah lebih dewasa.
Bagi yang memiliki jejaring sosial, silakan telusuri apa saja yang kalian posting beberapa tahun ke belakang.
Mungkin kalian akan menemui beberapa kenangan yang kalian ingin menikmatinya kembali. Tetapi apakah kalian merasa akan menemukan postingan yang kalian sendiri merasa ‘geli’ dengan itu?
Misalnya, “Ya ampun kemaren-kemaren gue masih alay najis jijay.” dan lain sebagainya.
Padahal dulu kalian mungkin nyaman dengan postingan-postingan tersebut, namun tanpa terasa kalian sudah tidak melakukannya lagi sekarang.
Bisa jadi itu adalah salah satu tanda bahwa kalian sudah lebih dewasa daripada yang kemarin-kemarin.
Saya ingat dahulu saya sering sekali mengedit foto dengan hiasan berwarna-warni dan selfie yang sepertinya tidak kenal waktu dan tempat. Sekarang saya bahkan sudah lupa kapan terakhir kali saya selfie.
Bukan berarti selfie itu tanda belum dewasa, bukan sama sekali. Tetapi, saya sudah lebih memahami jatah waktu dan tempat yang tepat untuk melakukan selfie, dan tentu saja sudah tidak lagi mengedit foto saya dengan hiasan yang meriah dan sakit di mata.
Kalian tahu bahwa kalian sudah lebih dewasa jika kalian sudah dapat menilai ada beberapa kegiatan konyol yang kalian lakukan di tahun-tahun sebelumnya yang kini sudah kalian tidak lakukan lagi.
Dahulu saat saya berhenti membuat karya yang ternyata disukai oleh beberapa orang dari seluruh dunia, banyak orang yang kecewa dan menyesalkan mengapa saya berhenti dari kegiatan itu.
Tetapi ada satu hal yang masih saya tangkap dari pesan terakhir para pendukung saya pada waktu itu, “I realize you have your own real life and I can just say, Good Luck with whatever you are doing now. You always be remembered.”
Meskipun saya sangat sedih dengan itu, namun ternyata semua orang menghargai pilihan saya untuk lebih menjalani kehidupan nyata saya.
Mungkin kalian pernah merasakan jika kalian sepertinya terlalu banyak berkumpul atau nongkrong dengan teman kalian dan karenanya banyak kewajiban yang kalian tinggalkan akibat aktivitas nongkrong itu.
Dan sekali lagi, menjadi dewasa bukan berarti kalian harus menjauhi kegiatan nongkrong dengan teman kalian, hanya dibatasi saja waktunya.
Nyatanya, banyak orang yang kaget ternyata setelah menikah, mereka tiba-tiba sudah dipaksa secara tidak langsung untuk mengurangi aktivitas bersosial mereka dengan teman-teman mereka karena ada tanggungjawab yang lebih mendesak untuk dipenuhi.
Saya pun masih suka bercengkrama dengan rekan-rekan saya dan orang-orang yang baru saya temui, namun kini saya usahakan tidak lagi berlangsung hingga larut malam.
Hasilnya, saya memiliki lebih banyak waktu untuk belajar dan mencoba hal baru. Ditambah, per ditulisnya artikel ini saya masih lajang jadi saya masih memiliki banyak karunia waktu yang harus saya gunakan sebaik-baiknya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Sebenarnya tes kepribadian untuk menguji kedewasaan seseorang itu tidak sulit. Cukup berikan sebuah berita kontroversial yang sering bertebaran di media sosial dan kita minta responden untuk menanggapi berita tersebut.
Misalnya, ada berita tentang aparat menampar rakyat sipil yang tidak berdaya.
Mungkin ada beberapa orang yang langsung mengutuk tindakan aparat tersebut. Tetapi ada orang yang berhasil menemukan hal lain dari berita tersebut.
Ternyata, aparat tersebut adalah seorang ayah yang kecewa dengan anaknya yang merupakan rakyat sipil tersebut karena telah melakukan perbuatan yang tidak dapat ditolerir. Dan ternyata, kejadian tersebut bukan terjadi di depan publik, namun karena ada yang merekam, jadilah viral.
Jika sudah terlatih untuk melihat masalah dari berbagai sisi, seseorang akan dengan sangat mudah menemukan hikmah dari setiap perkara.
Lain cerita dengan orang yang membuat adegan palsu bahwa dirinya seolah-olah sabar dan menanti hikmah datang kepadanya namun ia terus mengungkit-ungkit kejadian naasnya tersebut. Itu bukanlah tanda dari kedewasaan seseorang.
Tidak mengapa jika emosi kalian masih meledak-ledak jika kita mendapatkan informasi yang sangat tidak menyenangkan kalian. Saat kalian sudah lebih dapat melihat masalah dari sisi lain, diharapkan emosi yang dahsyat itu dapat lebih mudah kalian tangani.
Tanaman yang tidak diberi air dan pupuk akan sulit tumbuh meskipun sudah lama ditanam. Begitu pun dengan kedewasaan manusia.
Wajar jika seseorang pada awalnya enggan menerima masukan dari orang lain karena merasa orang lain tidak paham mengenai dirinya. Bahkan ia cenderung membawa masalah ke ranah yang mana orang lain tidak ingin melihatnya.
Dari sini kita mengetahui bahwa sifat egois sepertinya berbanding terbalik dengan kedewasaan.
Batu yang sering tersiram air lama-kelamaan akan menjadi lunak, seperti sifat egois dari setiap manusia.
Kalian mungkin pernah berpikir bahwa masalah kalian lebih berat dari orang lain dan kitalah yang lebih berhak diperhatikan oleh orang lain. Pada akhirnya kalian sadar bahwa dengan mendengarkan cerita dari orang lain, kalian belajar banyak hal.
Saat kalian merasa hati kalian diluluhkan oleh seseorang sehingga kalian menjadi lebih terbuka, kemungkinan besar saat itulah kalian sudah menjadi lebih dewasa.
Apabila kalian melihat bagaimana orang-orang bijak yang telah sukses dalam bisnisnya, banyak dari mereka yang begitu pandai menyembunyikan permasalahannya bahkan mereka pandai menebar inspirasi dan motivasi bagi orang-orang.
Pernah suatu saat saya mendengarkan orang-orang bijak tersebut bagaimana mereka meniti karirnya, saya merasa apa yang saya lakukan untuk diri saya ternyata belum ada apa-apanya.
Saya pernah mendengar almarhum guru sekolah dasar saya menasihati murid-muridnya, “Kalian jangan hanya melihat atau memilih seseorang hanya karena suka dan tidak suka, tetapi lihatlah bagaimana kemampuannya, akhlaknya…”
Saya baru merasakan apa yang dikatakan oleh beliau begitu tampak jelas hari ini.
Misalnya, dalam kancah politik saja. Banyak dari masyarakat kita yang memilih pemimpin hanya dari faktor suka dan tidak suka, bukan dari faktor kinerja.
Makanya tidak heran jika masyarakat kita banyak yang terbelah atau terkotak-kotakkan menjadi beberapa kubu. Yang paling jelas ada kubu cebong dan kampret.
Saya pernah benturkan kedua kubu mengenai salah satu kinerja buruk dari idola lawan politiknya. Dengan serta-merta kubu yang tidak terima langsung membalas dengan mengungkit kinerja buruk idola lawan politiknya juga.
Saya hanya iseng menanggapi, “Artinya kalian mengakui kalau idola politik kalian tidak ada yang bagus. Karena dari tadi, kalian hanya membanding-bandingkan dengan yang lebih buruk, bukan dengan yang lebih bermanfaat.”
Ini merupakan gambaran umum bahwa masih banyak masyarakat kita yang subjektif dalam melihat masalah orang banyak.
Sebelumnya, bukan berarti subjektif itu bukanlah hal baik. Subjektif hanya berlaku jika seseorang menilai seni atau hasil karya seseorang.
Misalnya, si A suka jazz, atau si B suka keroncong. Atau si A suka makanan pedas, dan si B suka makanan manis.
Objektif yang dimaksud di sini adalah melihat masalah dari pandangan orang banyak. Misalnya jika orang yang kalian tidak suka melakukan sesuatu yang ternyata bermanfaat bagi orang lain, maka kalian tidak dapat menilai apa yang dilakukan orang itu adalah buruk.
Menjadi objektif ini memang tidak mudah, karena jika kalian sudah mendengar bahwa kalian sudah menjadi objektif dari orang lain, berarti kalian memang sudah lebih dewasa.
Cara cepat untuk menjadi dewasa adalah sering-sering melihat kebutuhan orang lain dari yang paling remeh dan jangan mencoba-coba untuk menghakiminya. Karena bisa jadi, masalahnya terlihat sepele oleh kalian, namun itu sangat mengganggu orang itu.
Dan yang pasti, terus-meneruslah untuk belajar dan menggali hal yang baru karena semakin kalian sadar bahwa masih banyak hal yang kalian harus tuntaskan, bisa jadi itu mengarah kepada dorongan agar kalian terus belajar dan dengan sendirinya kalian akan memilih teman-teman yang dapat membuat kalian menjadi lebih baik.