Dunia Semakin Buruk

Banyak orang yang bilang bahwa dunia semakin buruk, zaman kian memburuk, atau yang sejenis itu.

Benarkah? Padahal jika kita pikirkan kembali, hal-hal yang membuat dunia menjadi jauh lebih baik dari yang sebelumnya pun tidak sedikit.

Sekeliling sudah begitu terang oleh lampu-lampu. Jalanan sudah semakin teraspal secara luas. Pilihan teknologi yang mudah dan memudahkan sudah sangat fantastis jumlahnya. Jaringan transportasi sudah semakin kompleks. Apalagi dengan layanan internet yang sudah kian merata dan terjangkau.

Masih banyak orang-orang yang bahu-membahu untuk menyediakan kehidupan yang lebih baik lagi bagi sesama.

Saat kita bandingkan ke masa lalu, terkhusus di zaman pertengahan, perang dan pembunuhan kerap terjadi di mana-mana. Penjajahan, kegelapan, ketakutan, perbudakan, dan berbagai kesulitan lainnya merebak seantero dunia.

Hal tersebut membuat kita bersyukur lahir pada zaman modern seperti ini.

Tetapi saya tidak ingin mengelak dari kenyataan bahwa beberapa orang yang berkata bahwa dunia semakin buruk. Saya hanya menurunkan ego dan mencoba untuk mengerti.

Pada akhirnya saya sendiri sebenarnya ikut setuju dengan mereka. Ada hal-hal yang membuat zaman kian memburuk.

Saya katakan memburuk bukan berarti menjadi zaman terburuk, tetapi ada penurunan kualitas dari tahun-tahun sebelumnya, dan itu semakin signifikan.


Kemudahan seharusnya memotivasi

Teknologi semakin baik dan akan terus membaik. Namun banyak orang tidak siap dengan ini.

Kian kemari kian banyak orang yang lebih banyak menghabiskan waktunya di depan layar. Waktu produktif sebagian orang semakin merosot karena mereka terlena dengan kemudahan-kemudahan yang tinggal sekali ketuk.

Penerangan sudah semakin menyeluruh. Tetapi kualitas tidur sebagian besar kalangan masyarakat juga semakin menurun. Banyak dari kita yang menentukan waktu tidur di atas jam 12 malam, dan semakin larut semakin hari.

Banyak gedung-gedung bertingkat memancarkan pencahayaan berlebihan ke udara. Selain mengganggu jam tidur beberapa orang, juga membuat langit tidak bersahabat dengan bintang-bintang.

Kemudahan perangkat lunak membuat penciptaan karya seni semakin instan. Namun di satu sisi, banyak amatir yang menggunakan software-software tersebut untuk meraih ketenaran dan pundi-pundi harta secara membabi-buta.

Permainan digital hari ini memiliki grafis yang semakin bagus. Namun orang-orang hanya memainkannya sesekali, tidak seintens konsol-konsol jadul zaman dulu.

Banyak konten yang terlihat sama satu dengan yang lainnya, masing-masing berlomba untuk tenar dan kaya-raya dalam sekejap.

Gimmick-gimmick banyak bermunculan untuk mempertahankan pundi-pundi sebagian orang saja. E-Sport, Unicorn, NFT, Metaverse, menarik perhatian beberapa orang. Apalagi yang menjadi iming-iming utama hanyalah uang dan uang.

Bahkan beberapa konten kreator andalan yang sebelumnya fokus berkarya dari hati, mereka menjadi ikut tertekan dengan persaingan tidak sehat sehingga mereka semakin banyak memposting link-link iklan daripada karya orisinalnya.

Hiburan sudah banyak yang membosankan, orang-orang seperti telah terkontrol agar fokus scroll-scroll layar seakan mereka berteriak minta tolong untuk menyudahi kegiatan mereka tersebut.

Berbagi dengan dunia luas dan terhubung satu sama lain sekarang tinggal dalam sekejap mata. Tetapi banyak penggunanya yang terjebak untuk dikontrol media-media tak bertanggungjawab, menggiring opini-opini mereka dengan satu jentikkan.

Hari ini semakin banyak tempat wisata yang dapat masyarakat kunjungi. Namun sayangnya, di satu sisi orang-orang yang tidak bertanggungjawab membuka lahan dan merusak keasrian sekitar.

Mengabadikan kenangan sudah semakin jernih dan cepat. Tetapi beberapa orang hanya memanfaatkannya untuk memberi makan ego mereka yang membuat mereka tidak peka dengan masalah yang terjadi di sekeliling mereka.

Kemudahan teknologi seharusnya membuat masyarakat semakin produktif dan termotivasi untuk membantu sesama. Namun yang terjadi banyak orang yang menjadi individualis dan mementingkan diri mereka sendiri.

Banyak hewan yang punah, alam semakin rusak, polusi menghiasi setiap hari dan terus bertambah.


Yang tetap, masih belum berubah

Banyak platform yang mengajukan kemudahan mencari uang dengan cepat. Ironisnya, secara bersamaan, semakin banyak perusahaan yang kesulitan mencari sumber daya yang kompeten.

Saat berbicara orang yang malas, bukan berarti harus mereka yang tidak ingin bekerja dan hanya ingin tidur-tiduran. Justru yang lebih menjadi sorotan adalah mereka yang bekerja namun hanya karena terpaksa.

Bukan satu atau dua pengusaha yang mengeluhkan banyak pekerjanya mencuri-curi waktu untuk bersantai. Mereka bahkan bukannya fokus memperbaiki kinerja, justru lebih fokus membangun solidaritas yang tidak bermanfaat.

Saat pengusaha rugi karena pekerjanya tidak produktif, hal terberat adalah mengurangi gaji mereka daripada melakukan PHK. Namun itu disambut oleh para pekerja dengan solidaritasnya untuk berdemo besar-besaran, menuduh sang pengusaha adalah orang yang jahat dan keji.

Para pekerja yang rajin mereka intimidasi dan mereka tuduh tidak ‘solid’ jika tidak bergabung dengan mereka.

Beberapa bahkan memanipulasi sifat buruk mereka dengan membuat drama bahwa mereka adalah rakyat kecil yang menjadi korban. Para pengusaha memeras mereka hingga titik darah penghabisan.

Mereka melakukan manipulasi drama seperti itu karena memahami sangat banyak pengguna jagat maya yang dengan mudah mereka kelabui dengan drama.

Belum lagi dengan bahayanya orang-orang yang melabeli diri mereka sebagai orang bijak padahal yang mereka lakukan hanyalah menambah kerusakan dan membiarkannya.

Saat melihat hal yang tidak baik, beberapa orang yang ‘bijak’ akan berceloteh, “Biarin aja, dunia kalau tidak ada orang jahat maka tidak akan seimbang”.

Orang-orang ‘bijak’ tersebut memberikan keleluasaan kepada orang-orang jahat agar mereka dapat berkembang dan berlipat ganda.

Belum lagi jika kita hitung dengan orang-orang yang katanya ahli agama, namun alih-alih agamanya membuatnya menjadi lebih baik, mereka justru menjadi lebih buruk karena merasa memiliki tameng agama.

Ada orang yang bekerja semaunya, tidak produktif, tidak maksimal, dan menyusahkan perusahaannya. Tetapi begitu mendapat teguran agar lebih giat, ia berdalih, “Rezeki kan udah ada yang ngatur… Ngapain susah-susah.”

Beberapa orang melakukan pekerjaan apa adanya, bahkan hasilnya cenderung menyulitkan orang lain. Dengan tameng agama, mereka berceletuk, “Ah, nggak bersyukur banget, masih mending ada!”

Dan masyarakat sepertinya sangat mentolerir kelakuan yang seperti itu. Tidak heran jika semakin hari orang-orang seperti itu jumlahnya meningkat semakin pesat.

Sebagian orang menyenangi membandingkan diri mereka dengan yang lebih buruk, hal itu tentu tidak akan pernah membuat mereka menjadi lebih baik.

Energi negatif itu menular.


Masalah mentalitas

Zaman dulu, masyakarat masih merasakan pahitnya akibat peperangan dan ketidaknyamanan yang mereka rasakan pada saat itu. Generasi terdahulu bergotong-royong untuk memperbaiki masa-masa mereka agar terus menjadi lebih baik.

Negara-negara maju pun melakukan hal-hal serupa. Mereka merasakan pahitnya akibat perang dan penjajahan, dan mulai berbenah untuk menyongsong generasi yang lebih baik.

Hari ini, kebanyakan orang tidak merasakan hal itu kembali. Anak-anak yang dahulunya manis dan berbudi luhur, kini banyak yang terpengaruh oleh internet karena kesembronoan orang tuanya yang memperkenalkan mereka internet sebelum waktunya.

Beberapa negara maju pun mengalami penurunan yang mulai terlihat.

Yang terkadang saya baca di internet, terutama dari situs Quora:

Jepang, mulai terlihat ada anak-anak mudanya yang membuang sampah dan puntung rokok sembarangan. Meski baru sebagian kecil dari mereka.

Singapura, beberapa SDM mengalami penurunan kualitas walau masih sangat tidak signifikan jumlahnya.

Negara-negara Eropa, mereka semakin memiliki masalah dengan para imigran. Mereka sebenarnya tidak masalah jika tidak satu ras, tidak satu warna kulit, bahkan tidak satu agama. Mereka hanya mempermasalahkan para imigran yang tidak berbudaya dan tidak ingin taat peraturan.

Krisis kesehatan mental semakin merebak dan menjadi-jadi.

Beberapa orang terbaik sudah ‘berhenti’. Beberapa tempat terbaik sudah ‘tutup’.

Is world getting worse? Is nowadays getting boring? Sebagian besar menjawab iya.

Kabar gembira dari pemerintah seakan seperti melempar sebuah dadu, yang sebagian besarnya mungkin ‘zonk’. Memilih calon pemimpin yang selalu memberikan hasil kerja yang bermanfaat dan mencintai rakyatnya kian buram dan menipu.

Belum lagi berita-berita di masa depan yang seperti semakin mengerikan. Resesi, kelangkaan bahan bakar, perubahan iklim, kenaikan air laut, PHK masal, melambungnya harga pokok, dan masih banyak lagi.

Jumlah orang kritis sepertinya sudah semakin berkurang dari hari ke hari, tertutupi dengan orang-orang yang baru mengetahui sedikit ilmu dan teori lalu dengan beraninya mengajak debat orang lain.

Para pahlawan masa kini, seperti pahlawan lingkungan, pahlawan kesehatan mental, dan pahlawan lainnya, seakan kerepotan mengampanyekan program positif mereka. Kebanyakan orang lebih memilih tidak ingin mendengar.

Apakah dunia semakin baik atau buruk? Kita bisa kembali jawabannya kepada hati dan sanubari kita sendiri. Apa kegiatan kita yang dapat orang lain nikmati tanpa pamrih?

Karena sesuatu mengalami penurunan kualitas saat sang subjek tidak lagi dapat mempertahankannya.

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Terima Kasih, Covid

    Berikutnya
    5 Hal Pemicu Nostalgia


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas