Semenjak Youtuber memiliki kesempatan untuk bersinar, video-video bertema “Prank” mulai membanjiri ranah Youtube. Prank itu sendiri berarti lelucon terapan yang melibatkan orang lain sebagai bagian dari lelucon tersebut. Prank itu sendiri memiliki istilah-istilah serupa seperti gag, jape, atau shenanigan, atau kita sering menyebutnya dengan kegiatan mengerjai orang lain yang bertujuan untuk menghibur.
Yang paling saya suka dari ‘prank’ tersebut adalah kemampuan para kreator yang benar-benar membuat videonya sangat menghibur untuk ditonton. Ekspresi natural berupa rasa takut, terkejut, kesal, dan beberapa ekspresi lainnya sukses mengoyak-koyak isi perut saya. Contohnya adalah kegiatan prank boneka Chucky dari amerika latin yang dapat saya katakan menakjubkan dan kreatornya benar-benar memiliki usaha yang luar biasa untuk membuat video prank berkualitas tersebut.
Apa prank juga memiliki sisi negatif? Tentu saja, tidak perlu ditanyakan lagi. Maka dari itu kali saya ingin berbincang-bincang mengenai kegiatan prank, yang sebisa mungkin tidak menilik dari satu sisi mata uang saja.
Terbukti beberapa video-video kegiatan prank dapat meningkatkan engagement para kreator dalam segi view, like, komentar, hingga subscriber. Hal inilah mengapa kegiatan ini melulu dilirik perhatian para Youtuber untuk membuat mereka masing-masing menjadi terkenal dan merebut penghasilan lebih dari iklan.
Namun tentu saja, pemain-pemain baru dalam ranah kegiatan prank pun dapat dengan bebas membuat konten prank sesuai keinginan mereka. Ditambah lagi, mereka kemungkinan besar hanya memiliki ilmu dan inspirasi dari video-video prank profesional yang saya dapat katakan cukup ekstrem.
Akibat-akibat yang ditimbulkan dari kegiatan prank yang memang dilakukan oleh para pemain baru tanpa adanya ilmu dan analisa sebab akibat yang kuat, tidak jarang berujung malapetaka.
Contohnya, ada seseorang yang membuat konten prank berupa memberikan bantuan yang berisikan sampah yang justru berujung penjara karena waktunya yang sangat tidak tepat, hal ini sempat viral dan sebagian besar kita tahu itu. Namun itu hanyalah contoh ‘ringan’ dari beberapa kegiatan prank. Bahkan berapa kali kerap terjadi kegiatan prank yang berujung kepada kecelakaan serius?
Ditambah lagi, beberapa profesional pun terkadang gagal dalam melakukan sebuah prank berbahaya hingga merugikan dirinya dan orang lain. Dari sinilah kita memahami bahwa profesional saja tidak cukup untuk melakukan sebuah kegiatan prank, kecuali jika memang sang kreator memiliki jiwa yang benar-benar sudah memahami sebab dan akibatnya. Tetapi tetap saja, resiko dari kegiatan prank para kreator tersebut seharusnya tidak boleh memiliki dampak negatif bagi orang di sekitarnya.
Saya pun miris melihat kegiatan prank yang dilakukan oleh beberapa kreator, yang sudah tidak memenuhi ekspektasi mereka atau bahkan sebaliknya, ditambah lagi dengan kerugian atas usaha mereka yang sia-sia.
Saya yakin beberapa kreator kegiatan prank mungkin akan begitu iri dengan mereka-mereka yang sukses dengan konten prank mereka. Jika para kreator prank yang berhasil tersebut memiliki usaha ekstra untuk mencapai kesuksesan mereka, itu memang sudah menjadi sebuah kelaziman. Tetapi jangan diabaikan sebuah fakta dimana faktor kebetulan atau keberuntungan juga bermain dalam kesuksesan kegiatan prank tersebut.
Contohnya, bisa jadi seorang yang mengadakan kegiatan prank dengan usaha seadanya lebih beruntung daripada orang yang mengadakan kegiatan prank dengan usaha maksimal karena masalah tema dan waktu.
Kebetulan mungkin kebetulan yang mereka jadikan korban prank tersebut ternyata adalah seorang bintang film yang kebetulan lewat, maka jika kegiatan tersebut sukses, sang kreator juga ikut terbawa harum namanya.
Dan sebaliknya, bisa jadi ada seorang kreator prank yang sudah menggunakan usaha maksimal namun yang timbal balik yang ia dapatkan begitu menyakitkan karena momen dan eksekusinya kurang tepat.
Dunia ini benar-benar menjadi panggung sandiwara, maka apa yang akan diharapkan? Apalagi untuk para pelakor di bidang seni, semuanya sudah menjadi subjektif.
Kegiatan prank sudah ada dari zaman Nabi, bahkan ada sahabat Rasulullah saw., Nu’aiman bin Amr, yang gemar bergurau dan tak jarang membuat Baginda Nabi saw. tertawa hingga terlihat gigi geraham beliau. Bahkan Rasulullah saw., pernah menjadi target ‘prank’ Nu’aiman.
Suatu kisah, ketika Nuaiman melihat penjual madu yang kepanasaan da kelihatan letih setelah berkeliling menjajahkan maduinya di Madinah. Setelah seharian berkeliling, tak satupun daganannya terjual. Nuaiman menjumpai penjual madu itu. Ia mengajaknya dan menyuruh mengantarkan madunya itu menuju rumah Rasulullah SAW.
“Nanti kamu minta juga uang haraganya,” kata Nuaiman kepada penjual madu.
Penjual madu gemira karena barang dagangannya laku. Ia akhirnya menuruti apa yang diucapkan Nuaiman. Ia dating mengahadap Rasulullah dengan membawa seguci madu, hadiah dari Nuaaiman. Ketika itu Rasulullah senang karena mendapatakan hadiah madu dari sahabatnya.
Namun keriangan Rasulullah itu langsung berubah menjadi sebuah keterkejutan ketika penjual madu juga menyodorkan tagihan. “Ini madunya Rasulullah. Harganya sekian,” Kata pejual madu.
Rasulullah langsung sadar memag seperti itulah kelakua Nuaiman. Memberi hadiah, tapi beliau malah yang harus membayarnya. Mau tidak mau, beliau akhirnya memberikan sejumlah uang kepada penjual madu itu. Jadilah Rasulullah mendapatkan hadiah madu, sekaligus tagihan harganya.
Atau di lain kisah, ada prank dari Nu’aiman yang lebih ekstrem.
Pernah suatu saat Nu’aiman berangkat bersama Abu Bakar ke Basrah untuk berniaga. Bersama mereka ikut pula Suwaibith, yang bertugas membawa perbekalan. Nu’aiman meminta kepada Suwaibith agar diberi makanan, tapi ditolaknya karena bos mereka sedang tidak di tempat. “Tunggulah sampai Abu Bakar datang,” katanya. Nu’aiman jengkel, lalu mengeluarkan ‘ancaman’, “Tunggu pembalasanku!”
Nu’aiman lantas menemui beberapa orang, menawarkan budaknya dengan harga sangat murah, sambil membocorkan kelemahannya, yaitu budaknya sering mengaku dirinya seorang merdeka. Yang ditawari setuju, lalu bersama Nu’aiman mereka menuju ke tempat Suwaibith duduk. Nu’aiman menunjuk kepadanya.
Tentu saja Suwaibith berontak sambil mengatakan dirinya bukan budak. Tapi si pembeli berkeras mengikatnya dan berkata, “Kami sudah paham sifatmu.” Untung Abu Bakar segera datang dan urusan jadi gamblang.
Di zaman modern ini, dinamika kegiatan prank sepertinya sudah menjadi mata pencaharian sebagian kreator konten, mereka berlomba-lomba memikat hati audiens dengan kegiatan-kegiatan prank mumpuninya. Kita tidak bisa melihat standar kegiatan prank di sini, setiap kreator memiliki standar mereka masing-masing.
Inilah mengapa dunia hiburan tidak dapat menjadi faktor penentu sebuah negara dapat menjadi maju atau tidak karena acuan penilaiannya terlalu subjektif. Jadi persaingan yang begitu ketat di dunia hiburan, apalagi sudah tidak ada lagi batas dengan dunia global di internet membuat para kreator begitu mati-matian menyajikan konten terbaiknya.
Namun rumus matematika kehidupan akan selalu berjalan, mereka yang menggapai ketenaran instan, dilupakannya pun akan instan. Sehebat apa pun seseorang menghasilkan sebuah karya seni, mereka akan selalu memiliki masa kejayaan. Pada akhirnya, yang paling bertahan lama adalah mereka yang benar-benar memahami apa itu seni dan audiensnya.
Jika seseorang ingin membuat konten bertema prank, pastikan kegiatan tersebut tidak berbahaya dan yang terpenting, tidak meninggalkan ‘sang korban’ sendirian setelah mereka dikerjai.
Andaikata yang kemarin sempat viral karena memberikan bantuan berisikan sampah langsung menghampiri korban saat korban terkejut dan memberikan sembako asli sambil meminta korban melambaikan tangan ke kamera, pastinya akan lain cerita.