Pagi itu saya sedang berburu air terjun di daerah Jonggol. Saya melewati rute Margonda Depok dan berbelok menuju Jalan Raya Bogor via Juanda/Pertigaan Gas Alam.
Lampu hijau ternyata berakhir ketika saya hampir tiba di pertigaan tersebut, membuat saya memelankan sepeda motor saya dan tepat berhenti saat merah.
Saya tidak berada di paling depan, ada beberapa sepeda motor lagi di depan saya.
Setelah sisi kiri jalan berwarna merah, bergantilah sisi kanan jalan yang berwarna hijau. Kendaraan di kiri berhenti berbelok arah, mempersilakan kendaraan sisi kanan dari arah Bogor melaju.
Jika sisi kanan sudah mendapatkan lampu merah, dari sisi saya bisa mendapatkan lampu hijau dan saya dapat kembali meneruskan perjalanan saya.
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba saya menyadari sisi kanan jalan sudah kosong. Namun saya lihat lampu merah di sisi saya tak kunjung juga berubah menjadi kuning.
Ada beberapa pengendara sepeda motor yang tidak sabar di belakang langsung mengklakson tanpa henti, membuat beberapa pengendara sepeda motor di baris depan panik dan mulai menggas meski lampu masih merah.
Dari arah kanan ternyata masih ada pengendara sepeda motor yang sedang mengebut dan mengklakson para pengendara dari sisi saya karena lampu di sisinya masih hijau.
Dan di sinilah saya melihat jelas, dengan degupan jantung yang berubah menjadi kencang.
Hampir-hampir beberapa pengendara yang melewati lampu merah itu bertabrakan hebat dengan pengendara dari sisi lainnya.
Kemudian para pengendara dari sisi saya seakan menyadari itu dan kembali berhenti. Ternyata memang lampu lalu lintasnya masih merah.
Hampir-hampir saya berteriak ingin memaki pengendara-pengendara yang tadi mengklakson itu.
Jika memang kecelakaan benar-benar terjadi, maka para pengendara yang membunyikan klakson tadi bisa jadi tersangka. Apalagi jika korban sampai meninggal.
Klaksonnya benar-benar sudah berisiko menghilangkan nyawa seseorang.
Para pengendara yang tidak sabar dengan klaksonnya sudah sepantasnya mendapat hukuman seperti menyantuni pengendara yang menjadi korban kecelakaan sebab keganasannya menggunakan klakson kendaraannya.
Saya tidak tahu ini masuk kepada kategori pembunuhan tidak sengaja atau seperti disengaja.
Dalam kacamata agama (Islam), para pengendara yang membunuh pengendara lain lewat klaksonnya itu tetap wajib mengeluarkan denda (diyat/kafarat) kepada keluarga yang terbunuh sebagai hukuman. Wallahu A’lam.
Jika bukan karena klaksonnya, malapetaka tidak akan terjadi.
Hukuman tersebut juga agar menjadi pelajaran kepada para pengendara agar menjadi lebih bijak dalam mengoperasikan klakson kendaraannya.
Perlu kita ketahui, orang yang kerap membunyikan klakson itu kebanyakan bukan orang penting. Karena jika alasan orang mengklakson adalah menghargai waktu, pasti mereka sudah hidup dengan sejahtera.
Orang-orang yang hidupnya begitu menghargai waktu memiliki jaminan kesejahteraan yang tinggi. Dan mereka bukan orang yang gemar mengklakson.
Saya sendiri hanya membunyikan klakson jika saya hampir tertabrak oleh pengendara-pengendara ceroboh. Apalagi klakson sepeda motor saya cukup kencang, jadi saya lebih hati-hati dalam membunyikannya agar tidak mengganggu penguna jalan lain.
Jika ada pertanyaan, “Kenapa sebagian pejabat senang membunyikan klakson, menyalakan strobo dan sirine?”
Mudah, tanya saja kepada para pengendara yang gemar mengklakson. Jawabannya pasti akan sama. Bagaimana pun para pejabat itu dulunya adalah bagian dari mereka juga.