Akhir-akhir ini memang saya akui jika saya mulai sering membahas masalah kesehatan mental. Sebenarnya saya mulai peduli dengan mendalam masalah kesehatan mental ini sejak dari awal tahun, tetapi baru mulai membahasnya beberapa bulan belakangan.
Seperti yang kita tahu, masyarakat kita masih minim edukasi tentang masalah kesehatan mental ini. Inilah mengapa profesi seperti psikolog dan psikiater menjadi garda depan dalam hal kesehatan mental.
Perlu kita ketahui, kesehatan mental ini tidaklah sama dengan masalah pribadi. Kesehatan mental lebih mengarah kepada masalah sosial, sebab sebagian besar kesehatan mental pasti memiliki hubungan dengan sosialisasi.
Seperti anxiety (kecemasan berlebih), insecure (perasaan tidak aman), perfeksionis, hingga berbagai kejadian kejiwaan unik yang dapat memengaruhi kualitas bersosial seseorang.
Karenanya, psikolog dan psikiater menjadi pahlawan dalam menetralisir kejadian-kejadian seperti ini.
Padahal saya yakin, para psikolog dan psikiater sendiri pun mereka memiliki masalah kehidupan masing-masing, namun mereka masih mewajibkan diri mereka sendiri untuk membuka layanan konsultasi masalah kesehatan mental dan mendengarkan pasien dengan sebaik-baiknya.
Suatu hari saya melihat email rekomendasi tentang kejadian-kejadian di Twitter. Salah satu topiknya cukup menyita perhatian saya.
Ada seseorang yang membagikan pengalamannya salah pilih psikolog. Dan ternyata setelah saya melihat balasan tweetnya, beberapa orang juga mengalami kejadian serupa.
Psikolog membuka layanan terapi yang tidak murah, namun justru pasiennya hanya berakhir mendapat penghakiman sepihak.
Mengapa harus membayar mahal seorang konsultan kejiwaan yang ternyata hasilnya seakan sama dengan curhat ke teman sendiri yang tidak memahami apa-apa mengenai masalah kesehatan mental?
Mendapat penghakiman sepihak itu bagi saya merupakan bendera merah untuk para psikolog itu sendiri.
Seseorang yang menyewa seorang psikolog pastinya mereka sudah lelah mendengarkan ‘ceramah’ yang tidak perlu dari orang-orang di sekitarnya. Mereka hanya memerlukan orang-orang yang mengerti dan dapat menenangkan mereka, bahkan mereka pun rela membayar untuk itu.
Saya memahami bahwa psikolog-psikolog yang seperti itu hanyalah oknum yang mungkin berjumlah satu atau dua.
Tetapi kasusnya sangat berbeda jika kita berbicara kesehatan mental di sini.
Perlu kita ketahui, kebanyakan masalah kesehatan mental itu sarat trauma. Salah pilih psikolog dapat meningkatkan trauma dan rasa tidak aman (insecurity).
Para pasien yang mendapatkan psikolog zonk tersebut mungkin akan memiliki kecemasan berlebih saat berikutnya mereka ingin berkonsultasi dengan seorang psikolog kembali.
Mereka akan panik dan berkeringat saat ada jadwal temu dengan psikolog berikutnya, khawatir pengalaman tidak menyenangkan dengan psikolog berikutnya akan terulang kembali.
Belum lagi saat sesi curhat dimulai, sang pasien akan harus kembali mengulang kejadian masalah mentalnya kembali dengan psikolog selama bermenit-menit dan saya yakin itu melelahkan.
Padahal kita dari sekolah sudah mengetahui peribahasa “karena nila setitik, rusak susu sebelanga”. Karena satu atau dua psikolog yang ceroboh dan tidak peka, kepercayaan dengan psikolog secara umum akan luntur.
Maka dari itu saya sebenarnya sangat menghindari penggunaan istilah ‘oknum’ di sini karena memiliki keterkaitan yang begitu kuat dengan kepercayaan sosial.
Saya pribadi bukanlah psikolog. Namun semenjak saya mulai mendalami masalah kesehatan lewat meme-meme yang beredar di internet, kemudian ditambah dengan merendahkan ego saya untuk mencoba merasakan masalah mereka, sesepele apa pun, akhirnya saya mendapatkan simpati juga meski saya tidak mengalami masalah kesehatan mental yang dialami oleh beberapa orang.
Semenjak itu, saya tidak pernah lagi menggampangkan masalah orang lain. Karena ringan bagi saya belum tentu ringan bagi mereka.
Oleh karenanya, saya agak terkejut juga (atau saya yang terlalu naif) saat mengetahui ada psikolog yang ternyata tidak peka terhadap pasiennya. Sebab saya pikir, psikolog itu sudah pasti menjadi pelarian terakhir jika seseorang mengalami masalah kesehatan mental.
Saya bahkan membuka sesi curhat tepat di bagian bawah artikel jika ada seseorang yang ingin menyampaikan keluh kesahnya dan tidak ia temukan seseorang yang dapat mendengarkannya.
Saya mungkin tidak akan membalas dengan segera karena saya memiliki waktu yang padat semenjak saya memiliki perusahaan dan karyawan serta pelanggan atau produk yang harus saya bina.
Mengapa saya mendukung kesehatan mental? Sama seperti negara maju, jika seseorang memiliki mental yang sehat, kualitas dan produktivitas kerjanya akan meningkat dan jelas itu akan membuatnya dan membuat orang-orang di sekelilingnya berbahagia. 😉