sangar

Saya pernah melihat postingan di media sosial yang membandingkan dua foto laki-laki.

Yang satu adalah foto anggota dari salah satu grup Kpop, bertuliskan, “Yang begini bukan cowok jantan”.

Kemudian di bawahnya ada foto seorang tentara yang berwajah sangar, bertuliskan, “Ini baru jantan.”

Saya meninggikan alis, memiringkan kepala saya sekitar hampir 45 derajat ke kanan, berupaya keras mencerna postingan tersebut.

Betul bahwa foto anggota Kpop tersebut seperti kemayu atau entah sehingga terkena tuduhan tidak jantan. Meskipun saya yakin setiap pria ‘pribumi’ di Korea Selatan pernah menjalani wajib militer.

Kembali ke topik. Saya benar-benar tidak paham kenapa yang menjadi parameter kejantanan adalah sangarnya wajah?

Bukankah itu sedikit bertentangan atau bahkan sangat bertentangan dengan budaya Indonesia yang katanya sarat keramah-tamahan?

Mungkin bagi sebagian orang, salah satu pria terjantan dalam pandangan mereka adalah para preman pasar. Mereka berwajah garang, tak jarang bertato, dan kerap memasang ekspresi menakutkan.

Tetapi serius, lewat parameter itukah mereka menilai kejantanan pria?

Jika tolok ukurnya hanya sebatas seperti itu jangan heran saat banyak aparat yang lebih condong galak dan arogan. Jantan, kan?


Bukan durian atau kedondong

Saya beri bocoran, seorang pria tetap dapat tegas meski berwajah lembut.

Bahkan terlebih di Indonesia yang mayoritas muslim dan bahkan memiliki populasi muslim terbesar di dunia, pasti kenal siapa Nabinya.

Muslim mengenal sosok Nabi Muhammad saw., sebagai pria lembut namun beliau sangat tegas. Beliau bahkan dikenal sebagai sosok manusia yang sangat murah senyum.

Sekarang kembali kepada logika orang-orang yang menganggap kejantanan itu sebanding dengan kegarangan wajah, apa gerangan yang membuat mereka memiliki parameter seperti itu?

Alasan pertama, yang paling mendekati konteks, mungkin karena beberapa orang ‘gerah’ mengidolakan beberapa artis pria yang terlihat kemayu. Namun orang-orang yang ‘gerah’ tersebut tidak tahu bagaimana cara mengukur kejantanan seorang pria.

Alasan kedua, yang paling umum, adalah kebanyakan orang tidak memiliki manfaat yang dapat mereka banggakan. Jangankan prestasi, mereka sendiri saja tidak tahu bagaimana berbuat baik kepada diri mereka sendiri.

Akibatnya, orang-orang itu ingin memiliki gengsi namun tidak mengerti bagaimana cara mendapatkannya untuk meraih simpati orang-orang.

Alhasil, orang-orang seperti itu memasang wajah sangar untuk menakut-nakuti orang lain sebagai cara pintas untuk meraih perhatian.

Mau bagaimana lagi, mereka tidak mampu untuk meraih kehormatan secara normal, akhirnya mereka paksa orang lain agar takut dengan mereka.

Jika kita lihat, orang-orang yang bermanfaat lagi bijak, tidak ada dari mereka yang berwajah sangar. Mereka begitu lunak dan penuh pertimbangan.

Namun, saat orang-orang bijak harus mengambil kebijakan hukum, mereka tetap akan menjadi tegas, bahkan hampir tanpa toleransi.

Walaupun begitu, marahnya orang bijak dengan marahnya orang yang hanya bermodal wajah sangar akan jauh berbeda. Yang satu memiliki wibawa, yang satunya kemungkinan besar akan dijauhi oleh orang sekitar.

Lagi, sebenarnya kalau kita tanya secara jujur, sebenarnya memasang wajah sangar itu untuk siapa?

Misalnya seorang aparat memasang wajah sangar itu untuk siapa? Untuk musuh atau untuk warga sipil yang seharusnya mendapat pengayoman dan pelayanan?

Yakinkah musuh tiba-tiba akan gentar hanya dengan modal wajah sangar?

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Tips Lebih Bahagia 27: Panen Lewat Stres

    Berikutnya
    Tips Lebih Bahagia 28: Saya Tidak Baik-Baik Saja


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas