Tahun 2020 adalah salah satu tahun yang kelam untuk para milenial. Kepanikan, kelangkaan (masker), lockdown, pembatasan yang luar biasa, hingga kehilangan kerabat bagi yang kurang beruntung.
Pandemi Covid19 mencetak sejarah yang begitu luar biasa di era kecanggihan yang menghiasi dunia ini. Awal 2020 begitu mencekam, setiap orang mengalami kepanikan yang tidak main-main, memburu seluruh kebutuhan di supermarket dengan buasnya.
Beberapa ada yang memberikan semangat bahwa pandemi ini hanya berlangsung beberapa minggu saja. Tetapi kenyataan justru menunjukkan bahwa semakin kemari, justru penderita semakin banyak.
Sebagian bisnis lumpuh, bahkan tidak banyak yang harus gulung tikar karena sepinya pelanggan saat pandemi. Terutama bisnis pariwisata dan yang terlibat dengannya seperti perhotelan dan transportasi.
PHK menjadi sebuah tragedi masal. Kejahatan mulai muncul di mana-mana.
Beberapa penyedia ruangan kerja harus berdarah-darah karena para tenan semuanya work from home.
Tidak ada yang dapat bepergian. Tidak ada yang dapat bertamasya. Semuanya terkurung di ruangan sempit dalam rumah masing-masing. Tidak ada mudik, beberapa orang menderita karena tidak dapat berjumpa dengan orang-orang yang mereka kasihi.
Tak heran, banyak dari kalangan masyarakat yang menganggap 2020 adalah tahun terburuk bagi hidup mereka.
Lalu apa hubungannya dengan judul artikel saya sekarang? Mengapa saya berterima kasih kepada pandemi yang meluluhlantakkan perekonomian seluruh dunia?
Sebelumnya, kita ‘bersyukur’ bahwa Covid ini adalah virus yang ‘ringan’ jika kita bandingkan dengan wabah-wabah zaman pertengahan yang begitu mematikan. Kemungkinan sembuh dari Covid cukup tinggi, bahkan virusnya langsung hilang ‘hanya’ dengan bubuk sabun.
Saya melihat beberapa orang di jagat maya justru membalikkan fakta bahwa sebenarnya bumilah yang sedang ‘berobat’. Virus-virus yang membunuh para manusia ini adalah cara bumi ‘meminum obatnya’.
Sebuah foto di mana saat lockdown, pegunungan Himalaya menjadi terlihat sangat jelas di bagian utara India.
Fenomena ini membuat terkejut warga India karena bertahun-tahun tidak pernah muncul kejadian seperti ini, tentu saja karena tertutup kabut polusi kendaraan bermotor.
Begitu pun dengan belahan dunia lainnya yang sarat polusi. Saat lockdown, masyarakat baru begitu kagum melihat birunya langit yang selama ini mereka hanya lihat warna putih kusam di udara. Lagi, karena tertutupi polusi kendaraan bermotor.
Seakan-akan bumi baru saja mendapatkan kesempatannya untuk kembali bernafas setelah sekian lama. Udara pagi terasa lebih segar dari biasanya.
Beberapa lapisan masyarakat pun menaruh kekaguman dengan keindahan alam yang selama ini mereka lewatkan.
Dengan melihat warna-warna cerah dari alam, itu dapat memperbaiki kondisi psikologis seseorang, memotivasi dan membuatnya lebih bahagia.
Kita mengenal introvert, ekstrovert, dan ambivert sebagai bentuk drive otak dalam membentuk perilaku bersosial manusia.
Introvert bukan berarti mereka yang tidak suka bersosial, mereka hanya memerlukan waktu lebih banyak untuk bersama ruang personal mereka.
Sebenarnya ekstrovert juga memerlukan waktu dengan ruang personal mereka juga, namun hanya saja, porsinya lebih sedikit jika kita bandingkan dengan introvert atau ambivert.
Saat pandemi merebak, kegiatan lockdown ini menjadi angin segar bagi mereka yang memang memerlukan waktu lebih dengan ruang personal.
Mungkin lockdown memberikan rasa bosan yang luar biasa bagi sebagian besar orang. Tetapi pada akhirnya beberapa dari mereka merasakan bagaimana pentingnya ruang personal dalam hidup mereka.
Setiap orang perlu waktu menyendiri, perlu waktu untuk merenung dan berpikir. Lockdown memberikan kesempatan bagi mereka semua untuk melakukan hal itu. Apalagi di saat masyarakat melakukannya secara bersama-sama.
Di tahun 2022 ini, beberapa orang yang saya temui ternyata diam-diam menginginkan mereka kembali ke tahun 2020 yang mereka sebut tahun yang buruk itu.
Mereka rindu untuk bangun pagi, menghirup udara segar, menyendiri di atas empuknya kasur, bekerja dari rumah.
Bahkan new normal ini benar-benar sesuai namanya. Kita benar-benar merasakan budaya baru yang normal. Salah satunya adalah WFH (Work From Home). Yang bekerja di kantor pun merasakan kelapangan ruangan karena beberapa dari rekan mereka memilih WFH.
Sebuah komunitas gamer pun merindukan masa-masa di tahun 2020, Para anggotanya dapat bergabung di permainan multiplayer tanpa ada halang rintang dalam menyesuaikan jadwal.
Para pekerja yang harus datang ke kantor masing-masing pun merasakan kebahagiaan melanglangbuana berkendara di jalanan yang begitu sepi.
Hiburan menjadi begitu kreatif di 2020. Banyak meme-meme di luar dugaan entah mengenai Covid atau lockdown begitu bertebaran di internet.
Masing-masing kreator konten memiliki waktu yang sangat luang sehingga mereka memiliki kesempatan membuat banyak konten.
Banyak pula dari kalangan masyarakat yang baru merasakan nikmatnya kecanggihan dan kemudahan teknologi. Mereka mulai ketagihan mengenai instannya memesan makanan via aplikasi.
Saya berdiskusi dengan banyak orang, dan sebagian besar mereka menaruh rasa rindunya dengan tahun 2020 secara diam-diam.
Rasa rindu tersebut bukan karena mereka ingin kembali ke tahun kelam tersebut, mereka hanya ingin merasakan kembali kenyamanan yang terjadi saat perenggangan jarak terjadi secara ketat.
Sesuatu menjadi begitu manis untuk diingat karena tingginya sebuah pengaruh positif yang terjadi pada suatu waktu.
Covid, meskipun terhitung sebagai sebuah bencana, namun makhluk yang tak kasat mata tersebut berhasil membuka mata sebagian besar manusia.
Tidak sedikit pelaku usaha yang mulai lebih cermat dalam mempertimbangkan aspek manajemen dalam bisnis mereka, memperbarui SOPnya. Bahkan mereka sudah mempersilakan sebagian karyawannya untuk bekerja dari rumah selagi memungkinkan.
Banyak sekali hikmah yang begitu manis terkecap di hati setiap manusia di tahun 2020. Mereka membenci covidnya, namun mereka rindu dengan beberapa dampak cantik yang muncul karena makhluk mikroskopis itu.
Semoga dari tahun-tahun pahit ini kita dapat belajar kembali untuk mempertahankan apa yang indah, dan mengeliminasi apa yang tidak menyenangkan.