Benar bahwa saat orang-orang di sekitar kita mencintai kita, memberikan perhatian lebih, adalah salah satu faktor kebahagiaan utama.
Setiap orang memiliki gengsi, dan tujuan gengsi adalah agar mendapatkan kehormatan dari orang-orang di sekelilingnya. Semakin banyak orang yang menghormati kita, semakin baiklah reputasi kita.
Karena kenyataan itulah, beberapa orang yang rendah diri, memiliki ketergantungan dengan prasangka orang lain kepada mereka.
“Apakah saya telah menjadi orang baik? Apakah saya disukai? Atau jangan-jangan lingkungan justru tidak mengharapkan kehadiran saya?”
Kita mungkin bisa menyemangati mereka dengan, “Udah jangan dipikirin, mereka juga gak punya urusan dengan kita kok…”
Tetapi kenyataannya memang tidak semudah ucapan itu. Masalahnya, yang memberikan motivasi justru kebanyakan dari orang yang tidak memahami sama sekali bagaimana penderitaan orang yang ‘low esteem’ atau rendah diri.
Terlalu berpikir secara berlebihan mengenai bagaimana pikiran orang lain kepada kita memang sebenarnya adalah sebuah masalah sosial yang lumayan serius.
Jika memang serius, mengapa kita hampir tidak pernah mendengar masalah serupa?
Jelas karena orang yang rendah diri itu lebih tertutup dan tidak ingin membebani orang lain dengan mengutarakan masalah kerendahdirian mereka.
Yang artinya, hampir tidak pernah bukan berarti tidak ada sama sekali. Mereka sebenarnya bertebaran, namun mungkin kepekaan kitalah yang perlu kita pertajam kembali.
Atau bisa jadi salah seorang dari kita termasuk di dalamnya.
Untuk kita yang kerap overthinking tentang bagaimana penilaian orang lain kepada diri kita, hal itu dapat membuat dada sesak, mengganggu aktivitas, serta menghalangi kebahagiaan yang seharusnya kita dapatkan di hari itu.
Benar bahwa kita tidak dapat membahagiakan setiap orang, dan benar pula bahwa Nabi dan Rasul pun banyak yang membenci mereka.
Tetapi bukan itu yang menjadikan lumrah saat orang lain membenci kita.
Kita tetap berusaha membahagiakan orang lain, berkontribusi dalam manfaat dan kebaikan, dan mencari celah untuk berimprovisasi dengan mendengarkan saran atau masukan.
Apabila kita telah berusaha berbuat baik secara objektif (bukan kebaikan dengan standar pribadi) dan senantiasa melakukan perbaikan atau improvisasi, lalu masih ada yang membenci kita, berbahagialah.
Lho, kok ada yang benci justru disuruh bahagia?
Tentu saja kita berbahagia karena telah tersaring mana orang yang tulus menghargai kita dan mana memang orang yang memang sama sekali ‘tidak tertarik’ dengan kita.
Kita hanya perlu fokus saja kepada orang-orang yang tulus tersebut, dan mengabaikan sisanya.
Memaksakan orang yang tidak suka kepada kita untuk berbalik arah, itu adalah perbuatan sia-sia karena kita telah membuang banyak waktu untuk peduli kepada satu atau dua orang yang tidak bermanfaat bagi kita dan mengabaikan mereka yang sudah jelas mendukung kita.
Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak percaya itu.
– Ali bin Abi Thalib
Cobalah sekarang kita lihat para aktor atau seniman legendaris yang banyak orang sukai. Mereka nyatanya masih memiliki haters dan kerap melontarkan komentar jahat kepada para seniman tersebut.
Saya memahami jika sebagian dari kita merasa minder akan kesalahan-kesalahan yang pernah kita perbuat, baik kesalahan dalam pekerjaan, maupun kesalahan dalam bersosial.
Tetapi coba ingatlah ini:
Orang baik akan meluruskan diri kalian dan membuat kalian lebih baik lagi, sedangkan orang jahat akan senang dengan kesalahan kalian yang telah memberi makan ego mereka.
Setiap orang pernah melakukan kesalahan dan kita sepertinya sudah tidak perlu lagi diberitahu tentang itu. Hanya saja, saat saya bicara praktik, kebanyakan orang seakan tidak pernah mendengar ungkapan tersebut.
Mungkin dari kita pernah beberapa kali berbuat hal yang memalukan di ruang publik, atau sempat mengeluarkan karya yang buruk dan direndahkan orang lain.
Jangan khawatir, kalian tidak tidak sendiri, karena saya juga pernah. Dan kalian tahu, saya sempat tidak dapat tidur karena terus-menerus memikirkan tanggapan orang lain atas kejadian itu.
Bahkan pemikiran berlebihan dapat menjerumuskan kita kepada hal-hal yang terlarang seperti menyalahkan takdir Tuhan, dan sebagainya.
Sekarang kembali kepada diri kita sendiri, apakah kita sudah menyadari kesalahan kita dan menyeimbangkannya dengan berusaha untuk berbuat lebih baik lagi?
Jika sudah, ya sudah. Sebenarnya tidak ada yang perlu kita khawatirkan. Sekalipun kita masih sedih, cobalah kita izinkan perasaan sedih tersebut mengalir dalam diri kita.
Setelah itu, kita bisa lebih fokus melakukan kegiatan yang menyenangkan atau merencanakan diri kita untuk berkontribusi lebih baik lagi. Semakin banyak penerima manfaat dari kita, insyaAllah itu dapat meredakan kesedihan kita hanya karena segelintir orang.
Terakhir, saya membuat kata-kata bijak berikut sebagai penghibur diri saya sendiri.
Saya hanya memastikan orang-orang yang membenci saya, adalah orang-orang yang juga dibenci oleh orang lain.