Sebagai anak kos-kosan dengan kamar yang berantakan, panas, sumpek, dan jadi markas besar bagi para kecoa dan kamitetep (hiiiiyyy…), saya akhirnya terpikir untuk memiliki tumbuh-tumbuhan di balkon atau setidaknya ruangan terbuka di dalam atau di luar kamar saya.
Alhamdulillah indekos saya punya balkon, bagi anak kos yang tidak punya balkon kasian de lohhh dapat menaruh tanaman mungkin di depan pintu, di pojok kamar yang terkena matahari, atau di kusen jendela jika kayu kusennya luas.
Saya akui ternyata memiliki tumbuhan hias benar-benar mudah untuk anak kos seperti saya ini, saya pikir tadinya harus punya lahan luas bak lapangan sepak bola, punya pacul, bajak, dan gubuk sendiri. Ah, mending saya lamar pekerjaan jadi petani di desa biar bisa lihat gunung setiap hari hehe…
Tapi serius, memiliki tanaman hias tidak seburuk yang saya pikirkan, bahkan sangat-sangat tidak ribet. Sumpah.
Saya sekilas peduli tentang global warming (alah), soalnya memang cuaca hari ini tidak menentu, panas bukan kepalang, gerah dan berkeringat sepanjang hari di kamar. Apalagi saat PPKM Covid, rebahan di kamar kos jadi siksaan. Meski kamar saya berAC, tapi tetap tidak betah.
Ternyata saat saya tidak bisa tidur di suatu malam, saya googling mengenai manfaat punya tanaman di rumah.
Wew, ternyata tanaman saat siang dapat melepaskan uap air sejuk ke udara sehingga bisa menurunkan suhu kamar yang bak sauna saat siang. Meski tidak langsung turun signifikan seperti kita menurunkan suhu AC, tapi kesejukan yang terjadi karena tanaman tersebut memang tidak main-main.
Lagipula, beberapa tanaman sangat diandalkan untuk mengikat polusi udara, seperti tanaman lidah buaya, lidah mertua, lidah kucing… eh itu biskuit deng, pokoknya itu. Tanaman lidah-lidahan tersebut bisa menyerap emisi udara yang tidak menyenangkan dan mengubahnya jadi oksigen, bahkan pada malam hari! Jadi bagus untuk ditanam di kota-kota besar yang sarat polusi udara.
Terakhir, warna hijau di tengah polosnya warna beton yang terkadang menyemburkan debu kemana-mana ternyata bisa jadi wisata untuk mata tersendiri.
Ayo dong, apa tipsnya biar bisa mengubah kamar kos jadi hutan belantara?
Sebelumnya, saya adalah pemalas. Saya akui. Jadi saya tipikal cukup ‘anti’ dengan kegiatan ekstra selepas penatnya jam kerja. “Pulang kerja ya langsung main hape terus bobok”, kira-kira begitu.
Apalagi saat saya mencari tips-tips berkebun via Google, ternyata saya berhadapan dengan fakta bahwa saya bukan hanya harus memiliki pot dan tanah (iyalah), melainkan saya juga harus memiliki pupuk, mengganti pupuknya setiap beberapa minggu sekali, dan syarat-syarat yang membuat jiwa kemalasan saya berteriak.
Saya sampai bertanya, “Mengapa tanaman tidak bisa mengurus dirinya sendiri? Padahal sudah diberi air?”
Tapi sekali lagi, ternyata tidak seburuk itu.
Saya memutuskan untuk bermain-main dengan sebuah aplikasi toko online dan mencari tanaman hias berikut potnya. Dan saya menemukan satu, yaitu bunga krisan yang sudah berbunga, lengkap dengan pot dan tanahnya. Cuma Rp30ribu! Saya beli dua deh!
Saat kurir tiba di indekos, inilah yang saya dapat:
Omaigad! Cantik buset Subhanallah!
Saya langsung beritahu teman saya tentang bunga ini dan kebetulan dia pernah pelihara krisan.
“Tapi sekarang udah mati, cuma tahan bentar… Krisan kan susah (dirawat)!” Begitu katanya.
*DEG* jantung saya bak tersambar petir. Duh saya khawatir bertanya-tanya apa saya akan kompeten memelihara tanaman hias…
Katanya krisan jangan sampai terkena matahari langsung, atau jika terkena, setidaknya jangan terik-terik. Ok cek.
Lalu pupuknya harus ditambah minimal sebulan sekali. Nah ini nih yang bikin saya jadi malas pelihara tanaman. Harus aduk-aduk tanah pakai tangan begitu? Duh maleesss…
Saya ‘curhat’ lagi dengan toko online dan saya menemukan pupuk cair yang kaya logam nutrisi untuk tanaman. Harganya Rp50ribu tapi sedang ada potongan harga jadi Rp30rb. Meluncur!
Katanya pemberian pupuk tidak boleh berlebihan dan hanya cukup sekali dalam sebulan, takutnya gizi berlebih bisa buat tanamannya ‘terbakar’. Akhirnya berdasarkan petunjuknya saya hanya meneteskan beberapa ke botol air minum bekas yang saya biasa pakai untuk menyiram tanaman, saya kocok, dan saya sebar airnya pada malam hari.
Ah, alhamdulillah saya akhirnya jadi memiliki beberapa pengetahuan tentang tanaman.
Saya punya krisan merah dan putih. Nah yang putih banyak yang apes. Dari mulai patah kesenggol kucing liar, kemudian tiba-tiba layu terus banyak yang mati, akhirnya kini dari tujuh bunga putih, yang masih segar cuma satu atau dua saja. Itu pun hanya bagian pinggir.
Pot si krisan putih jadi agak kosong. Tadinya saya berencana beli beberapa biji kacang hijau ke minimarket untuk mengisi kekosongan pot, tapi ternyata sepaknya Rp25ribu dan banyak sumpah. Saya tidak jadi beli karena bakal mubazir.
Akhirnya saya ingat di kulkas ada cabe merah dan saya lagi-lagi membuka Google untuk mencari tahu apakah biji cabai yang sudah menetap di kulkas berhari-hari dapat ditanam. Saya melihat jawabannya adalah “iya” namun harus dikeringkan dahulu sebelumnya.
Jadi saya mencari kaus singlet yang tidak terpakai, mengambil gayung dan merobek cabenya kemudian memasukkan bijinya yang jumlahnya puluhan itu ke dalam gayung.
Katanya, biji yang tenggelam secara total atau setidaknya tidak berusaha untuk terapung adalah biji yang dapat tumbuh. Secara mengejutkan, hanya ada satu atau dua biji yang tidak lolos seleksi dan puluhan sisanya siap untuk dikeringkan.
Akhirnya saya saring dengan kaus singlet saya dan saya tebar bijinya di atas singlet untuk dijemur. Katanya saya harus menunggu hingga tiga hari hingga bijinya kering. Okai.
Tapi malam pertama saya tidak sabar dan mengambil beberapa untuk saya tebar di pot, malam kedua juga begitu, dan malam terakhir saya tabur semuanya di atas pot. Tidak lupa pot selalu saya siram pagi sore sesuai kadarnya. Maksudnya, karena masih pada biji, saya hanya menyiramnya seperempat botol saja.
Yang saya dengar, kalau berlebihan dalam menyiram, akar tanaman bisa busuk.
Dan paginya di hari keempat, tunas-tunas biji yang saya tanam di malam pertama sudah mulai menonjol, hari kelima, tunas-tunas biji malam kedua sudah tumbuh, dan seminggu kemudian dari malam pertama saya taruh benih, sudah ada delapan biji tunas yang sudah tumbuh.
Wah happy saya! Sekarang perkenalkan saya Anandastoon sang petani amatir wahahah. Intinya tidak semerepotkan yang saya kira untuk ukuran seorang pemalas seperti saya.
Saya kembali baca, katanya sekitar tiga bulan cabai siap panen. Semoga ya…
Baiklah, biji mana lagi yang saya siap tanam? Mungkin saya hanya akan beli pot dan tanahnya saja di toko online. Dan pastinya, bukan tanaman besar yang saya tanam, bisa horor nanti indekos saya hehe…
Jadi bagaimana? Apakah kalian akan ikut berkebun juga di area kamar kos kalian? 😊