Saya mengadakan polling acak di story Instagram saya, mengenai perasaan iri dan cemburu kepada kesuksesan orang lain. Ketika ditanya, apakah kamu pernah merasakan rasa iri ketika orang lain lebih sukses padahal kamu sebenarnya memiliki kemampuan yang setara atau bahkan lebih dari mereka?
Cukup mengejutkan, hasil pollingnya adalah 81% menjawab “ya” dari belasan orang. Sebenarnya sangat banyak yang melihat story saya, namun hanya sebagian kecil dari para viewer yang ‘sudi’ untuk berpartisipasi dalam polling saya tersebut. Kebanyakan yang memilih “Ya” adalah orang-orang berusia 20an seperti saya.
Well, saya mengerti.
Apakah dunia tidak adil? Bahkan yang lebih ekstrem lagi ada yang mempertanyakan tentang keadilan Tuhan. Padahal,
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (QS. 2: 216).
Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. 4: 19)
Lalu saya harus bagaimana? Mengapa seakan dunia terlalu kejam bagi saya? Saya lihat banyak orang seusia saya sudah menjadi kaya-raya, terkenal, bahkan hingga memiliki perusahaan sendiri, sedangkan saya? Hidup masih menumpang dengan orang tua, syukur jika ada seseorang yang dapat diajak kerja sama.
Tolong jangan berkata bahwa si anu mungkin memiliki usaha yang dahsyat untuk mencapai kesuksesannya, saya pun sudah berusaha siang malam, dicibir orang-orang, bahkan hingga bercucuran keringat dan air mata, namun saya sudah berbulan-bulan seperti ini tidak kunjung mendapatkan setitik harapan mengenai masa depan saya?
Sekali lagi, mengapa dunia begitu kejam terhadap saya?
Bahkan banyak dari para remaja yang mendapatkan permasalahan rasa iri yang paling ringan sekali pun, seperti ‘ditinggal’ teman-teman yang menikah sedangkan diri sendiri masih jauh dari kata siap untuk menikah dikarenakan tanggungjawab yang harus dipikul dan dituntaskan terlebih dahulu.
Mungkin di sinilah poin yang harus kita tangkap mengenai permasalahan beberapa orang yang memang dilanda rasa iri dengan sangat kepada orang-orang seusianya yang telah menangkap kesuksesan mereka lebih dahulu. Saya pun sejujurnya mengakui bahwa saya pernah memiliki perasaan seperti ini, dan saya benar-benar mendengarkan setiap keluh kesah setiap orang yang memiliki perasaan cemburu seperti ini.
Beberapa penyakit hati yang bernama rasa iri dan cemburu harus segera dicegah dan diobati. Jika seseorang mendapatkan penyakit tersebut, hal pertama yang harus dilakukan adalah menganalisa dari mana munculnya rasa sakit itu. Jika kalian mendapatkan penyebab rasa iri dari internet, terutama dari sosial media, cepat-cepat batasi penggunaannya.
Kalian tidak ingin hati kalian semakin terluka setiap kali kalian melihat seseorang yang menjadi penyebab rasa iri kalian eksis di jagat maya. Hal itu menyebabkan kalian semakin tidak bahagia. Batasilah bersosial media, bila perlu kalian dapat ‘memblokir’ orang-orang tersebut dari kehidupan kalian dan melupakan namanya sesaat. Kalian dapat membandingkan rasa bahagia yang kalian dapat sebelum dan setelah kalian menindaklanjuti penyebab rasa cemburu kalian.
Yang kalian lihat di sosial media atau pun bukan, hanyalah apa yang tampak. Sekarang siapa memangnya yang ingin memposting kegagalannya di jejaring sosial? Saya pernah mendengar dari seseorang yang saya kenal, bahwa ada seorang presenter televisi yang memiliki rumah mewah di Jakarta, justru mengeluh melihat teman-temannya yang sudah menjadi bos di perusahaan mereka masing-masing. Sedangkan ia hanya bergantung kepada permintaan jadwal di televisi. Ternyata harta dan ketenarannya masih belum dapat menyelamatkannya dari sifat iri.
Terkadang rasa ketidakpedulian dapat menyelamatkan seseorang dari kebinasaan. Termasuk rasa iri tersebut.
Tetapi, bukannya setelah kalian membatasi penggunaan media sosial itu kemudian kalian meneruskan rutinitas kalian dengan ritme yang datar. Teruslah belajar sesuatu yang baru agar kalian pun mendapatkan rasa bahagia lebih karena pengetahuan kalian semakin luas dan ilmu-ilmu baru tersebut tentu saja dapat membantu kalian dalam menyelesaikan pekerjaan kalian dengan lebih efisien.
Jangan biarkan ada waktu luang yang terbuang sia-sia, karena bisa jadi kekosongan waktu dapat membuat kalian mengingat-ingat kesuksesan orang lain yang dapat kembali menumbuhkan rasa iri kalian itu.
Jika saya terlalu jauh membandingkan dengan Jepang, mungkin itu masih terlalu jauh dari pandangan. Mungkin saya akan menilik negara titik merah kecil semisal Singapura yang baru-baru ini merajai hampir setiap ranking di dunia untuk setiap kategori yang menjadi penyongsong kemajuan sebuah negara, dari mulai pendidikan, kesehatan, keuangan, bisnis, arsitektur, hingga pariwisata.
Apa rahasianya? Mari saya bacakan sebuah dongeng.
Ketika dahulu Singapura sering diremehkan bahkan ‘diejek’ dengan dijuluki sebagai negara titik merah kecil di dunia. Singapura diasingkan di ujung semenanjung Malaka, dengan menderita krisis air bersih dan kurangnya sumber daya alam. Beruntung Perdana Menterinya pada saat itu, Tuan Lee Kuan Yew, mengambil tindakan tepat untuk membuat Singapura bahkan menjadi negara kelas dunia hingga saat ini.
Bagaimana Singapura menjadi seperti sekarang ini? Apa yang telah dilakukan oleh Warga Negara Singapura hingga mereka berhasil menikmati predikat mereka sebagai warga negara maju?
Berdasarkan pengakuan dari warga negara Singapura asli, di samping mereka menerapkan prinsip Kiasu yang artinya ‘khawatir tersaingi’, ada hal yang perlu kita garis bawahi di sini. Mereka mencintai progress, mereka mencintai kemajuan, mereka mencintai sesuatu yang selalu terlihat lebih baik dari hari ke hari. Tentu saja, improvisasi selain dapat membuat mereka bahagia, juga dapat membuat mereka menjadi nyaman dengan diri mereka sendiri.
Tapi, tapi… bagaimana caranya menjadi lebih baik dari hari ke hari? Caranya mudah, carilah kelemahan dalam setiap aktivitas yang kamu lakukan. Jika kamu tidak dapat menemukannya, berburulah komplain dari orang-orang. Masyarakat Singapura adalah masyarakat yang senang komplain, bahkan mereka sendiri komplain karena sebagian besar penduduknya senang komplain. Menurut mereka, jika orang-orang yang senang komplain dienyahkan dari Singapura, mungkin 90% penduduknya akan hilang.
Jadi, persiapkanlah diri kalian untuk meminta dan mendapatkan komplain dari orang-orang, mintalah penilaian mereka, semakin dewasa kalian akan semakin menyadari bahwa tanpa penilaian -negatif- dari orang-orang, kalian mungkin tidak akan menikmati kehidupan yang manis.
Sadarilah bahwa setiap yang ada di dunia ini dapat dijadikan pembelajaran, apa pun dan siapa pun. Tidak perlu memandang orang-orang yang lebih sukses untuk berhasil membuat kalian memiliki pandangan bahwa dunia tidak adil, sekarang lihatlah lebih luas hingga kalian mungkin menyadari bahwa ‘ketidakadilan’ dunia ini telah kalian terima namun kalian tidak menyadarinya.
Mengapa banyak koruptor yang kaya-raya? Mengapa banyak orang idiot menjadi terkenal? Mengapa banyak orang yang bahkan menyogok sana dan menyogok sini dan mereka memiliki jabatan yang tinggi? Mengapa banyak orang yang benar-benar baik dan cerdas justru mereka menderita sepanjang hidupnya dan tidak dihargai?
Dari sana kalian dapat sepintas meluaskan pandangan bahwa dunia benar-benar tidak adil. Namun apakah demikian?
Di sinilah kita berkali-kali dituntut agar tidak memandang masalah dari satu sisi mata uang. Seorang koruptor mungkin boleh mereka menjadi kaya, namun apakah menjadi kaya-raya seperti itu adalah yang kalian inginkan? Saya yakin kalian menggeleng. Terkadang jika hidup ini dibilang bak sinema elektronik, sepertinya memang demikian adanya.
Orang-orang baik mungkin selalu menderita di awal, namun sebagian besar sinema menerapkan adegan ‘happy ending’ untuk setiap orang baik yang menderita tersebut. Begitu pun sebaliknya yang berlaku untuk orang jahat.
Ingatlah,
Suatu hari seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya?” Beliau SAW menjawab: “Para nabi, kemudian orang-orang saleh, kemudian yang sesudah mereka secara berurutan berdasarkan tingkat kesalehannya. Seseorang akan diberikan ujian sesuai dengan kadar agamanya. Bila ia kuat, ditambah cobaan baginya. Kalau ia lemah dalam agamanya, akan diringankan cobaan baginya. Seorang mukmin akan tetap diberi cobaan, sampai ia berjalan di muka bumi ini tanpa dosa sedikit pun.” (HR Bukhari)
Pernahkah kalian bermain permainan video seperti Super Mario Bros. atau sejenisnya? Kalian akan merasa semakin tinggi levelnya, maka tantangannya bukan hanya semakin susah, melainkan semakin bermacam-macam. Apalagi sebelum adanya internet, kalian ‘dipaksa’ untuk menyelesaikan tantangan tersebut seorang diri.
Begitu pun hidup, semakin tinggi ‘derajat’ kalian, maka semakin sulit mencari orang untuk diajak memahami masalah kalian dan memberikan solusinya. Di saat-saat seperti inilah kalian benar-benar tidak ada cara lain untuk bersabar dan menerima apa pun yang akan kalian hadapi, hingga kalian menyangka bahwa dunia ini tidak adil karena kalian hampir tidak menemukan seorang pun yang memiliki masalah seperti kalian.
Apalagi di zaman digital seperti ini, hampir setiap saat sepertinya berita-berita orang yang sudah menggapai kesuksesannya menjadi makanan sehari-hari kalian di mana pun kalian menginjakkan kaki di ranah siber.
Lihat, dia baru saja dapat mobil baru.
Lihat, dia baru saja masuk TV.
Lihat, dia hanya melakukan hal konyol namun go international.
Lihat, dia baru saja dikaruniai seorang anak, cakep lagi anaknya.
Apa pun, apa pun…
Meskipun kita tahu bahwa,
Tidak boleh ada rasa iri dengki kecuali kepada dua orang, yakni orang yang diberikan Allah harta lalu ia membelanjakannya dalam kebenaran dan orang yang diberikan Allah suatu hikmah (ilmu) lalu ia menerapkannya dan mengajarkannya. (Al-Hadits)
Namun rasa iri yang bisa hinggap di setiap orang, bahkan orang beriman sekali pun, sejatinya adalah normal, karena yang paling penting di sini adalah bagaimana cara mengendalikan rasa iri tersebut dan mengarahkannya sesuai jalan yang telah dibenarkan.
Mungkin ada saat kalian benar-benar tidak betah dengan penderitaan yang disebabkan rasa iri tersebut. Bisa jadi pada saat itu memang benar-benar masa kalian untuk bersedih, jadi cobalah untuk menyendiri dan menangislah jika memang itu dapat membuat kalian sedikit lega. Tidak pernah ada yang melarang untuk melakukan hal itu.
Kemudian solusi lainnya,
Jika salah seorang di antara kalian melihat orang lain diberi kelebihan harta dan fisik (atau kenikmatan dunia lainnya), maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya. (HR. Bukhari no. 6490 dan Muslim no. 2963)
Sudah menjadi tanggungjawab kita untuk peduli kepada orang-orang yang juga pernah atau sedang merasakan penyakit iri kepada orang lain untuk berbagi masalah yang kita hadapi dan bagaimana kita menghadapinya. Mungkin mereka juga merasa bahwa dunia tidak adil kepada mereka, mengapa kita tidak merangkul orang-orang yang seperti itu?
Ya, saya beri bocoran, insyaAllah setiap orang memiliki hak untuk menjadi sukses. Namun karena takdir manusia adalah dinamis, jadi manusia itu sendiri yang bebas memilih jalannya masing-masing dengan sebuah konsekuensi yang menunggu di ujung setiap jalan. Teruslah melakukan perbaikan, insyaAllah kesuksesan akan tiba di waktu yang sangat tepat. Jangan sampai ketika telah sukses kalian menyesal mengapa kalian pernah terkubur rasa iri yang begitu dahsyat.
Dan satu lagi, jika kalian sedang merasa bahwa diri kalian tidak berguna, dapat dibaca artikel saya dengan mengklik tulisan berikut.
—<(Wallaahu A’lam Bishshawaab)>—