Stargazing, atau dalam pengertian singkatnya adalah menatap bintang, adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang manusia sesuai dengan namanya, yakni menatap bintang-bintang di langit saat malam hari.
Saat saya menyadari bahwa tempat tinggal saya memiliki rooftop atau ruang terbuka di atas bangunan (biasanya digunakan untuk menjemur pakaian), pada suatu malam entah mengapa saya memiliki hasrat untuk menyendiri di atas.
Yap, hanya menyendiri, memandang sekeliling, diliputi keheningan yang hanya terdengar suara jangkrik dan kendaraan-kendaraan bermotor dari kejauhan.
Waktu itu saya menyadari angin segar di malam hari yang membuat tenang, dikelilingi dengan atmosfer yang unik. Saya bahkan pernah membuat artikel khusus mengenai istimewanya waktu malam di postingan berikut.
Kemudian apa hubungannya kegiatan stargazing ini dengan kebahagiaan?
Menatap bintang-bintang ini termasuk salah satu aktivitas mendongak yang tidak terhitung sebagai kesombongan. Biasanya, orang-orang angkuh cenderung mendongakkan kepala menandakan bahwa dirinya lebih agung daripada orang lain.
Ketika kita menatap ke arah bintang-bintang, menatap kekosongan yang sepertinya tidak terhingga, memberikan esensi bahwa diri kita ini kecil, tidak ada apa-apanya.
Keagungan yang sedang kita tatap diharapkan dapat menundukkan hati. Jika hati sudah lebih ‘lembut’, inspirasi-inspirasi akan lebih mudah masuk dan motivasi kita untuk terus belajar akan lebih terpompa.
Stargazing, atau menatap bintang, memiliki manfaat yang dapat menghilangkan sifat hanya memikirkan diri sendiri bagi seseorang.
Stargazing juga dapat membuat seseorang mengagumi keindahan alam semesta dan menumbuhkan keinginan untuk melestarikan alam dan memperindah akhlak.
Sayangnya, banyak orang yang tidak mengetahui manfaat besar dari stargazing ini, dan mereka lebih memilih untuk mengabaikannya.
Padahal, stargazing dapat dilakukan di mana pun, dan kapan pun saat malam tiba.
Meski saya tinggal di pusat kota Jakarta yang sarat polusi cahaya, namun setidaknya saya masih dapat menikmati beberapa titik kilau bintang yang berkelip di atas kepala saya.
Saya sendiri menyarankan untuk stargazing untuk orang yang sedang murung atau merasa dirinya belum berguna. Saya tidak tahu mengapa, stargazing ini seakan memiliki kekuatan untuk memberikan pencerahan tersendiri, membuat seseorang langsung memahami apa yang harus ia perbuat setelah itu.
Bagaimana caranya melakukan stargazing?
Caranya sederhana, kita cukup mencari tempat hening, agak sulit di perkotaan namun lebih baik dilakukan mulai dari pukul sebelas malam atau saat keheningan sudah mulai muncul.
Kemudian setiap gadget seperti telepon genggam harus ditaruh, ditelungkupkan, dan tidak boleh dioperasikan.
Jika ingin dibarengi dengan musik, pastikan musiknya yang tenang, tanpa lirik, atau musik instrumental yang bertemakan Grandeur (keagungan). Berikut contoh tema musik yang tenang, dan berikut contoh musik yang bertemakan Grandeur.
Atau bagi yang muslim dapat sambil mendengarkan murattal-Qur’an. Bebas. Yang terpenting kita dapat menangkap esensi dari stargazing yang akan kita lakukan.
Setelah itu hanya melihat jauh ke atas langit, berpikir segala sesuatu. Namun bukan berarti pikiran harus kosong dan melamun.
Kita mencoba melepaskan segala sesuatu yang bertemakan duniawi, baik positif seperti harta atau jabatan, atau yang negatif seperti masalah-masalah di pekerjaan atau pertemanan.
Biasanya saya melakukan stargazing selama 15 menit.
Stargazing dapat dikatakan berhasil jika kita telah mendapatkan sesuatu dari ‘atas’, yang membuat kita lebih segar, lebih jernih, seperti di-restart kembali.
Jika kita lihat warga negara Jepang, yang sepertinya masyarakatnya berlomba-lomba untuk memberikan inspirasi dan kemudahan-kemudahan bagi sesama, ternyata itu karena mereka memiliki salah satu prinsip yang berhubungan dengan stargazing, yang diajarkan sedari kecil.
Yugen (幽玄) adalah prinsip Jepang yang artinya adalah, memandang lebih mendalam, alam semesta yang begitu cantik namun misterius.
Tidak heran jika banyak sekali produk-produk Jepang yang sepertinya out of the box dan tidak terpikirkan sebelumnya. Yugen menjadi salah satu yang menjadi andil dalam memberikan inspirasi tersebut.
Bahkan saya pribadi sebagai muslim, stargazing bisa menjadi salah satu bagian dari syariat yang dianjurkan. Ada ayat alQuran yang secara tidak langsung berisikan anjuran untuk stargazing sebagai salah satu bentuk “tafakkur”.
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. (QS. Ali Imran: 191)
Atau ada penggalan hadits yang memberitakan bahwa Rasulullah saw., juga melakukan “stargazing”:
…Tatkala tiba waktu sepertiga malam terakhir, beliau duduk dan melihat ke langit lalu beliau membaca; “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (Ali Imran; 190). Lalu beliau berwudlu dan bersiwak, kemudian shalat sebelas raka’at… (Alhadits)
Bagi muslim, stargazing itu sendiri dapat dikerjakan sebelum shalat tahajjud, di awal sepertiga malam terakhir.
Yang terakhir, jika memang kita tidak memiliki waktu untuk stargazing, sebenarnya dapat melakukan gazing-gazing lain di alam.
Misalnya, saya sendiri kerap pergi ke air terjun sendirian. Kemudian setelah selesai berfoto-foto ria, saya menaruh HP saya, saya fokus untuk menatap air terjun dan keindahan sekeliling, merasakan intisarinya, hingga saya terketuk.
Mungkin selanjutnya jika saya ditanya orang saat untuk apa piknik sendirian, saya akan menyebutkan bahwa saya ingin nge-gazing. Hehe…
Wallahu A’lam.