Saat ada yang membahas “Allah Maha Baik”, mungkin beberapa dari kita ada yang langsung menyimpulkan beberapa poin bahwa “Allah memberikan oksigen gratis untuk manusia bernafas” atau “Allah selalu memberikan hikmah dalam setiap kejadian.”
Sebenarnya meskipun itu semua benar, bukan itu yang ingin saya bahas. Ini berasal dari pengalaman saya pribadi, menyadari sesuatu, kemudian mengumpulkan apa yang tiba-tiba saya sadari tersebut menjadi artikel ini.
Entah mengapa, saya sangat bersyukur dengan itu dan saya hanya ingin berbagi dari apa yang telah saya dapatkan mengenai bukti keMahaBaikan Allah Ta’ala.
Yup, ada hubungannya dengan nama Allah Ta’ala yang lain, Al-Bathin, yakni Maha Tersembunyi. Pertanyaannya, bagaimana sifat Al-Bathin Allah dapat menjadi salah satu bukti bahwa Allah Ta’ala adalah Maha Baik?
Waktu itu saya sangat terlambat dalam menghadiri suatu urusan penting. Saya tidak ingin menyakiti perasaan rekan saya atas kecerobohan yang telah saya lakukan. Akhirnya, dengan terpaksa saya berbohong bahwa saya ada selaan urusan lain yang lebih darurat, sembari berusaha untuk tidak mengulangi kecerobohan serupa kembali.
Saya hanya… tidak ingin melihat rekan kerja saya kecewa akibat kelalaian saya tersebut. Itulah sebabnya saya harus berbohong untuk mencegahnya marah kepada saya.
(Update untuk menghindari kesalahpahaman seperti salah satu komentar di bawah):
Kejadian tersebut adalah masa lalu, meski saya terkadang mungkin masih terselip beberapa kebohongan kecil baik saya sadari dan tidak saya sadari, namun pada akhirnya saya mengakui bahwa saya yang salah kepada orang tersebut. Bahkan sekarang saya sudah jauh lebih jarang untuk berbohong karena alasan ‘tidak enak’. Saya berusaha. 😉
Kemudian saya teringat bahwa kesalahan saya kepada Allah Ta’ala pastinya jauh lebih besar. Bahkan saya teringat masa-masa saya saat shalat subuh setelah matahari terbit karena saya dikalahkan kantuk.
Sekarang saya membayangkan, bagaimana ‘kecewa’nya Allah atas kecerobohan saya dalam melaksanakan kewajiban saya itu. Ditambah, saya tidak bisa beralasan apa pun kepadaNya karena Dia Maha Tahu.
Itu baru kelalaian dalam segi shalat, belum dari kewajiban saya yang lain.
Jika Allah Ta’ala benar-benar tampak di mata manusia, mungkin kita sendiri yang tidak ingin melihatNya marah atas kelakuan kita, tepat di hadapan wajah kita. Bahkan Dia hanya terus memberikan kesempatan kita untuk terus memperbaiki diri hingga akhir hayat.
Segala puji bagi Allah Ta’ala yang Maha Tersembunyi agar hambaNya memiliki keleluasaan waktu untuk melakukan taubat.
Di Bumi yang Allah Ta’ala telah pilihkan sebagai planet terbaik untuk ditempati makhlukNya yang bernama manusia, ternyata bukanlah planet yang aman. Jauh di bawah kaki kita sedang bergolak api yang bisa saja setiap saat menggeser lempengan hingga terjadi gempa bumi.
Suatu malam saya memandang dari jendela kantor saya, sederetan gedung-gedung megah nan tinggi berdiri menghiasi garis langit ibu kota. Saya berpikir, oh dear, manusia begitu ‘berani’ mengambil resiko mendirikan bangunan di atas tanah yang mungkin akan terjadi suatu hal di suatu hari.
Lihat? Mungkin di dalam gedung tersebut ada beberapa manusia-manusia yang melawan syariat, yang sampai saat ini gedung tersebut masih berdiri kokoh di atas BumiNya.
Padahal Bumi ini Allah yang ciptakan, Bumi ini punyaNya. Dia bebas melakukan apa pun jika ciptaanNya justru melawanNya.
Sebuah gedung mewah bisa Dia robohkan dalam sekejap tanpa harus ada peringatan apa pun. Namun Dia masih mengizinkan bangunan-bangunan raksasa tersebut bertengger di atasnya.
Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah membiarkan bangunan-bangunan kebanggaan para manusia tetap berada di Buminya.
Saat berada di atas sepeda motor saya, saya terlintas bahwa saya berada di atas sebuah benda yang dibuat oleh manusia, dapat mengantarkan saya dari satu tempat ke tempat lain dengan mudah.
Manusia diberi fitur atau kuasa oleh Allah Ta’ala untuk berkreasi menciptakan atau menemukan sesuatu untuk mempermudah aktivitasnya. Hal ini tidak pernah terjadi di makhlukNya yang lain. Atau terjadi, namun tidak pernah keluar dari lingkarannya.
Misalnya, berang-berang dapat membuat ‘teknologi’ bendungan dari ranting-ranting pohon. Namun hanya sebatas itu saja kemampuan berang-berang untuk berkreasi.
Sedangkan manusia, bebas melakukan kreasi dalam semua bidang, seakan tanpa batas. Bahkan Allah Ta’ala menyediakan bahan-bahan di bumi ini yang kemudian dapat diolah manusia menjadi komputer, kendaraan bermotor, kamera, bahkan hingga teknologi yang mengantarkannya ke planet lain.
Belum ada satu pun produk ciptaan se-amazing manusia. Tetapi kebanyakan kita seakan tidak pernah ingin berpikir.
Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah mengizinkan para manusia ciptaanNya untuk berkreasi dengan bahan-bahan di Bumi yang telah Ia sediakan untuk mereka.
Saat saya melakukan traveling, mengunjungi gunung, pantai, dan air terjun. Saya takjub atas keindahan alam yang saya saksikan.
Dari keindahan alam tersebut saya mendapatkan inspirasi untuk berbuat sesuatu, mendapatkan pompaan motivasi agar lebih segar dan bersemangat dalam bekerja, atau hanya sekedar menghiasi media sosial saya dengan berbagai macam foto.
Jika di planet lain sekali pun dapat dihuni, pemandangannya mungkin hanya monoton berupa bebatuan dan kawah-kawah. Belum lagi pemandangan langit yang selalu hitam dan tidak ada tumbuh-tumbuhan untuk menyegarkan mata.
Bahkan di Bulan yang jaraknya dengan matahari masih kurang lebih sama dengan Bumi, ternyata lingkungannya masih sangat tidak bersahabat.
Hanya di planet Bumi kita jumpai birunya atmosfer langit, jernih dan segarnya air, teduhnya pepohonan, cantiknya bunga-bunga dan awan yang berlayar di langit. Semua itu tidak dapat kita jumpai di planet lain.
Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah memilihkan planet terbaik untuk makhlukNya yang bernama manusia untuk tinggal di dalamnya.
Kita sering mendengar cerita penguasa yang kejam, padahal Allah Ta’ala jauh lebih berhak untuk kejam kepada para makhlukNya, terkhusus manusia, jika mereka melanggar perintahNya.
Ibaratnya, bisa saja Allah Ta’ala langsung menghancurkan suatu daerah jika penduduknya bermaksiat. Namun nyatanya yang datang hanya ‘teguran seujung kuku’ dan itu pun hanya terjadi dalam suatu waktu, tidak sekaligus dan tidak langsung pada saat itu juga.
Ditambah, Allah Ta’ala memberikan ‘sedekah’ kepada hambaNya berupa keringanan-keringanan, seperti boleh menunda shalat saat terik, atau boleh tidak puasa saat dalam perjalanan jauh.
Padahal belum lama ini, saya beberapa kali melihat berita mengenai majikan yang kejam kepada pembantunya, tidak mengizinkan pembantunya istirahat kecuali sedikit saja, bahkan hukuman yang diberikan kepada pembantunya cenderung langsung dilakukan dan cukup sadis.
Manusia seharusnya lega ternyata Sang Raja Diraja ternyata tidak seperti itu. Tetapi sekali lagi, kebanyakan hambaNya lupa untuk mensyukuri hal ‘remeh-temeh’ seperti ini.
Saya pernah sehabis shalat bertanya dalam hati tentang mengapa hubungan baik kepada sesama makhlukNya termasuk ibadah dan dihitung pahala.
Padahal, berbuat baik kepada manusia, misalnya mengunjungi orang sakit, tidak langsung ‘tertuju’ padaNya. Berbeda jika misalnya pada saat manusia berzikir memujiNya, yang mana Allah Ta’ala langsung jadi target ibadah kita.
Tetapi Allah Ta’ala ternyata tetap menghargai perbuatan baik kita kepada para makhlukNya yang lain bahkan hingga dihitung ibadah.
Allah Ta’ala tidak menetapkan bahwa ibadah harus langsung tertuju padaNya saja seperti shalat, membaca Al-Qur’an, atau puasa semata, padahal Dia lebih berhak membuat aturan apa pun untuk makhlukNya.
Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah memudahkan setiap urusan hambaNya baik duniawi maupun ukhrawi dan meluaskan karuniaNya.
—<(Wallaahu A’lam Bishshawaab)>—
Boleh kah saya mengomentari atau bertanya mengenai tulisan ini kak?
Disini kak Nanda membahas bahwa Allah itu tersembunyi dengan maksud kakak tidak ingin melihat rekan kerja kakak kecewa akibat kelalaian kakak ?
Bukan kah lebih baik berkata jujur kak agar rekan kaka jg tau kelalaian kakak dan kakak janji ga akan mengulanginya lagi?
Terima kasih sebelumnya 🙏🙏
Hai Dinda, terima kasih atas komentarnya.
Sepertinya Dinda sedikit salah paham dalam membaca konteks kalimatnya (atau susunan kalimat saya yang agak ‘misleading’ hehe).
Saya pun pada akhirnya jujur berkata kepada rekan kerja saya misalnya, “I’m so sorry, saya kesiangan.”
Jadi Dinda tidak perlu khawatir. Lagipula bukan itu inti yang sedang saya bicarakan. 😊
Coba kita bahas secara global di luar kasus saya itu. Jika kita berbuat salah kepada manusia, maka kita cenderung tidak enak karena khawatir mungkin akan dihakimi oleh mereka. Sedangkan Allah Maha Tersembunyi jadi saat hambanya melakukan kesalahan, Dia memberikan kesempatan kepada hambaNya untuk bertaubat sebagai pengujian iman.
Namun banyak manusia yang justru tidak memanfaatkan sifat Maha Tersembunyinya Allah tersebut sebagai kesempatan untuk bertaubat.
Jadi bukan karena Allah Maha Tersembunyi lalu kita bisa berbohong sepuasnya. 😊
Kemudian apa ada poin lain yang kemungkinan menimbulkan salah paham? Agar saya dapat perbaharui tulisan saya ini.
Saya hanya tidak ingin karena satu atau dua tulisan ‘cacat’ dalam artikel saya, ada pembaca yang justru sampai melewatkan seluruh intisari dari tulisannya. Terima kasih.
Wallahu A’lam.