Barang siapa yang mengeluh bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa yang sulit, langkahi dulu mayat saya. Ha! You got the point! Mungkin tidak berlebihan jika saya sebutkan bahwa bahasa kita adalah bahasa paling mudah dan paling sederhana di dunia. Setiap orang dapat belajar bahasa ini dengan sangat cepat tanpa harus bertemu peraturan-peraturan njlimet yang merusak pori-pori kulit kalian.
Tidak percaya? Ini, saya rangkumkan beberapa hasil analisa saya yang pernah mempelajari banyak bahasa di dunia, termasuk bahasa Armenia dan Swahili.
Bahasa ini tidak memiliki aksara independen seperti Bahasa Arab, Cina, Jepang, Yunani, bahkan hingga Armenia. Bahasa ini hanya memakai aksara latin yang juga digunakan oleh bahasa Inggris, dengan jumlah dan urutan yang sama.
Jadi, orang-orang yang sudah mengenal aksara Inggris dan Latin, tidak akan repot mempelajari aksara Indonesia. Bayangkan jika aksara kita sebanyak aksara Cina yang berjumlah lebih dari 5000 huruf, sedangkan kita hanya 26 huruf.
Memang benar kita memiliki aksara sendiri seperti aksara Jawa, Bugis, dan sebagainya. Namun beruntunglah, aksara yang dipakai untuk menyatukan bangsa ini adalah aksara yang umum, dengan tidak mengurangi penghormatan terhadap aksara-aksara daerah.
A, Be, Ce. Dari A sampai Z sudah tertulis sebagaimana mestinya. Sehingga, setiap ucapan yang dilontarkan akan dengan mudah dituliskan kembali dengan sempurna. Bahasa Arab memiliki tiga buah huruf S yang berbeda-beda, namun masih dengan mudah dibedakan.
Atau contoh lain, Bahasa Prancis tidak menyebutkan beberapa huruf terakhir dalam sebuah kata sehingga akan sedikit merepotkan orang awam yang menulis kembali setiap kata yang diucapkan. Pun dengan bahasa Turki yang aksaranya ada yang disebut dengan soft G, saya hingga kini tidak tahu apa itu.
Lagi, bahasa kita tidak memiliki aksen yang aneh-aneh. Tidak memiliki panjang dan pendek serta penekanan dalam suara. Bahasa Spanyol, yang mana saya bingung di mana seharusnya saya menaruh ‘alis’ di antara huruf vokalnya dan bagaimana pengucapannya secara tepat ketika bertemu dengan alis tersebut.
Perhatikan contoh kata-kata dalam Bahasa Spanyol berikut:
Buenos días.
Perdóname.
¿Cómo está usted?
Mengerti maksud alis yang saya maksud?
Yang lebih parah lagi, bahasa Yunani, memiliki 2 huruf O dan 2 huruf I. Ditambah lagi banyak jenis diakritik (alis) yang kadang setiap orang stuck dalam belajar bahasa tersebut. Terlebih jika belajar aksara Yunani kuno. Contoh:
ἡγεμών
ζῷον
ἀρχιτέκτων
Kita hanya mengenal diakritik dari beberapa bahasa daerah, seperti bahasa Sunda yang memiliki 7 vokal, dengan 3 jenis huruf E. Yaitu E, É, dan EU. E yang memakai diakritik (É) dibaca seperti “bebek”, untuk membedakan dengan E polos dalam “kesemek”. Masih terhitung mudah bukan?
Apa yang kamu lihat, itulah yang kamu dapat (What you see is what you get) dan memang demikianlah adanya. Tidak seperti bahasa Inggris yang “Uncle” dibaca “Angkel” atau “Women” dibaca “Wimin”.
Atau seperti bahasa Prancis di mana beberapa gabungan huruf memiliki peraturan untuk dibaca khusus dan beberapa huruf terakhir dalam sebuah kata tidak dibaca. Seperti “Choix” dibaca “Swa”. Sekali lagi, bersyukur ejaan-ejaan kita tidak memiliki peraturan serumit ejaan-ejaan bahasa lain.
Abjad kita hanya dibaca sebagaimana mestinya: A, Be, Ce, De, E, Ef, Ge, dst…
“Drive”, “Drove”, “Driven”.
“Begin”, “Began”, “Begun”.
“Send”, “Sent”, “Sent”.
“Read”, “Read”, “Read”.
“Avoid”, “Avoided”, “Avoided”.
Itulah bentuk perubahan kata kerja dalam Bahasa Inggris berdasarkan bentuk waktu. Bahkan di antara kata kerja tersebut memiliki bentuk yang tidak beraturan. Jadi, perlu waktu ekstra membuka kamus untuk tahu detail-detailnya bagaimana perubahan tersebut.
Bahasa Arab lebih parah lagi, ada bagian dari grammarnya yang disebut Shorof/Tashrif yang benar-benar sangat detail membahas berbagai macam perubahan yang ada pada setiap kata kerja beserta imbuhannya. Makanya waktu saya belajar bahasa Arab, menghafal polanya sampai dinyanyikan.
Bahasa Indonesia?
“Aku makan sekarang.”
“Aku makan barusan.”
“Aku makan kemarin.”
Makan-makan juga. Tidak peduli apa pun bentuk waktunya. Tidak ada istilah perubahan kata kerja “makan” menjadi “makaned” atau “Makun”, contohnya.
SPOK, dan itu adalah pola umum. Setelah subjek, pasti predikat, dan itu adalah suatu hal yang pasti. Jika kita melihat kembali kepada bahasa Spanyol, yang saya beri contoh:
“No me hagas fotos!“
No = Tidak/jangan
Me = saya
Hagas = Kamu ambil
Fotos = Foto-foto
Bagaimana polanya? Mana subjeknya? Mana predikatnya? Mana objeknya? Bisa dijelaskan di sini?
Atau bahasa Jepang yang keterangannya dimulai dari yang paling umum dahulu. Seperti:
Di bumi, di Asia, di Jepang, di Hokkaido, di taman, saya bermain ayunan.
Melihat tata bahasa dari bahasa lain yang “menyeramkan” seperti itu seharusnya membuat kita bersyukur diberi karunia bahasa yang begitu mudah.
“Bersemayam”
“Menandatangani”
“Mempertanggungjawabkan”
Sepanjang apapun, kalian dapat menyebutkan kata demi kata dengan sangat mudah dalam Bahasa Indonesia sekalipun harus melambatkan suara bagi pemula. Sekarang, coba ucapkan kata-kata dari berbagai bahasa berikut:
Eslandia: Eyjafjallajökull
Polandia: Szymankowszczyzna
Finlandia: Lentokonesuihkuturbiiniapumekaanikkoaliupseerioppilas
Oh you, stop that!
Orang-orang asing berkata bahwa bahasa Indonesia itu sulit karena banyaknya elemen imbuhan yang harus diperhatikan. Seperti me-, ber-kan, pe-an, -em-, dan sebagainya.
Saya katakan, jangan pusing akan pemilihan imbuhan, orang-orang Indonesia sendiri pun hanya sedikit yang memusingkan imbuhannya. Cukup buka kamus dan lakukan apa yang wajib dilakukan setiap mempelajari bahasa baru, yaitu menambah kosakata.
Serius, tidak perlu ada yang dikhawatirkan dari imbuhan, perhatikan konversi Inggris ke Indonesia berikut:
Borrow : Meminjam
Lend : Meminjamkan
—
House : Rumah
Housing : Perumahan
Lihat? Hanya masalah kosakata saja bukan? Lagipula, setiap imbuhan punya makna unik dan mudah dalam membentuk sebuah kata, seperti imbuhan -kan pada kata kerja, yang artinya kebanyakan adalah melakukan sesuatu untuk seseorang. “Membelikan”, artinya membeli sesuatu untuk seseorang. “Menyalakan” artinya membuat sesuatu menyala untuk seseorang.
Begitu juga imbuhan me- yang secara instan langsung berubah menjadi di- ketika bertemu kasus pasif.
Perlu dicatat, imbuhan dalam Bahasa Jepang, jauh lebih kompleks lagi, *nyan…
Bersyukurlah kita diberikan bahasa yang amat mudah. Namun demikian, yang membuat lebih menyedihkan adalah, banyaknya nilai-nilai rendah justru dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Ketika pengetahuan umum, bahasa asing, dan ilmu eksak mendapatkan nilai 10, mengapa harus bahasa sendiri yang justru mendapatkan nilai di bawah 5?
Yuk, budayakan berbahasa yang baik dan benar, karena bahasa kita memang sudah mudah.