Hukuman Masih Berlaku Setelah Meminta Maaf”Kami sudah memaafkan! Tapi kau harus tetap dihukum!”

Sebuah pernyataan yang sangat kontradiktif mengenai hukuman dan memaafkan. Saya sampai sekarang masih tidak begitu memahami bagaimana orang yang sudah dimaafkan masih harus dihukum juga. Apakah itu namanya masih belum memaafkan? Siapa yang pertama kali buat pernyataan bahwa orang yang sudah dimaafkan masih harus tetap dihukum? Maka saya tertarik apakah pernyataan yang paling awal tersebut benar, atau tidak.


Kembalikan pada Al-Qur’an dan Sunnah

Bagaimana respon Al-Qur’an mengenai hal ini? Saya sebenarnya cukup mengambil dua ayat saja. Yaitu ayat mengenai hukuman mencuri dan tuduhan zina.

38. Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.

39. Tetapi barang siapa bertobat setelah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

QS. Al-Maidah 38-39

Pada ayat 39 disebutkan bahwa Allah mengampuni orang yang bertaubat dan memperbaiki diri setelah itu. Namun demikian, tobatnya itu tidak menggugurkan hak anak Adam, berupa pemotongan tangan dan pengembalian haknya. Tetapi jika pemiliknya memaafkan sebelum dilaporkan kepada pemerintah, maka pemotongan tangan gugur. (tafsir)

Inilah kehati-hatian kita jika bersosialisasi kepada sesama manusia. Mungkin Allah sudah memaafkan, namun karena manusia lain belum memaafkan, maka hukuman terus berlanjut. Hukuman digugurkan jika setelah taubat dan memperbaiki dirinya sendiri, kemudian juga mendapatkan maaf dari sang korban.

Ini artinya, hukuman tidak berlaku jika sudah masing-masing memaafkan.

Kemudian ayat berikutnya mengenai tuduhan zina.

4. Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.

5. Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

QS. An-Nuur 4-5

Sepertinya hampir setiap ayat Al-Qur’an yang berbicara mengenai hadd atau hukuman selalu dibarengi dengan pernyataan pengampunanย  (gugurnya hukuman) setelahnya dengan syarat si pelaku bertaubat dan memperbaiki dirinya setelah itu. Termasuk ayat dari surat An-Nur di atas, tepatnya ayat 5.

Menurut Syaikh As Sa’aย€ย™diy, tobat dalam hal ini adalah dengan ia mendustakan dirinya sendiri, mengakui bahwa ucapanya dusta, dan hal ini wajib baginya, yakni mendustakan dirinya meskipun ia merasa yakin terjadi perbuatan itu, karena ia tidak mendatangkan empat orang saksi. Jika penuduh itu telah bertobat dan memperbaiki amalnya, maka ia ganti perbuatan buruknya dengan perbuatan baik, sehingga kefasikannya pun hilang. Demikian pula persaksiannya akan kembali diterima menurut pendapat yang sahih, karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, Dia mengampuni dosa-dosa semuanya bagi orang yang bertobat dan kembali.

Dengan inilah kefasikan mereka hilang dan persaksiannya kembali diterima.


Maka dari itu, jika memang sudah memaafkan, mengapa masih bernafsu untuk menghukum orang yang salah itu? Mungkin kedepannya, pernyataannya harus diganti menjadi,

“Kami baru akan memaafkan setelah proses hukuman dilaksanakan.”


—<(Wallaahu A’lam Bishshawaab)>—

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
๐Ÿค— Selesai! ๐Ÿค—
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Antara Ramadhan, Lebaran, dan Mudik

    Berikutnya
    Diari #7: Bulan-Bulan yang Bernyanyi


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. ๐Ÿ˜‰

    Kembali
    Ke Atas