Mungkin dari judulnya ada kata yang agak terlalu saintifik ya? Enggak kok, saya tidak akan bahas istilah, teori, atau penelitian-penelitian njlimet yang membahana sampai-sampai bisa bikin mual ala-ala morning sicknessnya bumil.
Jangan khawatir, artikel ini santai, tidak ada menyenggol sedikit pun rumus-rumus ala formula Einstein seperti E sama dengan Em Si kuadrat. Saya hanya akan mengutarakan alasan-alasan saya mengapa saya kepincut sama statistik. Saya mencoba menggali lebih dalam manfaat statistik bagi setiap orang yang mungkin bahkan tidak suka ilmu statistik sama sekali.
Ilmu statistik, adalah ilmu yang membahas pengumpulan, pengolahan, pengblablabla apa pun tentang data. Intinya, ilmu statistik itu selalu berkaitan dengan data. Ibarat koki, ahli statistik mengumpulkan data mentah, mengirisnya, mengaduknya, menggorengnya, memberinya bumbu, sampai akhirnya data tersaji di depan para pelanggannya, dinikmati oleh setiap orang.
Itulah yang membuat saya pertama kali kepincut dengan statistik. Jadi saya menyukai statistik karena ada tugas kuliah yang tenggat waktunya mepet dan dosennya killer sehingga otak saya keblinger sampai-sampai saya mabok statistik. Bukan, bukan itu.
Justru saya menyukai statistik karena ternyata saya merasakan sendiri manfaatnya. Apa itu?
Umumnya banyak orang yang malas membaca ensiklopedia atau artikel yang panjangnya seakan tak berkesudahan bak sinetron-sinetron abadi yang selalu kejar tayang per episodenya. Apalagi jika artikelnya tidak memiliki gambar, satu paragrafnya berpuluh-puluh baris, teksnya yang sebesar kutu, oh my eyes… MY EYEEESSS!!!
Padahal mungkin, artikel keilmuan tersebut berisi informasi penting yang memiliki pengaruh besar kepada kehidupan kita atau generasi berikutnya. Inilah satu hal yang merupakan tugas ahli statistik untuk menyaring seluruh informasi dari artikel menyeramkan tersebut, memilah data mentah, memasaknya, memberinya bumbu, sehingga akhirnya informasi yang disajikan sudah sangat memanjakan mata.
Contohnya, berikut adalah infografis dari data perkiraan mengenai berapa lama sampah di lautan akan sepenuhnya terurai dan hilang.
Dengan sebuah data yang tersaji cantik di depan mata siap dicerna oleh otak tersebut, tentu akan mengundang lebih banyak orang yang mungkin akan ikut menyantap setiap informasi dari data yang disajikan, memberinya pengetahuan dan bahkan kesimpulan mengenai bagaimana tindakan yang ia lakukan untuk ikut berpartisipasi membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik.
Manusia tidak memiliki ‘fitur’ meramal. Manusia pada dasarnya tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di waktu berikutnya. Namun, manusia ternyata masih dapat melakukan prediksi sebagai bentuk ramalan atau gambaran apa yang mungkin akan terjadi berikutnya.
Prediksi ini sangat berbeda dari ramalan karena memang tidak ada jaminan tepat seratus persen. Tetapi bukan berarti kita tidak boleh percaya prediksi, justru prediksi itu sangat membantu manusia agar ia dapat waspada dan lebih bersiap tentang apa yang akan terjadi di masa depan.
Karena, percaya atau tidak, data dapat membongkar seluruh rangkuman peristiwa yang membuat manusia akan melakukan prediksi dengan sendirinya. Dan sebenarnya ini adalah sebuah hal dasar.
Contohnya, seperti soal cerita anak SD, diketahui stok eskrim di kulkas tinggal 10 buah, dalam sehari saya dan adik bisa memakan hingga 3 eskrim keseluruhan. Kapan eskrim di kulkas akan habis? Jawabannya mudah, “kemungkinan” setelah tiga hari.
Atau kira-kira kapan memori kamera saya akan bertahan jika saya suka foto selfie brutal sehari sampai lima kali di toilet kantor? Oh, “kemungkinan” sampai setahun ke depan.
Ingat, ada kata “kemungkinan” dalam melakukan prediksi. Dan kata “kemungkinan” ini memiliki kaitan erat dengan pertanyaan “akurat nggak?”. Akurat atau tidaknya inilah yang disebut dengan akurasi. Statistik memang sudah seharusnya ikut menyertakan tingkat keakuratan dari data yang disajikan.
Contohnya lagi, dari 1000 orang yang pernah menggunakan vaksin A, 80% tidak lagi mengeluhkan penyakit yang sama. Artinya, tingkat akurasi keampuhan vaksin A hingga mencapai 80%.
Namun ternyata vaksin B memiliki tingkat akurasi hingga 90%. Dari sini kita tahu pastinya orang akan memilih vaksin B dibandingkan vaksin A.
Karena statistik memiliki hasil yang dapat membuat orang melakukan prediksi, hal ini sudah sangat pasti dapat mengarahkan para profesional untuk memutuskan mana cara yang akan ia ambil dari dua kasus yang berbeda.
Dari mulai pengusaha kecil, entrepreneur, perusahaan rintisan, hingga perusahaan besar, pastinya selalu ada masa-masa galau untuk menentukan ke arah mana usahanya akan melaju. Ke arah taman kah? Atau ke arah jurang? Seringkali mereka dihadapkan sebuah kasus yang mungkin antara surga dan nerakanya mereka.
Salah ambil keputusan? Bisa-bisa telunjuk akan membuat garis melintang di leher.
Statistik inilah yang kemudian hadir sebagai konsultan gratis tak diundang, membantu untuk memilihkan mana jalan yang harus diambil. Seharusnya memang ada data mengenai apa yang terjadi jika seorang pengusaha mengambil jalan A atau jalan B. Berapa persen yang berhasil dan berapa persen yang gagal dari masing-masing jalan.
Di lapangan yang sebenarnya, jalan yang harus dipilih tidak sebatas A dan B saja, bisa jadi hingga H, Q, atau Z, atau bahkan hingga seluruh karakter di keyboard disatukan.
Kasus yang terjadi bisa bermacam-macam. Bagaimana jika negara akan inflasi karena daya beli masyarakat yang mulai tidak stabil, dan dari sana dapat diprediksi kapan kemungkinan inflasi akan terjadi, begitu sebagainya.
Termasuk pula dengan anak-anak muda yang baru merambah ke dunia usaha, minimal Youtuber atau Blogger yang sedang berlomba-lomba viral hingga saat ini.
Padahal Youtube, Google, Instagram, dan media sosial lainnya sudah berbaikhati memberikan seluruh sajian data analitik dari masing-masing konten, berapa jumlah pemirsa, berapa jumlah engagement setiap harinya, berapa laju interaksi audiens, hingga apa saja topik yang sedang dicari audiens.
Semua sudah tersedia datanya dalam bentuk grafik jadi hanya tinggal dicerna saja dan dibuatkan apa langkah yang akan diambil berikutnya.
Di sinilah statistik memiliki peran besar bagi para pelaku dunia usaha.
Bukankah asyik melihat info-infografis yang bertebaran di internet selama sumbernya dipercaya? Bayangkan, daripada kita hanya mengobrol yang tidak bermanfaat dan membicarakan orang lain entah di dunia nyata atau di dunia maya, melihat data-data visual tersebut membuat waktu menjadi lebih berbobot.
Data-data visual dan infografis hasil dari pengolahan statistis itu dapat melahirkan kesadaran sosial yang baik, menumbuhkan rasa gotong-royong yang bermanfaat demi terciptanya kehidupan bermasyarakat yang lebih baik lagi.
Misalnya, negara A masih memiliki provinsi dengan tingkat buta huruf yang tinggi sekitar 60% di mana provinsi lainnya hanya kurang dari 5%. Dari data tersebut mungkin masyarakat di negara tersebut dapat bahu membahu untuk mengulurkan relawan terbaiknya demi membantu provinsi tertinggal tersebut.
Atau misalnya, perlu 10% lagi yang harus dilakukan agar sebuah daerah dapat memenangkan penghargaan sebagai desa terbaik, dan seterusnya.
Bahkan dengan ketergantungan akan statistik, seseorang dapat terhindar dari tindakan menuduh tanpa bukti atau memfitnah orang lain. Sebab tentu saja, data itulah yang menjadi sumber seseorang dalam mengeluarkan sebuah tuduhan.
Berapa banyak sajian statistik yang bermanfaat seperti, berapa banyak orang yang sedang memerlukan bantuan di daerah kita, bagaimana dan kapan mereka beraktivitas, apakah semua fasilitas sudah memadai, dan seterusnya. Data tersebut dapat kita nikmati sebagai cemilan otak yang sangat sehat dan bergizi.